Tuesday, January 31, 2012

Penantian...

Inilah postingan kedua untuk blog saya ;) hihihi. Silahkan baca ya, tapi ini semacam cerita bersambung gitu, jadi ada partnya deh hehe. Enjoy with my story :D




September 2010
               

                Aku bergegas dari ruangan tempatku latihan teater --ekstraulikuler yang aku ikuti-- menuju gerbang sekolah untuk segera pulang dan istirahat setelah 3 jam aku tidak keluar dari ruangan seni itu. Ya, aku adalah pencinta seni teater dan setiap hari Jum’at dan Sabtu aku mengikuti kegiatan ini setelah semua jam pelajaran berakhir.
            Jam 5 sore, itulah waktu yang kuingat saat mengakhiri kegiatan teater ini. Tapi untuk memastikannya lagi, kulihat jam tangan yang ada di lengan kiriku ini. Lho, kemana jam tanganku ? bukankah hari ini aku memakainya ? apa tertinggal diruang teater ? sepertinya iya.
            Masih dengan seragam putih abu-abu ini, aku segera balik arah menuju ruang teater untuk mengambil jam tangan tersebut. Aku yakin disana pasti sudah tidak ada orang, karena yang kuingat saat ku keluar dari ruangan itu hanya ada aku dan kedua temanku yang lain, yaitu Dika dan Indra dan kuyakin mereka berdua pasti sudah pulang.
            Ternyata dugaanku salah, saat ku kembali ke ruang teater ini masih ada salah satu temanku, Yumi.
“Kau belum pulang Yumi ?”, tanyaku sopan.
Dia tak menjawab pertanyaanku dan segera keluar dari ruangan ini menuju ke gerbang sekolah dengan wajah yang sedikit jengkel. Ada apa dengan dia ? Pasti gara-gara masalah itu. Sejak 6 bulan yang lalu, sikapnya berubah drastis kepadaku. Mungkin aku adalah laki-laki yang sangat dibencinya karena peristiwa 6 bulan yang lalu. Peristiwa yang membuat hidup kami berdua berubah ....

****


Maret 2010    
Aku berlari terburu-buru menuju sekolah. Aku lupa bahwa hari ini ada latihan teater. Lagipula siapa suruh hari Minggu yang seharusnya menjadi hari istirahat untuk semua orang digunakan untuk kegiatan ekstrakulikuler seperti teater yang aku ikuti ini. Tugas di sekolah itu sudah banyak, ditambah lagi dengan kegiatan seperti ini di hari libur.
            Akhirnya aku sampai di gerbang sekolah dengan jantung yang berdebar-debar karena kelalahan saat berlari tadi. Sesampainya aku lapangan sekolah, kulihat beberapa teman teaterku sedang berlari mengelilingi lapangan. Ada apa ini ? atau jangan-jangan....
“Ngapain kamu diem aja ? lari juga sana ! siapa suruh telat ?”, kudengar bentakan itu.
Dugaanku benar, teman-teman yang sedang berlari itu ternyata dihukum gara-gara telat datang tepat waktu. Di ekskul teater ini kedisiplinan waktu memang sangat diutamakan.
“Hei kamu yang pake jaket putih, cepet lari ! bengong aja !”, sekali lagi kudengar omelan Kak Reno, kakak kelasku yang juga ikut ekskul teater.
“Iya kak maaf”, jawabku sopan.
Aku mengikuti teman-temanku yang hanya sedikit jumlahnya itu untuk berlari keliling lapangan sebanyak 7 kali. Aku hafal betul apa yang harus dilakukan orang telat sepertiku saat dihukum. Saat putaran ke 3 aku berlari keliling lapangan, kulihat Kak Reno dan Citra -teman sekelasku- sedang berbincang.
“Citra, tolong awasi teman-temanmu yang sedang dihukum itu ya ! kakak akan ke ruang teater untuk menyiapkan properti latihan”
“Iya kak, siap”
            Hampir 6 keliling aku mengitari lapangan yang cukup luas ini, sangat lelah rasanya. Bagaimana tidak, tadi saja aku sudah berlari terburu-buru saat menuju sekolah ini.
“Ayo dong, jangan lelet Gery ! haha”, kulihat Citra sedang mengawasiku dengan sepeda merah muda yang sedang dipakainya.
“Kamu Cit, aku kira siapa”
“Hei, kau ingat kan hari ini ada apa?”, tanya gadis cantik berjilbab ini.
“Tentu”, jawabku singkat sambil mennjalani hukuman ini
“Lalu kau sudah mempersiapkan apa ?”
“Tentu saja sebuah hadiah”
“Hadiah ? ternyata kau menerima saranku ya”
“Heh Citra ! ngapain kamu ngobrol sama Gery ? Kakak kan sudah menyuruh kamu untuk mengawasi dia dan yang lain, bukan mengajak ngobrol !”, Untuk ketiga kalinya aku mendengar teriakan kak Reno.
“Udah Cit, turutin aja maunya, nanti kita ngobrol lagi ya”
“Oke deh, Iya kak aku awasi yang lainnya juga kok” jawabnya sambil meninggalkanku.

****
            Dua jam berada di dalam ruang teater itu sangat melelahkan. Ya harus akting lah, menyiapkan properti lah, bahkan membereskan properti yang ada pun aku lakukan bersama anak-anak teater lainnya.
“Kenapa bisa hilang Yumi !!!????”, Oh apa lagi ini ? kak Reno mulai cerewet lagi.
“Maaf kak, aku juga tidak tahu. Laporan keuangan seni teater itu memang ada di saya bahkan saya sempat membawanya hari ini, tapi... ketika latihan teater selesai laporan itu hilang dari tas saya, maaf kak”, ku lihat wajah teman sekelasku, Yumi sangat ketakutan saat berhadapan dengan kak Reno.
“Halah, ga usah bohong deh ! pasti kamu sengaja menghilangkan laporan itu kan?”
“Engga kak, sumpah ! mana mungkin aku melakukan hal semacam itu ?
“Kalau kamu tidak melakukan hal itu, sekarang mana laporannya ? ada ?”
“Ga ada kak, tapi saya benar-benar tidak tahu”
Yumi, gadis cantik berambut panjang dan berkuit putih ini sangat menarik perhatianku, mulai dari penampilan sampai ke sifatnya, sunggguh gadis yang patut untuk dicintai. Ya, sejak tahun lalu atau tepatnya pada saat kami kelas sepuluh aku sudah mulai mengaguminya, tapi perasaanku belum pernah tersampaikan tepat ke orangnya, padahal rasa ini sudah ku pendam hampir setahun lamanya.
            Jujur saja, aku juga tak tega melihat Yumi dimarahi oleh Kak Reno yang super galak ini, tapi mau bagaimana lagi, ini merupakan awal untuk sebuah kejutan.
“Yumi, kakak kasih kesempatan untuk yang terakhir kalinya, dimana laporan keuangan teater kita berada ? laporan itu sangat penting !”
“Saya gak tahu kak”, ucap Yumi yang mulai meneteskan air mata.
“Udahlah kak, kakak jangan menuduh Yumi tanpa bukti yang kuat”, tanpa sadar aku mulai membela Yumi
“Heh kamu ! ngapain ikut campur ? pergi sana ! ini bukan urusan kamu !”
“Urusan teater urusan saya juga kak ! saya sebagai bendahara berhak untuk membela orang yang membuat laporan keuangan ini !”
“Oh iya, kamu ya bendaharanya ? terus apa kamu tahu juga dimana laporan itu berada ? hah ? tahu tidak ?”, suara Kak Reno semakin menggelegar.
“Oke sandiwaranya selesai !”, suara Citra menandakan bahwa kejutan sudah tiba.
Selamat ulang tahun, selamat ulang tahun, selamat ulang tahun Yumi...
Semua orang yang mengikuti ekskul teater ini memberi kejutan kepada Yumi karena hari ini adalah hari ulang tahunnya. Dika, salah satu teman teaterku membawa kue blackforest yang diatasnya menyala sebuah lilin dengan angka 17.
“Ayo tiup dulu lilinnya”, kudengar semua orang mengatakan hal itu.
Yumi yang terharu dengan kejadian ini pun meniup lilin itu setelah membuat permintaan dalam hatinya.
“Maaf ya Yumi, kita semua sudah menjailimu, hehe”, Kak Reno yang biasanya galak dan kiler terlihat tersenyum dihadapan Yumi.
“Iya kak, ga apa-apa kok”, jawab Yumi singkat
            Ketika mereka sedang sibuk mengucapkan ucapan selamat ulang tahun kepada Yumi, aku segera ke ujung ruangan teater ini dan mengambil sesuatu dari tasku, yaitu sebuah hadiah. Niatku akan memberi hadiah ini kepada Yumi hanya secara diam-diam –memasukan hadiah ke tasnya--, tapi niat itu berubah ketika Citra...
“Hei Ry, apa itu ? atau jangan-jangan...”, ucapnya cukup kaget.
“Iya, ini adalah hadiah untuk Yumi, kenapa ?”
“Tidak apa-apa, ayo cepat berikan padanya”, bujuk Citra.
“Tidak ah, aku hanya akan memberikan hadiah ini diam-diam”, tolakku
“Apa ? diam-diam ?  kenapa ? lebih baik kamu langsung memberikan kepadanya !”
“Ah, lebih baik aku memberinya diam-diam saja”
“Kamu itu masih malu untuk mengungkapkan perasaan kamu ayo cepat kesana dan ungkapkan perasaanmu !”, pinta Citra yang juga mendorongku ke arah Yumi
            Dorongan Citra membuat aku menabrak salah satu teman teaterku yaitu Vina yang saat itu sedang berbincang –berdua-- dengan Yumi –mungkin mengucapkan selamat ulang tahun--
“Kenapa Gery ?”, tanya Vina heran.
“Engga apa-apa kok, oh iya tadi kamu dipanggil Citra disana”, aku berbohong pada Vina agar aku dapat berdua saja dengan Yumi.
“Oh oke, makasih”, jawabnya tanpa ada rasa curiga saat meninggalkanku.
            Kini tinggal aku saja orang yang ada di dekat Yumi, yang lainnya sedang sibuk mengurus properti teater.
“Selamat ulang tahun ya Yumi”, ucapku dengan sangat gugup, sementara hadiah kusembunyikan di belakangku.
“Iya, makasih. Makasih juga ya tadi kamu membela aku”
“Ah, tidak usah difikirkan, itu kan hanya bagian dari skenario, oh iya ini untukmu”, akhirnya kuberanikan diri untuk memberi hadiah berbungkus kertas kado berwarna kuning itu.
“Apa ini ?”
“Ini hanya sebuah hadiah kecil untukmu, semoga kau suka”, ucapku yang masih gugup dan langsung meninggalkan Yumi.
****
“Bagaiman Ry ? sukses ?”, tiba-tiba Citra menghampiriku saat ku keluar gerbang sekolah.
“Sukses apanya ? aku sangat gugup dan tak sempat mengatakan apa yang seharusnya aku katakan”, ujarku dengan sedikit murung.

“Ah, kamu sih.... padahal kan ini kesempatan emas”, Citra yang saat itu sedang mengenakan jilbab warna merah muda ini terlihat cemberut.
“Ya udahlah, ga masalah juga kan ? nanti malam aku mau sms dia kok”
“Oke deh, semoga sukses ya hehe”
“Iya Citra, makasih”
            Dialah Citra, teman sekelasku saat di kelas sepuluh lalu, sejak awal semester 3 ini aku berpisah dengannya. Tempat curhat dari segala masalahku selalu aku curahkan kepada sahabatku ini. Bahkan tentang perasaanku kepada Yumi hanya Citra lah satu-satunya orang yang tahu. Dan tak jarang aku selalu meminta nasihat agar aku bisa dekat dengan Yumi, termasuk hadiah tadi yang sebenarnya adalah ide Citra.
****
            Nada dering handpphoneku berbunyi, aku harap Yumi membalas sms-ku dan ternyata memang benar.
Makasih, biasa aja sih hehe ß itulah jawaban darinya saat kutanya apakah dia suka dengan jam tangan yang aku hadiahkan kepadanya tadi. Sepertinya jam tangan berwarna kuning dengan gambar winnie the pooh belum cukup untuk membuatnya senang.
Ku balas lagi sms-nya Maaf ya belum bisa memberi barang yang mahal
* Tak apa, itu ga perlu kok. Makasih ya temanku
# Just Friend ?
* Iya, cuma teman maaf ya ga bisa lebih
# Sudah tidak ada celah ya ?
* Tidak ada Ger, aku harap kamu bisa ngerti ya. Selama ini aku nyambung sama kamu karena kamu itu teman aku, dan ga lebih.
# Iya aku mengerti kok
* Ayo Gery semangat ! jangan kaya gitu, masih banyak perempuan lain disana dan tentunya lebih baik dari aku.
# Baiklah, tapi jangan salahkan aku ya jika aku masih mengharapkanmu hahahaha.
* Tolong Ger, jangan mengharapkan aku. Sambil berlalunya waktu coba kamu lupakan aku. Kita kan masih bisa berteman
# Baiklah, aku mengerti.

            Dan akhirnya aku memang benar-benar tahu bahwa Yumi memang hanya menganggapku sebagai teman dan tak lebih. Tak apalah tujuanku sekarang hanyalah fokus kepada sekolahku dan juga pelajaran agar membuatku sukses nantinya.
****
            Pagi ini suasana kelas XI-IPA 5 cukup sepi padahal waktu sudah menunjukan pukul 06.30 dan 15 menit lagi uapacara bendera pasti akan segera dimulai. Di kelas ini pun baru beberapa orang yang datang mungkin sekitar 10 orang. Namun tak lama kemudian datangah salah satu temanku yang tak asing lagi, yaitu Yumi.
“Pagi Yumi”, sapaku dengan senyuman.
“Pagi”, jawabnya singkat tapi denagn nada bicara yang terdengar sedang kesal.
****
            Waktu istrihat tiba, seperti biasanya aku selalu menemui Citra di kantin sekolah yang menjadi langganan jajanan kami saat tidak ada jam pelajaran.
“Bagimana Ger ? sukses?”, tanya Citra yang nampak tak sabar.
“Sukses apanya sih ? dia cuma anggap aku teman saja kok”
“Ah, Gery... kenapa bisa begini ? aku kira kan kalian sudah...”
“Sudah apa ? ayolah lupakan saja, kita berdua hanya berteman kok”
“Seharusnya kan kamu usaha dulu sampai hati dia luluh, masa udah nyerah lagi ?”
“Citra, jujur ya aku itu masih berharap untuk... ya kamu tahulah, tapi...”
“Tapi apa ?”, tanyanya penasaran.
“Engga apa-apa kok ga usah difikirin, ya maksud aku... aku juga sampai sekarang masih berharap kok, ya begitulah intinya”, jawabku dengan suara yang terpatah-patah.
“Ayo Ger, perjuangkan cinta kamu ! kamu sudah memendam perasaan ini sejak satu tahun lalu kan ? jangan sampai kalau Yumi itu... emm mendapatkan...”
“Iya iya aku tahu kok”, ucapku yang memotong pembicaraan Citra “Ya udah Cit, ayo kita makan baksonya, mumpung aku nih yang traktir hehe”
“Oke, makasih ya... Gery baik deh hahaha”
****
            Belajar disekolah seharian itu memang melelahkan, harus berfikir dan mendengarkan guru bicara demi sebuah nilai rapor yang akan didapatkan di akhir semester. Karena kelelahan inilah aku membaringkan diri di kasur kamarku  saat pulang sekolah untuk mendapatkan kenyamanan dari rutinitas yang kujalani hampir setiap hari.
            Setelah 10 menit aku beristirahat, aku duduk di depan komputer kesayanganku untuk menikmati situs jejaring sosial facebook dan twitter langgananku.
*Hei Ger, Citra memulai chat di facebookku.
#Eh Citra, dikira siapa hehe
*Lagi apa Ger ?
#Lagi chat sma kamu lah hahaha
*Hahaha, eh Ger aku mau nanya dong, waktu itu kamu kasih kado apa ke Yumi ?
#Oh hadiah yang waktu itu, aku kasih dia jam tangan ukuran kecil warna kuning, warna kesukaannya, kenapa ?
*Ah engga apa-apa, nanya doang kok hehe
            Selesailah percakapan singkat antara aku dan Citra via facebook itu. Tanpa sadar aku iseng membuka facebook Yumi, hanya ingin melihat saja kiriman dinding dan status-statusnya.
            Ternyata banyak juga orang yang mengucapkan selamat ulang tahun kepadanya saat kemarin. Bahkan Yumi hampir membalas semua kiriman dari teman-teman yang memberikan selamat kepadanya. Tapi berbeda dariku, kukira Yumi memang sengaja tidak membalas kiriman dinding dariku tapi ternyata kirimanku tersebut sudah tidak ada.
            Berulang kali kulihat dinding gadis yang kusukai ini, dan ternyata memang benar ucapan selamat ulang tahunku untuknya sudah di hapus oleh Yumi sendiri, aku yakin. Tapi, mengapa bisa begini ?
****
April 2010
            Hari ini tanggal 15 April, tepat satu bulan saat aku mengungkapkan perasaanku ke Yumi saat ulang tahunnya. Tapi sejak 1 bulan yang lalu itulah kami menjadi jarang sekali berkomunikasi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sejujurnya hal ini membuat aku tersiksa, tidak bisa berkomunikasi dengan sesorang yang dicintai. Mungkin dia masih sedikit kesal karena aku suka terhadapnya, tapi apa mungkin ?
“Duh, Ger sendiri aja nih”, kudengar seseorang menyapaku.
“Eh, kamu Ndra”, jawabku.
“Tumben istirahat sekolah ini kamu diam di luar kelas saja, ada apa ?”, tanya Indra, teman teaterku yang kelasnya bersbelahan denganku.
“Ah, tidak apa-apa kok. Hanya sedikit merenung saja”
“Apa kamu sedang memikirkan Yumi ?”
            Pertanyaannya sungguh membuatku kaget, apa maksudnya bertanya seperti itu. Setahuku orang yang mengetahui bahwa aku suka terhadap Yumi kan hanya Citra.
“Aduh, apa maksudnya sih ? kok tiba-tiba ke Yumi, hehe”, tanyaku santai padahal sesungguhnya aku sangat shock sekali.
“Kamu fikir aku tidak tahu apa kalau kamu suka kapada Yumi ?”, tanya remaja berkulit sawo matang ini.
“Ah, jangan bicara yang tidak tidak deh”
“Aku serius Ger, aku sudah tahu semuanya”
“Baiklah aku akui, aku memang suka kepadanya, tapi... kau tahu dari siapa ?”
“Untuk masalah itu maaf saja, aku tak bisa memberi tahunya untuk saat ini. Semoga sukses ya Ger dengan hubunganmu bersama Yumi, hehe. Aku pergi dulu ya, mau ke kantin”
            Kulihat Indra meninggalkanku dengan menyisakan sejuta pertanyaan di hati. Entah darimana ia mengetahui tentang hal ini, dan yang pasti aku harus menemukan jawabannya.
****
            Tanggal 26 April, itu yang kuingat saat melihat tanggal di kalender meja belajarku. Hmm... sampai saat ini pun hubunganku dengan Yumi hampir berantakan. Kami berdua sudah tidak pernah lagi saling bicara. Padahal setiap hari aku mencari kesempatan agar aku bisa berbicara berdua dengannya tapi ia tak menghiraukannya.
            Setiap aku memulai sms dia pun, tak pernah dijawab olehnya. Entah apa yang salahku, apa karena aku menyukainya ia menjadi marah dan kesal terhadapku ? sesungguhnya itu bukan sebuah alasan logis bagiku.
****
Mei 2010
            Hari ini kujalani seperti hari-hari sebelumnya. Sekolah dengan tujuan mencari ilmu agar sukses kedepannya. Seperti saat ini, saat pelajaran PKn, bu Nina memberikan setumpuk tugas yang harus dikerjakan saat ini juga. Maka karena itu kelasku dibagi menjadi beberapa kelompok agar pekerjaan ini menjadi lebih mudah.
            Ternyata hal tak terduga terjadi, entah bagaimana awalnya aku dapat satu kelompok dengan Yumi. Tentu saja ini membuatku senang, tapi ternyata kesenangan itu tak berlangsung lama.
“Ternyata kita satu kelompok ya Yumi”, sapaku dengan sangat ramah.
“Terus kenapa ada masalah ?”, tanya Yumi dengan nada jengkel dan wajah kesal.
“Enggak sih tapi ya...”
“Ya udah, jangan banyak bicara deh. Ga usah banyak basa-basi ! cepet kita semua kerjakan tugas yang disuruh bu Nina. Kalau tidak selesai kalian juga kan yang rugi !”
Nada bicaranya sungguh tinggi, entah karena apa ia melakukannya. Apakah karena ada aku diantara 4 orang yang lainnya ini ? setahuku dia bukan tipe orang yang mudah emosi.
****
            Akhirnya kegiatan sekolah dapat berakhir hari ini. Tapi ini belum selesai, aku masih harus mengikuti ekskul yang sudah tak asing lagi, yaitu Teater. Kulihat sudah banyak orang yang mendatangi ruangan ini, termasuk Citra.
“Hey Citra !”, sapaku
“Eh Gery, kemana saja kamu ?”
“Ya engga kamana-mana lah, aku kan masih ada disini hehe”
“Ah dasar kamu, oh iya bagaimana hubunganmu dengan Yumi ?”
“Ssst kalau mau bicara tentang dia jangan disini dong, nanti kalau dia dengar ini bagaimana ? untung saja sih dia belum datang”
“Iya deh, maaf. Nanti pulang teater kamu cerita ya”
“Oke deh, siap !”, ucapku sambil mengakhiri pembicaraan singkat kami.
****
            Kegiatan teater selesai dengan singatnya. Waktu benar-benar tak terasa ketika aku berada di dalam ruangan tadi. Tapi aku tidak bertemu dengan Citra padahal rencananya saat ini aku akan bercerita tentang sikap Yumi yang sudah berbeda terhadapku.
            Ternyata Yumi belum pulang. Saat aku hendak keluar gerbang, aku melihatnya sedang menunggu seseorang, mungkin sedang menunggu kakaknya untuk menjemput dia. Tanpa basa-basi aku mendekat ke arahnya dan mengajaknya berbincang.
“Hei Yumi, belum pulang ?”
“Belum”, jawabnya singkat tanpa memperlihatkan wajahnya dihadapanku.
“Oh iya, untuk tugas PKn tadi, siapa yang akan membuat makalahnya ?”
“Apa kamu tidak mendengar saat aku bilang di kelas tadi ?”, ia balik bertanya dengan nada tinggi.
“Maaf, mungkin tadi aku tidak mendengarnya”
“Salah sendiri kamu tidak mendengar perkataanku, sebaiknya kau tanya pada orang lain dikelompok kita, aku malas jika harus mengulang kata-kata yang sudah kuucapkan sebelumnya”, aku dapat mendengar jelas bagaimana ia mengutarakan kalimat itu dengan nada yang kesal
****
Juli 2010
            Semakin lama ternyata hubunganku dengan Yumi semakin tidak baik. Kami benar-benar tidak pernah berkomunikasi lagi sejak dua bulan lalu padahal saat itu kami berada dalam satu kelas yang sama. Tapi hari ini adalah hari pembagian rapor kami selama satu tahun kebelakang. Sepertinya kecil kemungkinan bahwa aku akan sekelas lagi dengan Yumi. Aku ingin mencoba mengajaknya berbicara, rasanya sudah lama sekali aku tidak ngobrol dengannya.
“Hei Yumi, bagaimana rapormu bagus ?”, tanyaku ramah.
“Bukan urusan kamu kan ?”
“Maaf, aku kan hanya ingin tahu saja, oh iya kau ada di kelas XII apa nanti ?”
“Itu juga bukan urusanmu ! yang jelas aku tidak akan lagi satu kelas lagi denganmu ! ngerti kan ?”, kini dia benar-benar marah.
****
            Apa Yumi masih menganggapku sebagai teman ? sepertinya tidak, ia benar-benar sudah benci padaku. Aku sendiri juga heran, apa sih yang membuat dia seperti ini ? aku rasa aku tak pernah membuatnya kesal. Jangankan membuat kesal, ngobrol saja jarang sekali.
Oh iya ada satu lagi yang membuatku bingung, darimana Indra tahu bahwa aku menyukai Yumi ? apa dari Citra ? rasanya tak mungkin. Aku tahu bahwa Citra adalah orang yang bisa menjaga rahasia orang.
****

bersambung.....

No comments:

Post a Comment