September 2010
Aku bergegas dari ruangan tempatku
latihan teater --ekstraulikuler yang aku ikuti-- menuju gerbang sekolah untuk
segera pulang dan istirahat setelah 3 jam aku tidak keluar dari ruangan seni
itu. Ya, aku adalah pencinta seni teater dan setiap hari Jum’at dan Sabtu aku
mengikuti kegiatan ini setelah semua jam pelajaran berakhir.
Jam 5 sore, itulah waktu yang
kuingat saat mengakhiri kegiatan teater ini. Tapi untuk memastikannya lagi,
kulihat jam tangan yang ada di lengan kiriku ini. Lho, kemana jam tanganku ?
bukankah hari ini aku memakainya ? apa tertinggal diruang teater ? sepertinya
iya.
Masih dengan seragam putih abu-abu
ini, aku segera balik arah menuju ruang teater untuk mengambil jam tangan
tersebut. Aku yakin disana pasti sudah tidak ada orang, karena yang kuingat
saat ku keluar dari ruangan itu hanya ada aku dan kedua temanku yang lain,
yaitu Dika dan Indra dan kuyakin mereka berdua pasti sudah pulang.
Ternyata dugaanku salah, saat ku
kembali ke ruang teater ini masih ada salah satu temanku, Yumi.
“Kau
belum pulang Yumi ?”, tanyaku sopan.
Dia tak menjawab pertanyaanku
dan segera keluar dari ruangan ini menuju ke gerbang sekolah dengan wajah yang sedikit
jengkel. Ada apa dengan dia ? Pasti gara-gara masalah itu. Sejak 6 bulan yang
lalu, sikapnya berubah drastis kepadaku. Mungkin aku adalah laki-laki yang sangat
dibencinya karena peristiwa 6 bulan yang lalu. Peristiwa yang membuat hidup
kami berdua berubah ....
Maret 2010
Aku
berlari terburu-buru menuju sekolah. Aku lupa bahwa hari ini ada latihan
teater. Lagipula siapa suruh hari Minggu yang seharusnya menjadi hari istirahat
untuk semua orang digunakan untuk kegiatan ekstrakulikuler seperti teater yang
aku ikuti ini. Tugas di sekolah itu sudah banyak, ditambah lagi dengan kegiatan
seperti ini di hari libur.
Akhirnya aku sampai di gerbang
sekolah dengan jantung yang berdebar-debar karena kelalahan saat berlari tadi.
Sesampainya aku lapangan sekolah, kulihat beberapa teman teaterku sedang
berlari mengelilingi lapangan. Ada apa ini ? atau jangan-jangan....
“Ngapain kamu diem
aja ? lari juga sana ! siapa suruh telat ?”, kudengar bentakan itu.
Dugaanku benar,
teman-teman yang sedang berlari itu ternyata dihukum gara-gara telat datang
tepat waktu. Di ekskul teater ini kedisiplinan waktu memang sangat diutamakan.
“Hei kamu yang
pake jaket putih, cepet lari ! bengong aja !”, sekali lagi kudengar omelan Kak
Reno, kakak kelasku yang juga ikut ekskul teater.
“Iya kak maaf”,
jawabku sopan.
Aku
mengikuti teman-temanku yang hanya sedikit jumlahnya itu untuk berlari keliling
lapangan sebanyak 7 kali. Aku hafal betul apa yang harus dilakukan orang telat
sepertiku saat dihukum. Saat putaran ke 3 aku berlari keliling lapangan,
kulihat Kak Reno dan Citra -teman sekelasku- sedang berbincang.
“Citra, tolong
awasi teman-temanmu yang sedang dihukum itu ya ! kakak akan ke ruang teater
untuk menyiapkan properti latihan”
“Iya kak, siap”
Hampir 6 keliling aku mengitari
lapangan yang cukup luas ini, sangat lelah rasanya. Bagaimana tidak, tadi saja
aku sudah berlari terburu-buru saat menuju sekolah ini.
“Ayo dong, jangan
lelet Gery ! haha”, kulihat Citra sedang mengawasiku dengan sepeda merah muda
yang sedang dipakainya.
“Kamu Cit, aku
kira siapa”
“Hei, kau ingat
kan hari ini ada apa?”, tanya gadis cantik berjilbab ini.
“Tentu”, jawabku
singkat sambil mennjalani hukuman ini
“Lalu kau sudah
mempersiapkan apa ?”
“Tentu saja sebuah
hadiah”
“Hadiah ? ternyata
kau menerima saranku ya”
“Heh Citra !
ngapain kamu ngobrol sama Gery ? Kakak kan sudah menyuruh kamu untuk mengawasi
dia dan yang lain, bukan mengajak ngobrol !”, Untuk ketiga kalinya aku
mendengar teriakan kak Reno.
“Udah Cit, turutin
aja maunya, nanti kita ngobrol lagi ya”
“Oke deh, Iya kak
aku awasi yang lainnya juga kok” jawabnya sambil meninggalkanku.
****
Dua jam berada di dalam ruang teater
itu sangat melelahkan. Ya harus akting lah, menyiapkan properti lah, bahkan
membereskan properti yang ada pun aku lakukan bersama anak-anak teater lainnya.
“Kenapa bisa
hilang Yumi !!!????”, Oh apa lagi ini ? kak Reno mulai cerewet lagi.
“Maaf kak, aku
juga tidak tahu. Laporan keuangan seni teater itu memang ada di saya bahkan
saya sempat membawanya hari ini, tapi... ketika latihan teater selesai laporan
itu hilang dari tas saya, maaf kak”, ku lihat wajah teman sekelasku, Yumi
sangat ketakutan saat berhadapan dengan kak Reno.
“Halah, ga usah
bohong deh ! pasti kamu sengaja menghilangkan laporan itu kan?”
“Engga kak, sumpah
! mana mungkin aku melakukan hal semacam itu ?
“Kalau kamu tidak
melakukan hal itu, sekarang mana laporannya ? ada ?”
“Ga ada kak, tapi
saya benar-benar tidak tahu”
Yumi,
gadis cantik berambut panjang dan berkuit putih ini sangat menarik perhatianku,
mulai dari penampilan sampai ke sifatnya, sunggguh gadis yang patut untuk
dicintai. Ya, sejak tahun lalu atau tepatnya pada saat kami kelas sepuluh aku
sudah mulai mengaguminya, tapi perasaanku belum pernah tersampaikan tepat ke
orangnya, padahal rasa ini sudah ku pendam hampir setahun lamanya.
Jujur saja, aku juga tak tega
melihat Yumi dimarahi oleh Kak Reno yang super galak ini, tapi mau bagaimana
lagi, ini merupakan awal untuk sebuah kejutan.
“Yumi, kakak kasih
kesempatan untuk yang terakhir kalinya, dimana laporan keuangan teater kita
berada ? laporan itu sangat penting !”
“Saya gak tahu
kak”, ucap Yumi yang mulai meneteskan air mata.
“Udahlah kak,
kakak jangan menuduh Yumi tanpa bukti yang kuat”, tanpa sadar aku mulai membela
Yumi
“Heh kamu !
ngapain ikut campur ? pergi sana ! ini bukan urusan kamu !”
“Urusan teater
urusan saya juga kak ! saya sebagai bendahara berhak untuk membela orang yang
membuat laporan keuangan ini !”
“Oh iya, kamu ya
bendaharanya ? terus apa kamu tahu juga dimana laporan itu berada ? hah ? tahu
tidak ?”, suara Kak Reno semakin menggelegar.
“Oke sandiwaranya
selesai !”, suara Citra menandakan bahwa kejutan sudah tiba.
Selamat
ulang tahun, selamat ulang tahun, selamat ulang tahun Yumi...
Semua
orang yang mengikuti ekskul teater ini memberi kejutan kepada Yumi karena hari
ini adalah hari ulang tahunnya. Dika, salah satu teman teaterku membawa kue
blackforest yang diatasnya menyala sebuah lilin dengan angka 17.
“Ayo tiup dulu
lilinnya”, kudengar semua orang mengatakan hal itu.
Yumi
yang terharu dengan kejadian ini pun meniup lilin itu setelah membuat
permintaan dalam hatinya.
“Maaf ya Yumi,
kita semua sudah menjailimu, hehe”, Kak Reno yang biasanya galak dan kiler
terlihat tersenyum dihadapan Yumi.
“Iya kak, ga
apa-apa kok”, jawab Yumi singkat
Ketika mereka sedang sibuk
mengucapkan ucapan selamat ulang tahun kepada Yumi, aku segera ke ujung ruangan
teater ini dan mengambil sesuatu dari tasku, yaitu sebuah hadiah. Niatku akan
memberi hadiah ini kepada Yumi hanya secara diam-diam –memasukan hadiah ke
tasnya--, tapi niat itu berubah ketika Citra...
“Hei Ry, apa itu ?
atau jangan-jangan...”, ucapnya cukup kaget.
“Iya, ini adalah
hadiah untuk Yumi, kenapa ?”
“Tidak apa-apa,
ayo cepat berikan padanya”, bujuk Citra.
“Tidak ah, aku
hanya akan memberikan hadiah ini diam-diam”, tolakku
“Apa ? diam-diam
? kenapa ? lebih baik kamu langsung
memberikan kepadanya !”
“Ah, lebih baik
aku memberinya diam-diam saja”
“Kamu itu masih
malu untuk mengungkapkan perasaan kamu ayo cepat kesana dan ungkapkan
perasaanmu !”, pinta Citra yang juga mendorongku ke arah Yumi
Dorongan Citra membuat aku menabrak
salah satu teman teaterku yaitu Vina yang saat itu sedang berbincang –berdua--
dengan Yumi –mungkin mengucapkan selamat ulang tahun--
“Kenapa Gery ?”,
tanya Vina heran.
“Engga apa-apa
kok, oh iya tadi kamu dipanggil Citra disana”, aku berbohong pada Vina agar aku
dapat berdua saja dengan Yumi.
“Oh oke, makasih”,
jawabnya tanpa ada rasa curiga saat meninggalkanku.
Kini tinggal aku saja orang yang ada
di dekat Yumi, yang lainnya sedang sibuk mengurus properti teater.
“Selamat ulang
tahun ya Yumi”, ucapku dengan sangat gugup, sementara hadiah kusembunyikan di
belakangku.
“Iya, makasih.
Makasih juga ya tadi kamu membela aku”
“Ah, tidak usah
difikirkan, itu kan hanya bagian dari skenario, oh iya ini untukmu”, akhirnya
kuberanikan diri untuk memberi hadiah berbungkus kertas kado berwarna kuning
itu.
“Apa ini ?”
“Ini hanya sebuah
hadiah kecil untukmu, semoga kau suka”, ucapku yang masih gugup dan langsung
meninggalkan Yumi.
****
“Bagaiman Ry ?
sukses ?”, tiba-tiba Citra menghampiriku saat ku keluar gerbang sekolah.
“Sukses apanya ?
aku sangat gugup dan tak sempat mengatakan apa yang seharusnya aku katakan”,
ujarku dengan sedikit murung.
“Ah, kamu sih.... padahal
kan ini kesempatan emas”, Citra yang saat itu sedang mengenakan jilbab warna
merah muda ini terlihat cemberut.
“Ya udahlah, ga
masalah juga kan ? nanti malam aku mau sms dia kok”
“Oke deh, semoga
sukses ya hehe”
“Iya Citra,
makasih”
Dialah Citra, teman sekelasku saat
di kelas sepuluh lalu, sejak awal semester 3 ini aku berpisah dengannya. Tempat
curhat dari segala masalahku selalu aku curahkan kepada sahabatku ini. Bahkan
tentang perasaanku kepada Yumi hanya Citra lah satu-satunya orang yang tahu. Dan
tak jarang aku selalu meminta nasihat agar aku bisa dekat dengan Yumi, termasuk
hadiah tadi yang sebenarnya adalah ide Citra.
****
Nada dering handpphoneku berbunyi,
aku harap Yumi membalas sms-ku dan ternyata memang benar.
Makasih,
biasa aja sih hehe ß
itulah jawaban darinya saat kutanya apakah dia suka dengan jam tangan yang aku
hadiahkan kepadanya tadi. Sepertinya jam tangan berwarna kuning dengan gambar
winnie the pooh belum cukup untuk membuatnya senang.
Ku balas lagi
sms-nya Maaf ya belum bisa memberi
barang yang mahal
*
Tak apa, itu ga perlu kok. Makasih ya temanku
#
Just Friend ?
*
Iya, cuma teman maaf ya ga bisa lebih
#
Sudah tidak ada celah ya ?
*
Tidak ada Ger, aku harap kamu bisa ngerti ya. Selama ini aku nyambung sama kamu
karena kamu itu teman aku, dan ga lebih.
#
Iya aku mengerti kok
*
Ayo Gery semangat ! jangan kaya gitu, masih banyak perempuan lain disana dan
tentunya lebih baik dari aku.
#
Baiklah, tapi jangan salahkan aku ya jika aku masih mengharapkanmu hahahaha.
*
Tolong Ger, jangan mengharapkan aku. Sambil berlalunya waktu coba kamu lupakan
aku. Kita kan masih bisa berteman
#
Baiklah, aku mengerti.
Dan akhirnya aku memang benar-benar
tahu bahwa Yumi memang hanya menganggapku sebagai teman dan tak lebih. Tak
apalah tujuanku sekarang hanyalah fokus kepada sekolahku dan juga pelajaran
agar membuatku sukses nantinya.
****
Pagi ini suasana kelas XI-IPA 5
cukup sepi padahal waktu sudah menunjukan pukul 06.30 dan 15 menit lagi
uapacara bendera pasti akan segera dimulai. Di kelas ini pun baru beberapa orang
yang datang mungkin sekitar 10 orang. Namun tak lama kemudian datangah salah
satu temanku yang tak asing lagi, yaitu Yumi.
“Pagi Yumi”,
sapaku dengan senyuman.
“Pagi”, jawabnya
singkat tapi denagn nada bicara yang terdengar sedang kesal.
****
Waktu istrihat tiba, seperti
biasanya aku selalu menemui Citra di kantin sekolah yang menjadi langganan
jajanan kami saat tidak ada jam pelajaran.
“Bagimana Ger ?
sukses?”, tanya Citra yang nampak tak sabar.
“Sukses apanya sih
? dia cuma anggap aku teman saja kok”
“Ah, Gery...
kenapa bisa begini ? aku kira kan kalian sudah...”
“Sudah apa ?
ayolah lupakan saja, kita berdua hanya berteman kok”
“Seharusnya kan
kamu usaha dulu sampai hati dia luluh, masa udah nyerah lagi ?”
“Citra, jujur ya
aku itu masih berharap untuk... ya kamu tahulah, tapi...”
“Tapi apa ?”,
tanyanya penasaran.
“Engga apa-apa kok
ga usah difikirin, ya maksud aku... aku juga sampai sekarang masih berharap
kok, ya begitulah intinya”, jawabku dengan suara yang terpatah-patah.
“Ayo Ger, perjuangkan
cinta kamu ! kamu sudah memendam perasaan ini sejak satu tahun lalu kan ?
jangan sampai kalau Yumi itu... emm mendapatkan...”
“Iya iya aku tahu
kok”, ucapku yang memotong pembicaraan Citra “Ya udah Cit, ayo kita makan
baksonya, mumpung aku nih yang traktir hehe”
“Oke, makasih
ya... Gery baik deh hahaha”
****
Belajar disekolah seharian itu
memang melelahkan, harus berfikir dan mendengarkan guru bicara demi sebuah
nilai rapor yang akan didapatkan di akhir semester. Karena kelelahan inilah aku
membaringkan diri di kasur kamarku saat
pulang sekolah untuk mendapatkan kenyamanan dari rutinitas yang kujalani hampir
setiap hari.
Setelah 10 menit aku beristirahat,
aku duduk di depan komputer kesayanganku untuk menikmati situs jejaring sosial
facebook dan twitter langgananku.
*Hei Ger, Citra
memulai chat di facebookku.
#Eh Citra, dikira
siapa hehe
*Lagi apa Ger ?
#Lagi chat sma
kamu lah hahaha
*Hahaha, eh Ger
aku mau nanya dong, waktu itu kamu kasih kado apa ke Yumi ?
#Oh hadiah yang
waktu itu, aku kasih dia jam tangan ukuran kecil warna kuning, warna
kesukaannya, kenapa ?
*Ah engga apa-apa,
nanya doang kok hehe
Selesailah
percakapan singkat antara aku dan Citra via facebook itu. Tanpa sadar aku iseng
membuka facebook Yumi, hanya ingin melihat saja kiriman dinding dan
status-statusnya.
Ternyata banyak juga orang yang
mengucapkan selamat ulang tahun kepadanya saat kemarin. Bahkan Yumi hampir
membalas semua kiriman dari teman-teman yang memberikan selamat kepadanya. Tapi
berbeda dariku, kukira Yumi memang sengaja tidak membalas kiriman dinding
dariku tapi ternyata kirimanku tersebut sudah tidak ada.
Berulang
kali kulihat dinding gadis yang kusukai ini, dan ternyata memang benar ucapan
selamat ulang tahunku untuknya sudah di hapus oleh Yumi sendiri, aku yakin.
Tapi, mengapa bisa begini ?
****
April 2010
Hari ini tanggal 15 April, tepat
satu bulan saat aku mengungkapkan perasaanku ke Yumi saat ulang tahunnya. Tapi
sejak 1 bulan yang lalu itulah kami menjadi jarang sekali berkomunikasi, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Sejujurnya hal ini membuat aku tersiksa,
tidak bisa berkomunikasi dengan sesorang yang dicintai. Mungkin dia masih
sedikit kesal karena aku suka terhadapnya, tapi apa mungkin ?
“Duh, Ger sendiri
aja nih”, kudengar seseorang menyapaku.
“Eh, kamu Ndra”,
jawabku.
“Tumben istirahat
sekolah ini kamu diam di luar kelas saja, ada apa ?”, tanya Indra, teman
teaterku yang kelasnya bersbelahan denganku.
“Ah, tidak apa-apa
kok. Hanya sedikit merenung saja”
“Apa kamu sedang
memikirkan Yumi ?”
Pertanyaannya sungguh membuatku
kaget, apa maksudnya bertanya seperti itu. Setahuku orang yang mengetahui bahwa
aku suka terhadap Yumi kan hanya Citra.
“Aduh, apa
maksudnya sih ? kok tiba-tiba ke Yumi, hehe”, tanyaku santai padahal
sesungguhnya aku sangat shock sekali.
“Kamu fikir aku
tidak tahu apa kalau kamu suka kapada Yumi ?”, tanya remaja berkulit sawo
matang ini.
“Ah, jangan bicara
yang tidak tidak deh”
“Aku serius Ger,
aku sudah tahu semuanya”
“Baiklah aku akui,
aku memang suka kepadanya, tapi... kau tahu dari siapa ?”
“Untuk masalah itu
maaf saja, aku tak bisa memberi tahunya untuk saat ini. Semoga sukses ya Ger
dengan hubunganmu bersama Yumi, hehe. Aku pergi dulu ya, mau ke kantin”
Kulihat Indra meninggalkanku dengan
menyisakan sejuta pertanyaan di hati. Entah darimana ia mengetahui tentang hal
ini, dan yang pasti aku harus menemukan jawabannya.
****
Tanggal 26 April, itu yang kuingat
saat melihat tanggal di kalender meja belajarku. Hmm... sampai saat ini pun
hubunganku dengan Yumi hampir berantakan. Kami berdua sudah tidak pernah lagi
saling bicara. Padahal setiap hari aku mencari kesempatan agar aku bisa
berbicara berdua dengannya tapi ia tak menghiraukannya.
Setiap aku memulai sms dia pun, tak
pernah dijawab olehnya. Entah apa yang salahku, apa karena aku menyukainya ia
menjadi marah dan kesal terhadapku ? sesungguhnya itu bukan sebuah alasan logis
bagiku.
****
Mei 2010
Hari ini kujalani seperti hari-hari
sebelumnya. Sekolah dengan tujuan mencari ilmu agar sukses kedepannya. Seperti
saat ini, saat pelajaran PKn, bu Nina memberikan setumpuk tugas yang harus
dikerjakan saat ini juga. Maka karena itu kelasku dibagi menjadi beberapa
kelompok agar pekerjaan ini menjadi lebih mudah.
Ternyata hal tak terduga terjadi,
entah bagaimana awalnya aku dapat satu kelompok dengan Yumi. Tentu saja ini
membuatku senang, tapi ternyata kesenangan itu tak berlangsung lama.
“Ternyata kita satu
kelompok ya Yumi”, sapaku dengan sangat ramah.
“Terus kenapa ada
masalah ?”, tanya Yumi dengan nada jengkel dan wajah kesal.
“Enggak sih tapi
ya...”
“Ya udah, jangan
banyak bicara deh. Ga usah banyak basa-basi ! cepet kita semua kerjakan tugas
yang disuruh bu Nina. Kalau tidak selesai kalian juga kan yang rugi !”
Nada bicaranya
sungguh tinggi, entah karena apa ia melakukannya. Apakah karena ada aku
diantara 4 orang yang lainnya ini ? setahuku dia bukan tipe orang yang mudah
emosi.
****
Akhirnya
kegiatan sekolah dapat berakhir hari ini. Tapi ini belum selesai, aku masih
harus mengikuti ekskul yang sudah tak asing lagi, yaitu Teater. Kulihat sudah
banyak orang yang mendatangi ruangan ini, termasuk Citra.
“Hey Citra !”, sapaku
“Eh Gery, kemana saja kamu ?”
“Ya engga kamana-mana lah, aku
kan masih ada disini hehe”
“Ah dasar kamu, oh iya bagaimana
hubunganmu dengan Yumi ?”
“Ssst kalau mau bicara tentang
dia jangan disini dong, nanti kalau dia dengar ini bagaimana ? untung saja sih
dia belum datang”
“Iya deh, maaf. Nanti pulang
teater kamu cerita ya”
“Oke deh, siap !”, ucapku sambil
mengakhiri pembicaraan singkat kami.
****
Kegiatan teater selesai dengan
singatnya. Waktu benar-benar tak terasa ketika aku berada di dalam ruangan
tadi. Tapi aku tidak bertemu dengan Citra padahal rencananya saat ini aku akan
bercerita tentang sikap Yumi yang sudah berbeda terhadapku.
Ternyata Yumi belum pulang. Saat aku
hendak keluar gerbang, aku melihatnya sedang menunggu seseorang, mungkin sedang
menunggu kakaknya untuk menjemput dia. Tanpa basa-basi aku mendekat ke arahnya
dan mengajaknya berbincang.
“Hei Yumi, belum
pulang ?”
“Belum”, jawabnya
singkat tanpa memperlihatkan wajahnya dihadapanku.
“Oh iya, untuk
tugas PKn tadi, siapa yang akan membuat makalahnya ?”
“Apa kamu tidak
mendengar saat aku bilang di kelas tadi ?”, ia balik bertanya dengan nada
tinggi.
“Maaf, mungkin
tadi aku tidak mendengarnya”
“Salah sendiri
kamu tidak mendengar perkataanku, sebaiknya kau tanya pada orang lain
dikelompok kita, aku malas jika harus mengulang kata-kata yang sudah kuucapkan
sebelumnya”, aku dapat mendengar jelas bagaimana ia mengutarakan kalimat itu
dengan nada yang kesal
****
Juli 2010
Semakin lama ternyata hubunganku
dengan Yumi semakin tidak baik. Kami benar-benar tidak pernah berkomunikasi
lagi sejak dua bulan lalu padahal saat itu kami berada dalam satu kelas yang
sama. Tapi hari ini adalah hari pembagian rapor kami selama satu tahun
kebelakang. Sepertinya kecil kemungkinan bahwa aku akan sekelas lagi dengan
Yumi. Aku ingin mencoba mengajaknya berbicara, rasanya sudah lama sekali aku
tidak ngobrol dengannya.
“Hei Yumi,
bagaimana rapormu bagus ?”, tanyaku ramah.
“Bukan urusan kamu
kan ?”
“Maaf, aku kan
hanya ingin tahu saja, oh iya kau ada di kelas XII apa nanti ?”
“Itu juga bukan urusanmu
! yang jelas aku tidak akan lagi satu kelas lagi denganmu ! ngerti kan ?”, kini
dia benar-benar marah.
****
Apa Yumi masih menganggapku sebagai
teman ? sepertinya tidak, ia benar-benar sudah benci padaku. Aku sendiri juga
heran, apa sih yang membuat dia seperti ini ? aku rasa aku tak pernah
membuatnya kesal. Jangankan membuat kesal, ngobrol saja jarang sekali.
Oh
iya ada satu lagi yang membuatku bingung, darimana Indra tahu bahwa aku
menyukai Yumi ? apa dari Citra ? rasanya tak mungkin. Aku tahu bahwa Citra
adalah orang yang bisa menjaga rahasia orang.
****
bersambung.....
No comments:
Post a Comment