Saturday, February 11, 2012

Penantian.... (Part 2)


Saya kembali dengan cerita yang galauuu hahaha :D ini part 2 nya nih, silahkan baca ya ... :) mungkin bisa dibilang cerita ini udah selesai, tapi... aku bikin cerita baru yang masih ada hubungannya dengan cerita ini, so... enjoy with my story :D




September 2010
            Aku bergegas dari ruangan tempatku latihan teater --ekstraulikuler yang aku ikuti-- menuju gerbang sekolah untuk segera pulang dan istirahat setelah 3 jam aku tidak keluar dari ruangan seni itu. Ya, aku adalah pencinta seni teater dan setiap hari Jum’at dan Sabtu aku mengikuti kegiatan ini setelah semua jam pelajaran berakhir.
            Jam 5 sore, itulah waktu yang kuingat saat mengakhiri kegiatan teater ini. Tapi untuk memastikannya lagi, kulihat jam tangan yang ada di lengan kiriku ini. Lho, kemana jam tanganku ? bukankah hari ini aku memakainya ? apa tertinggal diruang teater ? sepertinya iya.
            Masih dengan seragam putih abu-abu ini, aku segera balik arah menuju ruang teater untuk mengambil jam tangan tersebut. Aku yakin disana pasti sudah tidak ada orang, karena yang kuingat saat ku keluar dari ruangan itu hanya ada aku dan kedua temanku yang lain, yaitu Dika dan Indra dan kuyakin mereka berdua pasti sudah pulang.
            Ternyata dugaanku salah, saat ku kembali ke ruang teater ini masih ada salah satu temanku, Yumi.
“Kau belum pulang Yumi ?”, tanyaku sopan.
Dia tak menjawab pertanyaanku dan segera keluar dari ruangan ini menuju ke gerbang sekolah dengan wajah yang sedikit jengkel. Ada apa dengan dia ? Pasti gara-gara masalah itu. Sejak 6 bulan yang lalu, sikapnya berubah drastis kepadaku. Mungkin aku adalah laki-laki yang sangat dibencinya karena peristiwa 6 bulan yang lalu. Peristiwa yang membuat hidup kami berdua berubah.
“Tunggu Yumi !”, aku memanggilnya untuk mengatakan sesuatu padanya.
“Apa sih ? kamu itu bisanya ganggu orang aja ya ? aku buru-buru nih !”
“Yumi, ada hal yang ingin aku bicarakan padamu”
“Apa itu ? aku beri kamu waktu 5 menit, cepat katakan !”
“Apa ? 5 menit ?”
“4 menit...”
“Baiklah, dengar Yumi. Sepertinya kamu tahu masalahnya. Berbulan-bulan yang lalu saat kau ulang tahun aku mengungkapkan perasaanku bahwa aku cinta padamu. Tapi saat itu juga sikapmu dengan perlahan semakin lama semakin berubah bahkan terkesan membenciku. Ada apa sebenarnya ?”
“3 menit...”
“Yumi, aku serius. Cepat jawab !”
“Apa perlu jawaban ?”, tanyanya sinis.
“Tentu, aku butuh jawaban logis !”
“Aku benci kamu ! ngerti ? itu logis kan ?”
“Itu bukan alasan logis. Apa yang membuatmu membenci aku ?”
“Fikir sendiri ! maaf waktumu tinggal 2 menit”
“Tolong Yumi, beritahu aku dengan cara apa agar kamu berubah seperti dulu lagi ?”
“Ga ada, aku sudah terlanjur membencimu, maaf aku tak punya waktu lagi. Aku harus pergi”
Yumi bergegas meninggalkanku saat itu, tapi aku tak bisa membiarkannya pergi begitu saja. Aku mengejar Yumi, memegang tangannya dengan erat tapi ia segera melepaskannya, seakan aku ini benar benar tidak diinginkan dihidupnya.
“Kamu itu apa sih maunya ?”, Yumi benar-benar marah.
“Tolong Yumi, jangan seperti ini. Ini bukan Yumi yang aku kenal. Yumi yang aku kenal bukan orang seperti ini. Yumi yang dulu bukan orang yang pemarah, bukan orang yang pendendam. Tapi kenapa ? kenapa kamu jadi seperti ini ? apa karena aku cinta sama kamu membuatmu seperti ini ? Apa sih salahku ? sampai sampai kau jadi begini, padahal kita kan masih bisa jadi teman Yumi...”
Yumi terdiam sejenak, ia memikirkan matang-matang maksud pembicaraanku tadi.
“Kamu ga tahu apa maksud aku sebenarnya”, kini nada bicara Yumi lebih pelan dan lembut.
“Memang apa maksud sikap kamu dari semua ini ?”
“Jangan difikirkan !”, Yumi mulai meluapkan amarahnya lagi.
“Tolong Yumi, apa yang bisa aku lakukan agar kita bisa berteman seperti dulu lagi ?”
“Aku punya satu permintaan. Jika kau bisa mengabulkan permintaanku maka kita bisa berteman seperti dulu lagi !”
“Apa permintaanmu itu ? katakan. Aku pasti akan melakukannya”
“Kau yakin ?”, tanyanya sinis.
“Tentu, cepat katakan”
“Aku ingin besok malam kau membuat serangkai lilin-lilin yang tentunya menyala di lapangan sekolah ini dengan membentuk kata MAAF !. Dan tentunya kata MAAF itu berukuran besar yang bisa dilihat indah dari lantai 2, bagaimana ?”
“Hmm... Baiklah aku setuju”
“Aku harap kamu bisa menepati janji kamu. Jam 7 malam aku akan datang ke sekolah ini untuk melihat sejauh mana kau memegang janjimu itu”
****
            Esok paginya aku mengajak Citra untuk mendiskusikan tantangan Yumi kemarin di sebuah cafe dekat sekolah kami. Tentunya aku menceritakan sedetail mungkin apa yang terjadi kemarin antara aku dan Yumi.
“Jadi...bagaimana menurutmu Citra ? apa aku harus menjalankan perintahnya ?”
“Hmm... gimana ya ? aku takut dia itu hanya mempermainkan kamu saja Ger”, ucap Citra sambil meminum capucino hangatnya.
“Tapi aku rasa dia serius kok”
“Apa iya ? sekarang gini ya, sikap dia itu benar-benar sangat berubah kan ke kamu ? nah apa mungkin dengan semudah itunya dia memberikan tantangan tersebut dan segera memaafkan kamu jika kamu berhasil melakukannya ? padahal sebenarnya dia itu sedang berada di tahap puncak tidak ingin kenal dengan kamu lagi Ger”
“Aku ingin hubungan kita menjadi baik lagi Citra. Aku ga peduli tentang sikap dia yang kemarin kemarin Cit. Yang jelas aku ingin dia bisa berteman baik denganku lagi seperti dulu.”
“Kau sudah benar-benar cinta ya ?”
“Ini bukan masalah cinta atau tidaknya Cit. Yang aku fikirkan saat ini, aku tidak ingin dibenci orang. Itu saja... Aku ingat betul dulu saat hubungan aku dan Yumi sedang baik-baiknya, kita sering pulang bersamanya, hujan-hujanan bersama, aku juga sering mengantarkannya ke rumah sakit saat ibunya dirawat disana. Canda dan juga tawa benar-benar selalu ada diantara kita, tapi sekarang...ah sudahlah lupakan ! aku terlalu terbawa suasana”
“Itu sih sama aja kalau kamu benar-benar cinta sama dia. Ya sudah Gery, aku yakin keputusanmu adalah keputusan yang tepat karena aku tahu kamu tak pernah salah membuat keputusan. Aku mendukungmu Ger ! berjuang !”, Citra benar-benar menghiburku.
****
            Waktu menunjukan pukul 5 sore. Aku sudah membeli lilin sebanyak-banyaknya untuk melakukan tantangan dari Yumi nanti malam. Semoga Yumi bisa menepati janjinya.
            Singkat cerita aku sudah berada di sekolah. Disana sepi, tidak ada siapa pun. Saat berada di lapangan, aku mulai menyiapkan perlengkapanku untuk membuat kata MAAF dari lilin-lilin yang kubeli tadi.
            Satu persatu lilin mulai ku rangkai untuk membentuk kata yang diinginkan Yumi. Memang tidak mudah, tapi aku lakukan ini demi Yumi. Aku berharap agar hubunganku dengan Yumi bisa berjalan dengan baik seperti dulu lagi, meskipun hanya sebagai teman.
            Terkadang tanganku mengenai api yang sudah menyala dililin itu. Benar-benar pekerjaan yang membutuhkan kesabaran.
            Kulihat layar handphoneku, sudah menunjukan jam 7 malam. Semua rangkaian lilin sudah kubentuk menjadi kata MAAF. Untuk memastikannya, aku berlari ke lantai dua agar bisa melihat hasil pekerjaanku ini.
            Aku terdiam melihat cahaya lilin yang mulai berkobar ini, sangat indah. Di malam yang dingin ini dapat kurasakan kehangatan jika melihat lilin-lilin tersebut. Aku harap Yumi menyukainya dan menghargai apa yang telah aku kerjakan selama ini.
            Pukul 07.25, mengapa Yumi belum datang ? ia kan berjanji akan datang saat jam 7 tadi. Apa dia memang sengaja tak datang ? ah tidak mungkin, dia pasti akan menepati janjinya.
****
            Aku mulai mengantuk karena lelah menunggu. Bagaimana tidak ? sekarang sudah jam 9 malam, tapi Yumi belum menampakan dirinya. Kemana dia ? jangan-jangan yang Citra katakan benar bahwa Yumi tidak serius memberi tantangan ini.
            Kulihat lilin-lilin yang sudah ku rangkai tadi mulai meleleh. Cahayanya pun semakin lama semakin meredup. Sepertinya hanya dengan hitungan menit lilin-lilin ini akan padam. Yumi, dimana kamu ? apa benar bahwa kamu tidak akan kemari ?
            Untuk memastikannya, aku menelepon Yumi agar aku tahu bagaimana sebenarnya apa yang dia mau.
“Halo Yumi ?”
“Ya, ada apa ?”
“Yumi kamu dimana ? apa kamu lupa dengan janjimu ?”
“Bukan urusan kamu kan ?”
            Apa bukan urusanku katanya ? tentu ini urusanku kan ? dialah yang membuat aku berada disini tapi dia juga yang tak menepati janjinya. Kurasakan air mulai menetes dari langit, sepertinya akan turun hujan. Tapi aku tetap berada dilapangan ini dan tidak beranjak kemana-mana.
“Yumi, aku butuh kepastian kamu. Kamu akan datang kesini atau tidak ?”
“Sudah kubilang ini bukan urusanmu !”, nada bicaranya mulai meninggi.
“YUMI !! dengar !”, aku mulai emosi, padahal aku bukanlah tipe orang seperti ini. “Aku sudah menunggumu sejak pukul 5 sore. Dan sekarang sudah pukul 9 malam. Aku sudah menepati janjiku untuk datang ke lapangan sekolah dan membuat lilin-lilin yang membentuk kata MAAF. Tapi dimana kamu sekarang ? bukankah kamu yang membuat aku berada disini ?”
“Apa benar kamu ada disana ? hah, bisa saja kan kamu pura-pura berkata seperti itu padahal sebenarnya kamu sedang bersantai dirumah, iya kan ?”
“Dengar Yumi, aku bukan tipe orang yang semudah itu mengingkari janji ! aku benar-benar ada disini, di lapangan sekolah. Tapi dengan kejadian ini aku tahu bahwa kamu memang dari awal berniat memainkan perasaanku !”
“Akhirnya kamu tahu kan maksud aku yang sebenarnya...”
            Aku terlanjur emosi, tidak sempat mendengar perkataan Yumi yang selanjutnya. Aku benar-benar emosi terhadapnya dan secara tak sadar aku melemparkan handphoneku entah kemana, padahal saat itu pembicaraanku dengan Yumi belum diputus.
            Hujan yang kurasakan semakin deras dan semakin membasahi tubuhku. Lilin-lilin yang tadi kurangkai mulai padam karena tersiram air hujan. Saking kesalnya aku menghancurkan susunan lilin-lilin itu dengan tangan dan kakiku.
            Semuanya berantakan. Semua lilin sudah berceceran entah kemana, ada juga yang sudah benar-benar meleleh tanpa sisa. Aku berteriak sekencang-kencangnya untuk meluapkan amarahku “Aaaarggggghhhhhhh !!!!! aku benci kamu Yumi !”
            Hujan benar-benar deras dan aku tetap berada di lapangan ini. Suara petir pun mulai menggelegar dengan dahsyatnya. Amarah yang kurasakan kukeluarkan melalui teriakan yang tidak jelas artinya. Aku benci kamu Yumi ! sangat benci ! ternyata kau hanya ingin memainkan perasaanku saja.
            Kini tubuhku benar-benar basah kuyup tapi aku belum beranjak dari tempat ini. Entahlah, sepertinya air hujan ini bisa sedikit membantu melunturkan rasa amarahku terhadap Yumi.
“YUMI !!! aku benci kamu ! aku benci kamu melebihi kamu membenci aku ! Arrrrgggghhhh ! kamu adalah wanita yang paling tidak kusuka di dunia ini, aku tidak akan pernah mau mengenalmu lagi !”
            Ku rasakan air bening mulai menetes dari mataku bercampur dengan air hujan yang masih belum berhenti. Ini adalah air mata penyesalanku untuk Yumi. Aku menyesal telah mencintainya. Aku menyesal telah berusaha meminta maaf kepadanya. Aku sangat menyesal pernah mengenal dia di hidupku !
            Semua yang telah kulakukan selama ini ternyata tidak pernah berarti apa-apa dimatanya. Dia tidak pernah memikirkan perasaanku. Dia tidak pernah menghargai semua pengorbananku.
            Aku akan melupakannya, harus melupakannya...
****

No comments:

Post a Comment