Saya kembali dengan cerita yang galauuu hahaha :D ini part 2 nya nih, silahkan baca ya ... :) mungkin bisa dibilang cerita ini udah selesai, tapi... aku bikin cerita baru yang masih ada hubungannya dengan cerita ini, so... enjoy with my story :D
September 2010
September 2010
Aku bergegas dari ruangan
tempatku latihan teater --ekstraulikuler yang aku ikuti-- menuju gerbang
sekolah untuk segera pulang dan istirahat setelah 3 jam aku tidak keluar dari
ruangan seni itu. Ya, aku adalah pencinta seni teater dan setiap hari Jum’at
dan Sabtu aku mengikuti kegiatan ini setelah semua jam pelajaran berakhir.
Jam 5 sore, itulah waktu yang
kuingat saat mengakhiri kegiatan teater ini. Tapi untuk memastikannya lagi,
kulihat jam tangan yang ada di lengan kiriku ini. Lho, kemana jam tanganku ?
bukankah hari ini aku memakainya ? apa tertinggal diruang teater ? sepertinya
iya.
Masih dengan seragam putih abu-abu
ini, aku segera balik arah menuju ruang teater untuk mengambil jam tangan
tersebut. Aku yakin disana pasti sudah tidak ada orang, karena yang kuingat
saat ku keluar dari ruangan itu hanya ada aku dan kedua temanku yang lain,
yaitu Dika dan Indra dan kuyakin mereka berdua pasti sudah pulang.
Ternyata dugaanku salah, saat ku
kembali ke ruang teater ini masih ada salah satu temanku, Yumi.
“Kau
belum pulang Yumi ?”, tanyaku sopan.
Dia tak menjawab pertanyaanku
dan segera keluar dari ruangan ini menuju ke gerbang sekolah dengan wajah yang
sedikit jengkel. Ada apa dengan dia ? Pasti gara-gara masalah itu. Sejak 6
bulan yang lalu, sikapnya berubah drastis kepadaku. Mungkin aku adalah
laki-laki yang sangat dibencinya karena peristiwa 6 bulan yang lalu. Peristiwa
yang membuat hidup kami berdua berubah.
“Tunggu
Yumi !”, aku memanggilnya untuk mengatakan sesuatu padanya.
“Apa
sih ? kamu itu bisanya ganggu orang aja ya ? aku buru-buru nih !”
“Yumi,
ada hal yang ingin aku bicarakan padamu”
“Apa
itu ? aku beri kamu waktu 5 menit, cepat katakan !”
“Apa ?
5 menit ?”
“4
menit...”
“Baiklah,
dengar Yumi. Sepertinya kamu tahu masalahnya. Berbulan-bulan yang lalu saat kau
ulang tahun aku mengungkapkan perasaanku bahwa aku cinta padamu. Tapi saat itu
juga sikapmu dengan perlahan semakin lama semakin berubah bahkan terkesan
membenciku. Ada apa sebenarnya ?”
“3
menit...”
“Yumi,
aku serius. Cepat jawab !”
“Apa
perlu jawaban ?”, tanyanya sinis.
“Tentu,
aku butuh jawaban logis !”
“Aku
benci kamu ! ngerti ? itu logis kan ?”
“Itu
bukan alasan logis. Apa yang membuatmu membenci aku ?”
“Fikir
sendiri ! maaf waktumu tinggal 2 menit”
“Tolong
Yumi, beritahu aku dengan cara apa agar kamu berubah seperti dulu lagi ?”
“Ga
ada, aku sudah terlanjur membencimu, maaf aku tak punya waktu lagi. Aku harus
pergi”
Yumi bergegas meninggalkanku
saat itu, tapi aku tak bisa membiarkannya pergi begitu saja. Aku mengejar Yumi,
memegang tangannya dengan erat tapi ia segera melepaskannya, seakan aku ini
benar benar tidak diinginkan dihidupnya.
“Kamu
itu apa sih maunya ?”, Yumi benar-benar marah.
“Tolong
Yumi, jangan seperti ini. Ini bukan Yumi yang aku kenal. Yumi yang aku kenal bukan
orang seperti ini. Yumi yang dulu bukan orang yang pemarah, bukan orang yang
pendendam. Tapi kenapa ? kenapa kamu jadi seperti ini ? apa karena aku cinta
sama kamu membuatmu seperti ini ? Apa sih salahku ? sampai sampai kau jadi
begini, padahal kita kan masih bisa jadi teman Yumi...”
Yumi
terdiam sejenak, ia memikirkan matang-matang maksud pembicaraanku tadi.
“Kamu
ga tahu apa maksud aku sebenarnya”, kini nada bicara Yumi lebih pelan dan
lembut.
“Memang
apa maksud sikap kamu dari semua ini ?”
“Jangan
difikirkan !”, Yumi mulai meluapkan amarahnya lagi.
“Tolong
Yumi, apa yang bisa aku lakukan agar kita bisa berteman seperti dulu lagi ?”
“Aku
punya satu permintaan. Jika kau bisa mengabulkan permintaanku maka kita bisa
berteman seperti dulu lagi !”
“Apa
permintaanmu itu ? katakan. Aku pasti akan melakukannya”
“Kau
yakin ?”, tanyanya sinis.
“Tentu,
cepat katakan”
“Aku
ingin besok malam kau membuat serangkai lilin-lilin yang tentunya menyala di
lapangan sekolah ini dengan membentuk kata MAAF !. Dan tentunya kata MAAF itu
berukuran besar yang bisa dilihat indah dari lantai 2, bagaimana ?”
“Hmm...
Baiklah aku setuju”
“Aku
harap kamu bisa menepati janji kamu. Jam 7 malam aku akan datang ke sekolah ini
untuk melihat sejauh mana kau memegang janjimu itu”
****
Esok paginya aku mengajak Citra
untuk mendiskusikan tantangan Yumi kemarin di sebuah cafe dekat sekolah kami.
Tentunya aku menceritakan sedetail mungkin apa yang terjadi kemarin antara aku
dan Yumi.
“Jadi...bagaimana
menurutmu Citra ? apa aku harus menjalankan perintahnya ?”
“Hmm...
gimana ya ? aku takut dia itu hanya mempermainkan kamu saja Ger”, ucap Citra
sambil meminum capucino hangatnya.
“Tapi
aku rasa dia serius kok”
“Apa
iya ? sekarang gini ya, sikap dia itu benar-benar sangat berubah kan ke kamu ?
nah apa mungkin dengan semudah itunya dia memberikan tantangan tersebut dan
segera memaafkan kamu jika kamu berhasil melakukannya ? padahal sebenarnya dia
itu sedang berada di tahap puncak tidak ingin kenal dengan kamu lagi Ger”
“Aku
ingin hubungan kita menjadi baik lagi Citra. Aku ga peduli tentang sikap dia yang
kemarin kemarin Cit. Yang jelas aku ingin dia bisa berteman baik denganku lagi
seperti dulu.”
“Kau
sudah benar-benar cinta ya ?”
“Ini
bukan masalah cinta atau tidaknya Cit. Yang aku fikirkan saat ini, aku tidak
ingin dibenci orang. Itu saja... Aku ingat betul dulu saat hubungan aku dan
Yumi sedang baik-baiknya, kita sering pulang bersamanya, hujan-hujanan bersama,
aku juga sering mengantarkannya ke rumah sakit saat ibunya dirawat disana.
Canda dan juga tawa benar-benar selalu ada diantara kita, tapi sekarang...ah
sudahlah lupakan ! aku terlalu terbawa suasana”
“Itu
sih sama aja kalau kamu benar-benar cinta sama dia. Ya sudah Gery, aku yakin
keputusanmu adalah keputusan yang tepat karena aku tahu kamu tak pernah salah
membuat keputusan. Aku mendukungmu Ger ! berjuang !”, Citra benar-benar
menghiburku.
****
Waktu menunjukan pukul 5 sore. Aku
sudah membeli lilin sebanyak-banyaknya untuk melakukan tantangan dari Yumi
nanti malam. Semoga Yumi bisa menepati janjinya.
Singkat cerita aku sudah berada di
sekolah. Disana sepi, tidak ada siapa pun. Saat berada di lapangan, aku mulai
menyiapkan perlengkapanku untuk membuat kata MAAF dari lilin-lilin yang kubeli
tadi.
Satu persatu lilin mulai ku rangkai
untuk membentuk kata yang diinginkan Yumi. Memang tidak mudah, tapi aku lakukan
ini demi Yumi. Aku berharap agar hubunganku dengan Yumi bisa berjalan dengan
baik seperti dulu lagi, meskipun hanya sebagai teman.
Terkadang tanganku mengenai api yang
sudah menyala dililin itu. Benar-benar pekerjaan yang membutuhkan kesabaran.
Kulihat layar handphoneku, sudah
menunjukan jam 7 malam. Semua rangkaian lilin sudah kubentuk menjadi kata MAAF.
Untuk memastikannya, aku berlari ke lantai dua agar bisa melihat hasil
pekerjaanku ini.
Aku terdiam melihat cahaya lilin
yang mulai berkobar ini, sangat indah. Di malam yang dingin ini dapat kurasakan
kehangatan jika melihat lilin-lilin tersebut. Aku harap Yumi menyukainya dan
menghargai apa yang telah aku kerjakan selama ini.
Pukul 07.25, mengapa Yumi belum
datang ? ia kan berjanji akan datang saat jam 7 tadi. Apa dia memang sengaja
tak datang ? ah tidak mungkin, dia pasti akan menepati janjinya.
****
Aku mulai mengantuk karena lelah
menunggu. Bagaimana tidak ? sekarang sudah jam 9 malam, tapi Yumi belum
menampakan dirinya. Kemana dia ? jangan-jangan yang Citra katakan benar bahwa
Yumi tidak serius memberi tantangan ini.
Kulihat lilin-lilin yang sudah ku rangkai
tadi mulai meleleh. Cahayanya pun semakin lama semakin meredup. Sepertinya
hanya dengan hitungan menit lilin-lilin ini akan padam. Yumi, dimana kamu ? apa
benar bahwa kamu tidak akan kemari ?
Untuk memastikannya, aku menelepon
Yumi agar aku tahu bagaimana sebenarnya apa yang dia mau.
“Halo
Yumi ?”
“Ya,
ada apa ?”
“Yumi
kamu dimana ? apa kamu lupa dengan janjimu ?”
“Bukan
urusan kamu kan ?”
Apa bukan urusanku katanya ? tentu
ini urusanku kan ? dialah yang membuat aku berada disini tapi dia juga yang tak
menepati janjinya. Kurasakan air mulai menetes dari langit, sepertinya akan
turun hujan. Tapi aku tetap berada dilapangan ini dan tidak beranjak
kemana-mana.
“Yumi,
aku butuh kepastian kamu. Kamu akan datang kesini atau tidak ?”
“Sudah
kubilang ini bukan urusanmu !”, nada bicaranya mulai meninggi.
“YUMI
!! dengar !”, aku mulai emosi, padahal aku bukanlah tipe orang seperti ini.
“Aku sudah menunggumu sejak pukul 5 sore. Dan sekarang sudah pukul 9 malam. Aku
sudah menepati janjiku untuk datang ke lapangan sekolah dan membuat lilin-lilin
yang membentuk kata MAAF. Tapi dimana kamu sekarang ? bukankah kamu yang
membuat aku berada disini ?”
“Apa
benar kamu ada disana ? hah, bisa saja kan kamu pura-pura berkata seperti itu
padahal sebenarnya kamu sedang bersantai dirumah, iya kan ?”
“Dengar
Yumi, aku bukan tipe orang yang semudah itu mengingkari janji ! aku benar-benar
ada disini, di lapangan sekolah. Tapi dengan kejadian ini aku tahu bahwa kamu
memang dari awal berniat memainkan perasaanku !”
“Akhirnya
kamu tahu kan maksud aku yang sebenarnya...”
Aku terlanjur emosi, tidak sempat
mendengar perkataan Yumi yang selanjutnya. Aku benar-benar emosi terhadapnya
dan secara tak sadar aku melemparkan handphoneku entah kemana, padahal saat itu
pembicaraanku dengan Yumi belum diputus.
Hujan yang kurasakan semakin deras
dan semakin membasahi tubuhku. Lilin-lilin yang tadi kurangkai mulai padam
karena tersiram air hujan. Saking kesalnya aku menghancurkan susunan
lilin-lilin itu dengan tangan dan kakiku.
Semuanya berantakan. Semua lilin
sudah berceceran entah kemana, ada juga yang sudah benar-benar meleleh tanpa
sisa. Aku berteriak sekencang-kencangnya untuk meluapkan amarahku
“Aaaarggggghhhhhhh !!!!! aku benci kamu Yumi !”
Hujan benar-benar deras dan aku
tetap berada di lapangan ini. Suara petir pun mulai menggelegar dengan
dahsyatnya. Amarah yang kurasakan kukeluarkan melalui teriakan yang tidak jelas
artinya. Aku benci kamu Yumi ! sangat benci ! ternyata kau hanya ingin
memainkan perasaanku saja.
Kini tubuhku benar-benar basah kuyup
tapi aku belum beranjak dari tempat ini. Entahlah, sepertinya air hujan ini
bisa sedikit membantu melunturkan rasa amarahku terhadap Yumi.
“YUMI
!!! aku benci kamu ! aku benci kamu melebihi kamu membenci aku ! Arrrrgggghhhh
! kamu adalah wanita yang paling tidak kusuka di dunia ini, aku tidak akan
pernah mau mengenalmu lagi !”
Ku rasakan air bening mulai menetes
dari mataku bercampur dengan air hujan yang masih belum berhenti. Ini adalah
air mata penyesalanku untuk Yumi. Aku menyesal telah mencintainya. Aku menyesal
telah berusaha meminta maaf kepadanya. Aku sangat menyesal pernah mengenal dia
di hidupku !
Semua yang telah kulakukan selama
ini ternyata tidak pernah berarti apa-apa dimatanya. Dia tidak pernah
memikirkan perasaanku. Dia tidak pernah menghargai semua pengorbananku.
Aku akan melupakannya, harus
melupakannya...
****
No comments:
Post a Comment