Silahkan yang suka baca cerpen, baca ini ya :) mohon kritik dan sarannya ;)
Aku terdiam di teras rumahku. Hanya duduk memandangi indahnya bulan purnama yang menjadi saksi hancurnya hatiku. Tumbuhan hijau dan satu pohon besar didepan mataku juga tahu betapa sedihnya aku saat ini.
Daniel, mengapa kau tega membuatku
seperti ini ? dua bulan kita jalani hubungan ini, tapi mengapa tiba-tiba kau
memutuskan hubungan kita secara sepihak ? Aku ingat betul sms mu yang kuterima
30 menit yang lalu Maaf Na, aku sudah
tidak bisa menjalani kisah ini lebih lama lagi. Tolong jangan hubungi atau mengingatku
lagi. Aku rasa hubungan kita cukup sampai disini. Jangan tanya mengapa ataupun
yang lainnya. Sekali lagi maaf.
Kenapa
Nil kenapa ? padahal aku merasa kau adalah yang terbaik untukku. Tapi kenyataannya
malah begini. Tak kusangka, air mataku sudah menetes sehingga membasahi bajuku.
Seharusnya aku tak perlu menangis seperti ini, dia kan bukan siapa-siapa lagi
bagiku. Tapi air mataku tetap mengalir deras.
****
Dengan seragam putih abu-abu yang ku
kenakan, aku duduk merenung bersama sahabatku, Sinta. Suasana taman sekolah
yang masih sepi ini membuat aku merasa nyaman mencurahkan semua isi hatiku
kepada Sinta, termasuk kejadian malam kemarin yang membuat aku terpuruk.
“Sudahlah Na,
kamu jangan memikirkan hal itu lagi. Aku yakin Daniel punya alasan tertentu
yang membuatnya memutuskan hubungan kalian secara sepihak”
“Alasan tepat
katamu ? dia tidak memberikan penjelasan sama sekali ! sms ku tidak dibalas,
saat aku meneleponnya pun tidak diangkat olehnya”
Sinta tetap memberiku semangat. Ia
memotivasiku agar aku lebih fokus ke pelajaran dibanding urusan cintaku yang
rumit ini. Mungkin dia benar, mengingat beberapa bulan lagi kami akan menempuh
ujian nasional. Tapi aku merasa...
“Sepertinya
seumur hidup aku tidak akan menemukan jodoh yang tepat ya ?”
“Husss, ngomong
apa sih kamu ?”
“Hubunganku
dengan pria lain tidak pernah lebih dari 2 bulan. Dan yang paling lama tentu
saja dengan Daniel. Aku merasa bahwa aku bukan wanita yang bisa menarik
perhatian pria”
“Kamu itu
bicaranya tidak masuk akal Na”
“Mungkin aku
harus berubah”, tiba-tiba saja perkataan itu keluar dari mulutku.
Sahabatku ini tampak heran
menanggapi perkataanku tadi. Ia masih bingung apa sebenarnya yang aku inginkan.
Tapi yang sebenarnya aku inginkan adalah harus ada yang berubah dariku saat
ini, baik secara penampilan maupun sifat.
“Aku akan
berubah”
“Maksud kamu apa
?”
“Aku tidak akan
lagi menjadi Cendana yang dulu, aku akan merubah semuanya”
“Cendana,
sepertinya kamu masih shock dengan masalah ini”
Aku meninggalkan Sinta tanpa
menjawab perkataannya dan segera berlari menuju kelasku. Ada sedikit air mata
yang menetes, aku teringat semua pria yang pernah menjalin hubungan lebih
denganku, tapi semuanya kandas ditengah jalan tanpa alasan yang jelas.
BRUG, secara tak sengaja aku
menabrak seorang pria yang sedang membawa buku. Tentu saja bukunya terjatuh di
lantai koridor. Aku membantunya untuk mengambil buku yang berserakan. Dan suatu
kebetulan terjadi. Tanganku secara tak sengaja menyentuh tangannya saat kami
bersamaan hendak mengambil buku yang berada di lantai. Sesaat kami memandang
satu sama lain.
“Oh, maafkan
aku. Ini salahku yang membaca buku saat berjalan”, aku rasa dia menyesal.
“Tidak apa,
justru ini salahku yang berlari di koridor seperti ini”, tentu saja aku juga
minta maaf.
Di sana kami berbincang-bincang
tentang kecelakaan kecil tadi. Tapi lama kelamaan topik pembicaraan kami semakin
jauh. Mulai dari nama, hobi, sampai suasana kelas kita masing-masing.
Renaldi, itulah namanya. Ia anak
kelas XII-IPS-2. Wajahnya cukup tampan, tinggi, dan sangat cocok untuk diajak
bicara seperti ini. Entahlah, aku merasa sangat nyaman berada didekatnya.
****
Semenjak kejadian itu, hubunganku
dengan Renaldi semakin lama semakin dekat. Setiap hari kami selalu pulang
bersama atau belajar bersama. Canda tawa juga selalu mengisi hari-hari kami.
Renaldi adalah orang yang dapat
membuatku terus tersenyum. Mulai dari tingkahnya yang kocak sampai gurauannya
yang dapat mengocok perutku. Bahkan meskipun dia senang menjahiliku tapi aku
tetap saja dibuat senyum olehnya.
Apa aku menyukainya ? entahlah
meskipun baru seminggu mengenalnya, aku merasa ada sesuatu yang aneh dalam
hatiku. Sebaiknya aku tidak terlalu memikirkan ini dulu. Ayo Cendana, fokus ke
pelajaran !
****
Waktu
istirahat tiba. Aku melihat layar ponselku, ternyata ada sms dari Renaldi !
hihi senangnya. Bisakah aku menemuimu di
kantin ? ada hal yang ingin kubicarakan, itulah isi smsnya. Dengan sigap
aku membalas, Oke, aku akan kesana.
“Ada apa Di
memanggilku kemari ?”, baru saja dia tiba, tapi aku sudah memberinya
pertanyaan.
“Mas, pesan
baksonya ya 2 porsi ! sama es teh manisnya 2 juga !”, begitu duduk ia langsung
memesan makanan.
“Ada perlu apa
kau memanggilku kemari ?”, kuulang pertanyaan ini.
“Lebih baik kita
makan dulu”, jawabnya singkat.
Baiklah, mari
kita makan.
Setelah sepuluh menit, atau lebih
tepatnya saat kami selesai makan, aku mengulang pertanyaan tadi untuk yang
ketiga kalinya. Dan dia menjawab...
“Cendana, apa
malam ini kamu ada acara ?”, dia balik bertanya.
“Tidak, memang
ada apa ?”
“Aku ingin
mengajakmu makan malam”
Aku yang saat
itu sedang meminum es teh manis merasa kaget tentunya, bahkan aku hampir
menumpahkan minuman itu dari mulutku.
“Kau tak apa-apa
Cendana ?”
“Oh, aku ? aku
kenapa ? aku tidak apa-apa kok”, sepertinya aku mulai salah tingkah.
“Sepertinya kau
menyetujui tawaranku. Kalau tidak keberatan malam nanti aku tunggu di Green
Cafe ya. Ada hal penting yang akan aku katakan”
****
Aku lelah, sangat lelah. Setelah
pulang dari sekolah, aku langsung membaringkan diriku di sofa rumahku. Aku
bingung dengan apa yang dikatakan Renaldi tadi, atau jangan-jangan... ah
lupakan !
“Baru pulang kak
? kenapa ga ganti baju dulu ?”, suara adikku ini mengagetkanku.
“Oh kamu Dini.
Kakak sangat lelah nih”
“Ada masalah ya
kak ? kelihatannya ekspresi kakak berbeda hari ini”
“Kamu itu masih
SMP mau tahu aja urusan orang”
Tapi Dini benar-benar bisa merasakan
bagaimana kegundahan hati ini. Ia memaksaku untuk bercerita tentang masalah
yang sedang kuhadapi. Sebenarnya dia teman curhat yang baik, oleh karena itu
aku pun menceritakan semua masalah tentang Renaldi kepada dirinya.
Setelah
adikku ini memberikan nasihat yang panjang lebar kepadaku, aku segera menuju ke
lantai dua untuk ke kamarku dan membaringkan diri di kasur yang nyaman ini. Aku
teringat saran adikku tadi “Kakak jangan
mudah jatuh cinta seperti ini, aku takut kakak malah sakit hati untuk yang
kesekian kalinya hanya gara-gara seorang pria”
Mungkin
apa yang dikatakan adikku ini ada benarnya juga. Sebaiknya aku jangan berharap
lebih tentang sikap Renaldi yang seperti itu dan aku tak mau jika harus sakit
hati untuk yang kesekian kalinya
****
Waktu menunujukan pukul 5 sore.
Sepertinya aku harus bersiap-siap. Tunggu, siap-siap ya ? aku punya satu
penampilan yang akan merubah segalanya dariku. Mungkin aku memang tidak
berharap lebih tentang Renaldi, tapi siapa tahu dengan aku merubah penampilan akan
membuat dia simpati terhadapku.
Aku segera bergegas menuju kamar
mandi. Setelah merasa badanku lebih fresh, aku segera mencari gaun merah
panjang kesukaanku. Rambut yang biasa aku ikat kini kubiarkan terurai dengan
bebas, bahkan aku mencatok rambutku agar lebih lurus.
Bibirku ku poles dengan lipstick
merah, padahal aku jarang memakai lipstick. Saat kulihat cermin, aku melihat diriku
tidak seperti biasanya. Benar-benar Cendana yang baru. Mungkin inilah yang
dimaksud dengan perubahan.
****
2 jam kemudian aku sudah berada di
Green Cafe. Mana Renaldi ? apa dia belum datang ? oh itu dia ! sedang duduk
sendirian. Penampilan dia juga tidak seperti biasanya, lebih tampan pastinya.
“Maaf Renaldi,
sudah menunggu lama ya ?”
“Siapa kamu ?
apa kita saling mengenal ?”
Apa maksudnya ini ? mengapa dia
berbicara seperti itu ? atau aku salah orang ? Ah tidak mungkin ! sepertinya
dia hanya bercanda.
“Kamu itu kenapa
sih ? aku Cendana Di”
“Cendana ?
jangan bergurau, kau bukan Cendana yang aku kenal”
“Maksud kamu ?
ayolah Di, aku ini Cendana. Murid kelas XII-IPA-3 di SMA Bakti Mandiri”
Renaldi terdiam. Ia melihat diriku
dari ujung rambut sampai ujung kepala. Setelah itu ia menggelengkan kepalanya,
entah apa maksudnya.
“Untuk apa kamu
berdandan berlebihan seperti ini ?”
Aku duduk tepat
menghadap ke wajahnya, terlihat sekali bagaimana ekspresinya cukup tidak senang
dengan penampilanku.
“Renaldi, apa yang
ingin kamu katakan kepadaku ?”
“Jawab dulu
pertanyaanku tadi”
“Pertanyaan yang
mana ? maksudmu pertanyaan tentang penampilanku yang berubah seperti ini ?
ayolah Di, aku seorang wanita. Wajar kan jika aku berubah penampilan untuk saat
ini saja...”
Banyak sekali alasan yang aku
berikan kepadanya. Dia hanya tersenyum, tapi senyumannya tampak dipaksakan. Aku
mengulang pertanyaan yang tadi kuberikan, dan dia menjawab...
“Aku mencintaimu
Cendana”
Oh, jantungku berdetak lebih cepat.
Aku sudah menyangka ia akan mengatakan hal ini. Aku senang, sangat senang
karena sesungguhnya aku juga menyukai dirinya.
“Aku... aku...”,
gugup, itulah yang kurasakan.
“Kamu tak perlu
menjawab Cendana”
“Tidak, tidak.
Aku harus menjawabnya, karena aku...”
“Stop Cendana !
jangan katakan apapun. Mungkin memang benar aku mencintaimu, tapi... aku rasa
aku malah berbalik membencimu”
Apa ? apa maksudnya ? apa dia hanya
ingin memainkan perasaanku ? Tapi ternyata tidak ! ia menjelaskan bahwa
sesungguhnya dia tidak senang dengan penampilanku yang terlalu berlebihan. Ia
lebih senang dengan penampilanku yang sederhana.
“Aku harus
menjelaskannya Di, aku menjadi seperti ini agar aku terlihat menarik di depanmu
! banyak pria yang menjalin hubungan denganku, tapi akhirnya mereka memutuskan
hubungan itu secara sepihak. Aku tidak ingin hal itu terulang lagi Di...”,
tanpa kusadari ternyata air mataku mulai menetes.
Renaldi bangkit dari kursinya, ia
segera keluar dari cafe tersebut. Aku mengejarnya dan menanyakan mengapa
tiba-tiba ia menjadi seperti ini.
“Cendana, kalau
kamu masih mau bertemu aku kembali tolong jadilah diri kamu yang sesungguhnya.
Jadilah Cendana yang apa adanya”
“Tunggu Di,
jangan pergi... aku mohon”
****
Satu bulan berlalu, tidak ada kabar
sama sekali dari Renaldi. Aku jarang bertemunya saat di sekolah. SMSku tidak
pernah dibalas, saat aku meneleponnya, ponselnya tidak pernah aktif. Ini
membuat batinku tersiksa. Jauh lebih tersiksa saat aku kehilangan Daniel.
Ayolah Renaldi, kamu dimana ? aku
rindu kamu. Aku janji akan menjadi Cendana yang dulu, aku janji Di.
Aku bersandar di pohon besar yang
berada di halaman rumahku. Saat ku lihat layar ponselku, ada gambar aku dan
Renaldi saat difoto oleh Sinta di taman sekolah. Aku rindu kamu, sangat rindu.
Rasanya, aku mulai ngantuk. Seluruh
pandanganku kabur, dan mataku kurasakan semakin berat. Aku tertidur di bawah
pohon ini.
****
“Bangun Cendana, ayo bangun”, suara
Sinta membuat mataku terbuka.
Dimana ? aku
dimana ? ini kan ruang UKS sekolah ? mengapa aku bisa berbaring disini ?
“Kamu itu ya
Cendana, kalau jalan itu hati-hati dong”
“Hah ? apa
maksud kamu Sin ?”
“Masa kamu lupa
? saat tadi pagi kita berada di taman sekolah, kamu duluan ke kelas kan ? lalu
kamu bertabrakan dengan Dino dan akhirnya kamu pingsan”
“Apa ? Dino ?
bukan Renaldi ?”
“Renaldi ? siapa
tuh ? aku ga kenal”
Apa ? apa maksudnya Sinta mengatakan
hal itu ? Tentu saja Renaldi yang aku maksud adalah siswa kelas XII-IPS-2. Tapi
tetap saja Sinta tak mengenalnya.
“Aku rasa
dikelas itu tidak ada yang namanya Renaldi deh”
“Berarti itu
hanya mimpi... benar-benar mimpi... Renaldi yang membuat aku sadar akan
kesederhanaanku ternyata mimpi...”
Aku tidak dapat menahan air mataku.
Air mataku mengalir dengan derasnya. Aku sangat rindu Renaldi, tapi aku tidak
akan pernah bertemu dengannya lagi. Ia hanya mimpi.
Aku mengeluarkan ponselku. Aku lihat
kontak yang ada disana. Ternyata memang benar, tidak ada nama Renaldi disana.
Bahkan foto-fotoku bersamanya seperti tidak pernah dilakukan sama sekali, tidak
ada dalam folder “Image” di ponselku.
Tiba-tiba ponsel yang ku genggam
berdering, menandakan ada pesan masuk. Dari siapa ini ? hanya ada nomor tanpa
ada nama yang sebelumnya pernah aku simpan.
Aku terkejut, bahkan tangisanku
makin menjadi ketika melihat isi pesan tersebut.
Inalilahi wainalilahi rojiun, telah berpulang ke Rahmatulah
kawan kita “Daniel Setiawan” di usianya yang masih 18 tahun. Ia meninggal tadi
pagi pukul 08.37 karena penyakit kanker darah. Kita doakan agar arwahnya dapat
diterima disisi-Nya dan semoga keluarganya diberi ketabahan, amin.
Jangan-jangan... semalam Daniel
mengakhiri hubungan kita karena dia tak ingin tahu bahwa usianya sudah tidak
akan lama lagi. Daniel, mengapa kau lakukan itu padaku ? Bahkan aku sama sekali
tidak mengetahui bahwa kau menderita penyakit kanker.
“Cendana,
tenangkan dirimu. Ikhlaskan Daniel, berdoalah agar dia bisa diterima
disisi-Nya”
Sinta
menenangkanku yang sedang menangis sejadi-jadinya, tapi aku masih belum bisa
menghentikan tangisanku. Aku kehilangan dua pria yang sempat mengisi hatiku
sekaligus. Mereka hilang dan tidak akan pernah kembali lagi.
Ponselku terjatuh, tapi aku tak
menyempatkan untuk mengambilnya. Aku masih terhanyut dalam suasana duka. Dan
aku tahu di ponselku ada satu pesan masuk lagi. Aku rasa isinya tak akan jauh
dari pesan yang tadi, jadi aku tidak menghiraukannya...
Jangan sedih Cendana, suatu saat aku akan datang
kembali ke mimpimu. Jangan pernah kamu merasa sendiri :)
Renaldi
****
Good ...
ReplyDeleteKirim ke redaksi mungkin aja di terima kayak aku
aku udah coba ngirim ke majalah story. Tapi belum ada pemberitahuan sampai sekarang :(. kirim kemana lagi atuh ya?
ReplyDelete