Monday, January 30, 2012

Cerita Cinta Cendana



Silahkan yang suka baca cerpen, baca ini ya :) mohon kritik dan sarannya ;)

           
Aku terdiam di teras rumahku. Hanya duduk memandangi indahnya bulan purnama yang menjadi saksi hancurnya hatiku. Tumbuhan hijau dan satu pohon besar didepan mataku juga tahu betapa sedihnya aku saat ini.
            Daniel, mengapa kau tega membuatku seperti ini ? dua bulan kita jalani hubungan ini, tapi mengapa tiba-tiba kau memutuskan hubungan kita secara sepihak ? Aku ingat betul sms mu yang kuterima 30 menit yang lalu Maaf Na, aku sudah tidak bisa menjalani kisah ini lebih lama lagi. Tolong jangan hubungi atau mengingatku lagi. Aku rasa hubungan kita cukup sampai disini. Jangan tanya mengapa ataupun yang lainnya. Sekali lagi maaf.
            Kenapa Nil kenapa ? padahal aku merasa kau adalah yang terbaik untukku. Tapi kenyataannya malah begini. Tak kusangka, air mataku sudah menetes sehingga membasahi bajuku. Seharusnya aku tak perlu menangis seperti ini, dia kan bukan siapa-siapa lagi bagiku. Tapi air mataku tetap mengalir deras.
****
            Dengan seragam putih abu-abu yang ku kenakan, aku duduk merenung bersama sahabatku, Sinta. Suasana taman sekolah yang masih sepi ini membuat aku merasa nyaman mencurahkan semua isi hatiku kepada Sinta, termasuk kejadian malam kemarin yang membuat aku terpuruk.
“Sudahlah Na, kamu jangan memikirkan hal itu lagi. Aku yakin Daniel punya alasan tertentu yang membuatnya memutuskan hubungan kalian secara sepihak”
“Alasan tepat katamu ? dia tidak memberikan penjelasan sama sekali ! sms ku tidak dibalas, saat aku meneleponnya pun tidak diangkat olehnya”
            Sinta tetap memberiku semangat. Ia memotivasiku agar aku lebih fokus ke pelajaran dibanding urusan cintaku yang rumit ini. Mungkin dia benar, mengingat beberapa bulan lagi kami akan menempuh ujian nasional. Tapi aku merasa...
“Sepertinya seumur hidup aku tidak akan menemukan jodoh yang tepat ya ?”
“Husss, ngomong apa sih kamu ?”
“Hubunganku dengan pria lain tidak pernah lebih dari 2 bulan. Dan yang paling lama tentu saja dengan Daniel. Aku merasa bahwa aku bukan wanita yang bisa menarik perhatian pria”
“Kamu itu bicaranya tidak masuk akal Na”
“Mungkin aku harus berubah”, tiba-tiba saja perkataan itu keluar dari mulutku.
            Sahabatku ini tampak heran menanggapi perkataanku tadi. Ia masih bingung apa sebenarnya yang aku inginkan. Tapi yang sebenarnya aku inginkan adalah harus ada yang berubah dariku saat ini, baik secara penampilan maupun sifat.
“Aku akan berubah”
“Maksud kamu apa ?”
“Aku tidak akan lagi menjadi Cendana yang dulu, aku akan merubah semuanya”
“Cendana, sepertinya kamu masih shock dengan masalah ini”
            Aku meninggalkan Sinta tanpa menjawab perkataannya dan segera berlari menuju kelasku. Ada sedikit air mata yang menetes, aku teringat semua pria yang pernah menjalin hubungan lebih denganku, tapi semuanya kandas ditengah jalan tanpa alasan yang jelas.
            BRUG, secara tak sengaja aku menabrak seorang pria yang sedang membawa buku. Tentu saja bukunya terjatuh di lantai koridor. Aku membantunya untuk mengambil buku yang berserakan. Dan suatu kebetulan terjadi. Tanganku secara tak sengaja menyentuh tangannya saat kami bersamaan hendak mengambil buku yang berada di lantai. Sesaat kami memandang satu sama lain.
“Oh, maafkan aku. Ini salahku yang membaca buku saat berjalan”, aku rasa dia menyesal.
“Tidak apa, justru ini salahku yang berlari di koridor seperti ini”, tentu saja aku juga minta maaf.
            Di sana kami berbincang-bincang tentang kecelakaan kecil tadi. Tapi lama kelamaan topik pembicaraan kami semakin jauh. Mulai dari nama, hobi, sampai suasana kelas kita masing-masing.
            Renaldi, itulah namanya. Ia anak kelas XII-IPS-2. Wajahnya cukup tampan, tinggi, dan sangat cocok untuk diajak bicara seperti ini. Entahlah, aku merasa sangat nyaman berada didekatnya.
****
            Semenjak kejadian itu, hubunganku dengan Renaldi semakin lama semakin dekat. Setiap hari kami selalu pulang bersama atau belajar bersama. Canda tawa juga selalu mengisi hari-hari kami.
            Renaldi adalah orang yang dapat membuatku terus tersenyum. Mulai dari tingkahnya yang kocak sampai gurauannya yang dapat mengocok perutku. Bahkan meskipun dia senang menjahiliku tapi aku tetap saja dibuat senyum olehnya.
            Apa aku menyukainya ? entahlah meskipun baru seminggu mengenalnya, aku merasa ada sesuatu yang aneh dalam hatiku. Sebaiknya aku tidak terlalu memikirkan ini dulu. Ayo Cendana, fokus ke pelajaran !
****
            Waktu istirahat tiba. Aku melihat layar ponselku, ternyata ada sms dari Renaldi ! hihi senangnya. Bisakah aku menemuimu di kantin ? ada hal yang ingin kubicarakan, itulah isi smsnya. Dengan sigap aku membalas, Oke, aku akan kesana.
“Ada apa Di memanggilku kemari ?”, baru saja dia tiba, tapi aku sudah memberinya pertanyaan.
“Mas, pesan baksonya ya 2 porsi ! sama es teh manisnya 2 juga !”, begitu duduk ia langsung memesan makanan.
“Ada perlu apa kau memanggilku kemari ?”, kuulang pertanyaan ini.
“Lebih baik kita makan dulu”, jawabnya singkat.
Baiklah, mari kita makan.
            Setelah sepuluh menit, atau lebih tepatnya saat kami selesai makan, aku mengulang pertanyaan tadi untuk yang ketiga kalinya. Dan dia menjawab...
“Cendana, apa malam ini kamu ada acara ?”, dia balik bertanya.
“Tidak, memang ada apa ?”
“Aku ingin mengajakmu makan malam”
Aku yang saat itu sedang meminum es teh manis merasa kaget tentunya, bahkan aku hampir menumpahkan minuman itu dari mulutku.
“Kau tak apa-apa Cendana ?”
“Oh, aku ? aku kenapa ? aku tidak apa-apa kok”, sepertinya aku mulai salah tingkah.
“Sepertinya kau menyetujui tawaranku. Kalau tidak keberatan malam nanti aku tunggu di Green Cafe ya. Ada hal penting yang akan aku katakan”
****
            Aku lelah, sangat lelah. Setelah pulang dari sekolah, aku langsung membaringkan diriku di sofa rumahku. Aku bingung dengan apa yang dikatakan Renaldi tadi, atau jangan-jangan... ah lupakan !
“Baru pulang kak ? kenapa ga ganti baju dulu ?”, suara adikku ini mengagetkanku.
“Oh kamu Dini. Kakak sangat lelah nih”
“Ada masalah ya kak ? kelihatannya ekspresi kakak berbeda hari ini”
“Kamu itu masih SMP mau tahu aja urusan orang”
            Tapi Dini benar-benar bisa merasakan bagaimana kegundahan hati ini. Ia memaksaku untuk bercerita tentang masalah yang sedang kuhadapi. Sebenarnya dia teman curhat yang baik, oleh karena itu aku pun menceritakan semua masalah tentang Renaldi kepada dirinya.
Setelah adikku ini memberikan nasihat yang panjang lebar kepadaku, aku segera menuju ke lantai dua untuk ke kamarku dan membaringkan diri di kasur yang nyaman ini. Aku teringat saran adikku tadi “Kakak jangan mudah jatuh cinta seperti ini, aku takut kakak malah sakit hati untuk yang kesekian kalinya hanya gara-gara seorang pria”
Mungkin apa yang dikatakan adikku ini ada benarnya juga. Sebaiknya aku jangan berharap lebih tentang sikap Renaldi yang seperti itu dan aku tak mau jika harus sakit hati untuk yang kesekian kalinya
****
            Waktu menunujukan pukul 5 sore. Sepertinya aku harus bersiap-siap. Tunggu, siap-siap ya ? aku punya satu penampilan yang akan merubah segalanya dariku. Mungkin aku memang tidak berharap lebih tentang Renaldi, tapi siapa tahu dengan aku merubah penampilan akan membuat dia simpati terhadapku.
            Aku segera bergegas menuju kamar mandi. Setelah merasa badanku lebih fresh, aku segera mencari gaun merah panjang kesukaanku. Rambut yang biasa aku ikat kini kubiarkan terurai dengan bebas, bahkan aku mencatok rambutku agar lebih lurus.
            Bibirku ku poles dengan lipstick merah, padahal aku jarang memakai lipstick. Saat kulihat cermin, aku melihat diriku tidak seperti biasanya. Benar-benar Cendana yang baru. Mungkin inilah yang dimaksud dengan perubahan.
****
            2 jam kemudian aku sudah berada di Green Cafe. Mana Renaldi ? apa dia belum datang ? oh itu dia ! sedang duduk sendirian. Penampilan dia juga tidak seperti biasanya, lebih tampan pastinya.
“Maaf Renaldi, sudah menunggu lama ya ?”
“Siapa kamu ? apa kita saling mengenal ?”
            Apa maksudnya ini ? mengapa dia berbicara seperti itu ? atau aku salah orang ? Ah tidak mungkin ! sepertinya dia hanya bercanda.
“Kamu itu kenapa sih ? aku Cendana Di”
“Cendana ? jangan bergurau, kau bukan Cendana yang aku kenal”
“Maksud kamu ? ayolah Di, aku ini Cendana. Murid kelas XII-IPA-3 di SMA Bakti Mandiri”
            Renaldi terdiam. Ia melihat diriku dari ujung rambut sampai ujung kepala. Setelah itu ia menggelengkan kepalanya, entah apa maksudnya.
“Untuk apa kamu berdandan berlebihan seperti ini ?”
Aku duduk tepat menghadap ke wajahnya, terlihat sekali bagaimana ekspresinya cukup tidak senang dengan penampilanku.
“Renaldi, apa yang ingin kamu katakan kepadaku ?”
“Jawab dulu pertanyaanku tadi”
“Pertanyaan yang mana ? maksudmu pertanyaan tentang penampilanku yang berubah seperti ini ? ayolah Di, aku seorang wanita. Wajar kan jika aku berubah penampilan untuk saat ini saja...”
            Banyak sekali alasan yang aku berikan kepadanya. Dia hanya tersenyum, tapi senyumannya tampak dipaksakan. Aku mengulang pertanyaan yang tadi kuberikan, dan dia menjawab...
“Aku mencintaimu Cendana”
            Oh, jantungku berdetak lebih cepat. Aku sudah menyangka ia akan mengatakan hal ini. Aku senang, sangat senang karena sesungguhnya aku juga menyukai dirinya.
“Aku... aku...”, gugup, itulah yang kurasakan.
“Kamu tak perlu menjawab Cendana”
“Tidak, tidak. Aku harus menjawabnya, karena aku...”
“Stop Cendana ! jangan katakan apapun. Mungkin memang benar aku mencintaimu, tapi... aku rasa aku malah berbalik membencimu”
            Apa ? apa maksudnya ? apa dia hanya ingin memainkan perasaanku ? Tapi ternyata tidak ! ia menjelaskan bahwa sesungguhnya dia tidak senang dengan penampilanku yang terlalu berlebihan. Ia lebih senang dengan penampilanku yang sederhana.
“Aku harus menjelaskannya Di, aku menjadi seperti ini agar aku terlihat menarik di depanmu ! banyak pria yang menjalin hubungan denganku, tapi akhirnya mereka memutuskan hubungan itu secara sepihak. Aku tidak ingin hal itu terulang lagi Di...”, tanpa kusadari ternyata air mataku mulai menetes.
            Renaldi bangkit dari kursinya, ia segera keluar dari cafe tersebut. Aku mengejarnya dan menanyakan mengapa tiba-tiba ia menjadi seperti ini.
“Cendana, kalau kamu masih mau bertemu aku kembali tolong jadilah diri kamu yang sesungguhnya. Jadilah Cendana yang apa adanya”
“Tunggu Di, jangan pergi... aku mohon”
****
            Satu bulan berlalu, tidak ada kabar sama sekali dari Renaldi. Aku jarang bertemunya saat di sekolah. SMSku tidak pernah dibalas, saat aku meneleponnya, ponselnya tidak pernah aktif. Ini membuat batinku tersiksa. Jauh lebih tersiksa saat aku kehilangan Daniel.
            Ayolah Renaldi, kamu dimana ? aku rindu kamu. Aku janji akan menjadi Cendana yang dulu, aku janji Di.
            Aku bersandar di pohon besar yang berada di halaman rumahku. Saat ku lihat layar ponselku, ada gambar aku dan Renaldi saat difoto oleh Sinta di taman sekolah. Aku rindu kamu, sangat rindu.
            Rasanya, aku mulai ngantuk. Seluruh pandanganku kabur, dan mataku kurasakan semakin berat. Aku tertidur di bawah pohon ini.
****
            “Bangun Cendana, ayo bangun”, suara Sinta membuat mataku terbuka.
Dimana ? aku dimana ? ini kan ruang UKS sekolah ? mengapa aku bisa berbaring disini ?
“Kamu itu ya Cendana, kalau jalan itu hati-hati dong”
“Hah ? apa maksud kamu Sin ?”
“Masa kamu lupa ? saat tadi pagi kita berada di taman sekolah, kamu duluan ke kelas kan ? lalu kamu bertabrakan dengan Dino dan akhirnya kamu pingsan”
“Apa ? Dino ? bukan Renaldi ?”
“Renaldi ? siapa tuh ? aku ga kenal”
            Apa ? apa maksudnya Sinta mengatakan hal itu ? Tentu saja Renaldi yang aku maksud adalah siswa kelas XII-IPS-2. Tapi tetap saja Sinta tak mengenalnya.
“Aku rasa dikelas itu tidak ada yang namanya Renaldi deh”
“Berarti itu hanya mimpi... benar-benar mimpi... Renaldi yang membuat aku sadar akan kesederhanaanku ternyata mimpi...”
            Aku tidak dapat menahan air mataku. Air mataku mengalir dengan derasnya. Aku sangat rindu Renaldi, tapi aku tidak akan pernah bertemu dengannya lagi. Ia hanya mimpi.
            Aku mengeluarkan ponselku. Aku lihat kontak yang ada disana. Ternyata memang benar, tidak ada nama Renaldi disana. Bahkan foto-fotoku bersamanya seperti tidak pernah dilakukan sama sekali, tidak ada dalam folder “Image” di ponselku.
            Tiba-tiba ponsel yang ku genggam berdering, menandakan ada pesan masuk. Dari siapa ini ? hanya ada nomor tanpa ada nama yang sebelumnya pernah aku simpan.
            Aku terkejut, bahkan tangisanku makin menjadi ketika melihat isi pesan tersebut.
Inalilahi wainalilahi rojiun, telah berpulang ke Rahmatulah kawan kita “Daniel Setiawan” di usianya yang masih 18 tahun. Ia meninggal tadi pagi pukul 08.37 karena penyakit kanker darah. Kita doakan agar arwahnya dapat diterima disisi-Nya dan semoga keluarganya diberi ketabahan, amin.
            Jangan-jangan... semalam Daniel mengakhiri hubungan kita karena dia tak ingin tahu bahwa usianya sudah tidak akan lama lagi. Daniel, mengapa kau lakukan itu padaku ? Bahkan aku sama sekali tidak mengetahui bahwa kau menderita penyakit kanker.
“Cendana, tenangkan dirimu. Ikhlaskan Daniel, berdoalah agar dia bisa diterima disisi-Nya”
Sinta menenangkanku yang sedang menangis sejadi-jadinya, tapi aku masih belum bisa menghentikan tangisanku. Aku kehilangan dua pria yang sempat mengisi hatiku sekaligus. Mereka hilang dan tidak akan pernah kembali lagi.
            Ponselku terjatuh, tapi aku tak menyempatkan untuk mengambilnya. Aku masih terhanyut dalam suasana duka. Dan aku tahu di ponselku ada satu pesan masuk lagi. Aku rasa isinya tak akan jauh dari pesan yang tadi, jadi aku tidak menghiraukannya...
Jangan sedih Cendana, suatu saat aku akan datang kembali ke mimpimu. Jangan pernah kamu merasa sendiri :)
Renaldi
****

2 comments:

  1. Good ...
    Kirim ke redaksi mungkin aja di terima kayak aku

    ReplyDelete
  2. aku udah coba ngirim ke majalah story. Tapi belum ada pemberitahuan sampai sekarang :(. kirim kemana lagi atuh ya?

    ReplyDelete