Selamat datang di blog saya. Ini postingan ke 5 disini nih hehe. Silahkan baca ya :) ini berdasarkan kisah nyata lho hihi =)) enjoy with my story....
Bel akhir pelajaran telah
berbunyi, seluruh siswa mempunyai pendapat tersendiri jika mendengar hal ini.
Mulai dari yang senangnya bukan main, biasa saja, bete, atau bahkan terkadang
ada beberapa siswa yang justru merasa sedih jika harus mengakhiri kegiatan
belajarnya di sekolah ini. Tapi lain dengan Stefani, ia dan ketiga teman
baiknya segera meninggalkan kelas menuju ke parkiran yang jaraknya sekitar
seratus meter dari sekolah.
Bersama Sita, Alvis, dan Riri,
Stefani segera menuju ke parkiran dan memikirkan rencana untuk memberi surpise
kepada Raisa, teman seperjuangan mereka di sekolah RSBI ini. Rencananya,
setelah semua sudah mengambil motor masing-masing, mereka akan ke toko kue
untuk membeli blackforest yang nantinya akan dijadikan kue ulang tahun Raisa.
Semua sudah berkumpul di
parkiran, tapi Stefani sempat cemas karena belum menemukan kunci motornya.
Remaja berambut panjang ini memang cukup ceroboh dibandingkan teman-temannya
yang lain. Sita dan Riri sudah berkali-kali membantu Stefani untuk menemukan
kunci itu, sampai akhirnya...
“Ini dia !
Ahamdulilah ketemu !”, akhirnya Stefani dapat menemukan kunci motornya dengan
perasaan senang.
“Yaudah, ayo kita
berangkat sekarang. Kita ga mau kalau toko kuenya tutup sebelum membelinya kan
?”, gadis berjilbab bernama Alvis ini mulai menasehati semua teman-temannya.
Semua sudah bersiap-siap, tak
terkecuali Stefani. Tapi ada sesuatu yang aneh fikirnya. Saat ia hendak memakai
helm, ia melihat sebuah bungkusan plastik hitam telah tergantung di motornya.
“Bungkusan apa ini
? seingatku aku tidak pernah meletakannya disini”
“Lho fan, apa itu
?”, tanya Alvis dengan mimik wajah yang serius.
Belum sempat
Stefani menjawab, Alvis mulai mengemukakan pendapatnya yang kurang irasional.
“Oh atau
jangan-jangan... di dalam bungkusan itu ada potongan mayat yang di mutilasi.
Itu lho, yang kasusnya sedang heboh di TV”
Stefani ketakutan, bagaimana
jika hal itu memang benar ? bagaimana jika ia harus berurusan dengan pihak
kepolisian setempat ?. Tangannya gemetar, wajahnya panik, sekali lagi ia
memastikan hal ini kepada Alvis.
“Tenang dong fan,
aku hanya bercanda kok. Coba kamu buka dulu bungkusan itu !”
“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaa !!!!”,
seketika Stefani berteriak dengan histeris. Teman-temannya segera memperhatikan
dirinya yang sedang terkejut itu. Sita memastikan bahwa Stefani tidak apa-apa,
tapi Stefani tetap bungkam seribu bahasa. Ia menyerahkan bungkusan itu kepada
Alvis, Sita dan Riri. Ketiga temannya itu segara membuka isi dari bungkusan
misterius itu. COKLAT !!! ternyata coklat ! Tidak, tidak hanya coklat. Disana
juga terdapat dua bungkus permen kapas bergambar koala.
“Cieeeeeeeeeeeeee”,
hanya itulah ungkapan yang dapat teman-temannya berikan.
Coklat ? mengapa ada yang
memberinya coklat ? oh iya, hari ini merupakan hari valentine. Stefani bahkan
nyaris lupa bahwa hari ini merupakan hari kasih sayang yang selalu diperingati
setiap tanggal 14 Februari. Coklat itu berwarna merah muda, warna yang sangat
disukai oleh Stefani.
“Fan, coba kamu
buka semuanya ! siapa tahu ada surat cinta kan ?”, ucap Riri.
Tanpa menunggu
waktu lama, Stefani menemukan sebuah surat yang terselip dibungkusan itu, dan
tanpa dikomando oleh teman-temannya, ia segera membacakan surat tersebut.
To : Stefani
I hope you glad and
happy with my chocolate and my koala :D
! Happy Valentine’s day
Seluruh
teman-temannya memberikan selamat kepada Stefani, bahkan Sita dengan senyum
jahilnya mengatakan bahwa ia ingin mendapat traktiran dari gadis beruntung itu.
Faris, seseorang yang dikenal Stefani melalui akun jejaring sosial twitter ini
tiba-tiba muncul dihadapannya menggunakan sepeda motor.
“Cieeee Stafani,
dapat kejutan di hari valentine ya ? kalau bisa, tebak siapa pengirim coklat
itu !”, bagaikan angin, ia segera pergi meninggalkan 4 orang remaja putri itu
sambil tertawa puas.
***
Sepanjang sore bahkan hingga
malam hari, tak henti-hentinya Stefani memikirkan siapa yang meletakan coklat
valentine itu dimotornya. Apa pengirim itu Faris ? Ah tidak mungkin,
jelas-jelas ia tahu bahwa pengirimnya berinisial A.L., bukan F.R.—Faris
Ramadhan. Perasaannya senang, tapi tentunya masih dihantui dengan rasa
penasaran. Ia terus saja mencari cari kemungkinan siapa sebenarnya “dia” ?
Sempat terlintas nama seseorang di benaknya, tapi sebelum ia melanjutkan
fikiran itu, ponselnya berdering –menunjukan ada sms masuk.
Aku tidak salah
meletakkan coklat itu dimotormu kan ?. Selamat hari valentine J
Dugaannya benar, itu Alfa ! Alfa
Lesmana ! dialah pengirim sms itu, dialah pengirim coklat itu, dialah pengirim
permen kapas itu, dan dialah lelaki yang selama ini disukai oleh Stefani. Ia
benar-benar tidak percaya dengan semua ini. Dengan perasaan gugup, ia mencoba
untuk membalas pesan singkat itu.
Terimakasih ya atas
cokelatnya. Aku senang ternyata ada orang yang memberiku coklat di hari
valentine J
***
Keesokan harinya Stefani sangat
ingin menceritakan kejadian tadi malam kepada teman-temannya itu. Tapi ternyata
hari ini merupakan hari yang sulit bagi semua siswa di kelasnya. Ya, apalagi
jika bukan ulangan fisika ? Stefani harus berkonsentrasi menghafal ratusan
rumus rumit yang nantinya pasti akan keluar dalam soal ulangan, ia juga
terpaksa untuk menunda menceritakan kisah semalamnya kepada para sahabatnya –Sita,
Alvis, Riri dan Raisa.
Ulangan dimulai. Soal dibagikan
oleh Bu Ida. Siswa dan Siswi kelas XI-IPA-5 mulai mengerjakan soal tersebut
dengan ekspresi wajah yang tidak enak dipandang. Ulangannya memang dahsyat.
Semua siswa mulai bekerja sama. Mulai dari Alvin yang bertanya diam-diam ke
arah Alvis, ada juga Harry yang meminta izin ke toilet, Sita dan Riri atau Cita
dan Stafani yang duduk sebangku pun tak luput dari kegiatan tanya jawab secara
diam-diam ini.
Bel berbunyi –Waktu untuk
mengerjakan soal sudah habis. Seluruh siswa tampak tak percaya, mereka mulai panik. Kegiatan contek mencotek
benar-benar dilakukan oleh mereka secara terang-terangan di depan Bu Ida. Guru
fisika ini hanya bisa memaklumi dan segera mengumpulkan lembar jawaban mereka.
***
Waktu istirahat tiba. Semuanya
tampak lesu dan tak bersemangat –kecuali Stefani. Ia segera menghampiri tempat
teman-temannya berkumpul –tentu saja dengan ekspresi yang senang.
“Hei, jangan lesu
gitu dong. Sebentar lagi kan kita akan berkarya wisata ke Jogja, kita harus
bersenang-senang disana. Oh iya teman-teman, aku ingin bercerita kepada kalian
tentang kejadian kemarin”
“Aku sudah tahu
kok, kau dapat coklat kan ? kamu senang kan dapat kejutan seperti itu ?”, Raisa
yang kemarin tidak ikut dalam rombongan mereka pun sudah mengetahuinya
sekarang.
“Pastinya ! tapi
ada 1 hal yang membuat aku lebih terkejut lagi !, aku sudah tahu siapa pengirim
coklat itu !!!”
Semuanya kaget. Wajah mereka
yang semula lesu karena ulangan fisika tadi kini mendadak seperti tersetrum
listrik ribuan volt. Ekspresi mereka benar-benar ingin mengetahui siapa
sebenarnya orang berinisial A.L. itu.
“Siapa ???”,
semuanya bertanya dengan serentak.
“Kalian pasti tidak
akan menyangka kalau dia orangnya. Bahkan aku saja masih tidak percaya”
“Iya tapi siapa
orangnya ???”, tanya Alvis penasaran.
“Dia Alfa !!! Alfa
Lesmana !!!, orang yang selama ini aku cintai”
“Kau yakin ?
darimana kau tahu itu fan ?”
Stefani segera menjelaskan semua
bukti-bukti yang menunjukan bahwa memang benar Alfa lah yang mengirimkan coklat
itu. Mulai dari inisialnya –A.L., lalu saat kejadian kemarin Faris muncul
tiba-tiba, semua orang tahu bahwa Faris adalah sahabat dekat Alfa, dan bukti
yang terakhir adalah isi sms Alfa yang kemarin dikirimkan kepada Stefani. Ia
segera memperlihatkan sms itu kepada teman-temannya.
“Ternyata memang
benar, Alfa lah pengirim coklat itu”, Sita membaca baik-baik isi pesan singkat
itu. “Pantas saja kau merasa senang, padahal ulangan fisika tadi kan mengancam
hidup dan mati kita”
Stefani hanya tersenyum. Gadis
berkaca mata ini benar-benar merasa senang bisa mendapatkan coklat di hari
valentine kemarin, apalagi pengirim coklat itu adalah seseorang yang sudah lama
disukai oleh Stefani sejak lama. Tapi pertanyaannya sekarang, apakah Alfa
mempunyai perasaan yang sama terhadap Stefani ?
“Kalau menurutku
sih, Alfa pasti mempunyai maksud lain”, Riri berpendapat.
“Bener fan. Untuk
apa coba dia memberimu coklat ? di hari velentine lagi. Dia pasti punya
perasaan yang lain kepada kamu”, kini Alvis yang mulai bicara.
Oh ya ? apa itu benar ? apa Alfa
memang mempunyai perasaan yang tidak hanya sekedar teman terhadap Stefani ?
Wajah Stefani hanya tersipu malu jika membayangkan hal itu benar adanya. Tapi
ia segera sadar, selama ini kedekatan mereka berdua hanya sebatas teman saja.
Ia berfikir bahwa coklat kemarin hanyalah sebagai tanda pertemanan mereka,
tidak lebih. Wajahnya menjadi murung jika mengingat hal ini.
***
Siang itu –saat istirahat kedua,
Alfa dan Faris bersama-sama pergi ke kantin untuk membeli sesuatu –berhubung
perut mereka lapar. Ketika mereka hendak kembali ke kelasnya, tanpa disengaja
mereka melihat Stefani bersama teman-temannya di masjid –lantai 2. Alfa segera
menghentikan langkahnya dan memerhatikan Stefani yang ada disana.
Riri menyadari kehadiran Alfa di
bawah, ia segera berbisik kepada Sita dan Alvis bahwa Alfa dan Faris sedang
melihat ke arah mereka –lebih tepatnya ke arah Stefani. Alfa langsung tersadar,
kehadirannya telah diketahui oleh teman-teman Stefani, ia segera menarik lengan
Faris dan segera pergi menjauh dari tempat itu.
“Fan, ayo kita
turun dari sini sekarang ! kita kejar Alfa ! tadi Alfa ada dibawah !”
“Kau yakin Sita ?
lagipula untuk apa aku harus mengejarnya ?”
“Aduh fan, kamu
harus mengucapkan terimkasih secara langsung dong”
Alvis segera menarik lengan
Stefani, mereka semua menuruni tangga dan secepat mungkin mencari keberadaan
Alfa. “Itu Alfa !!! ayo Fan lebih cepat lagi !”. Belum sempat Stefani menjawab
pernyataan Alvis, tiba-tiba ada pesan masuk di ponselnya. Faris Ramadhan !
Sepertinya kau
sudah tahu siapa pengirim coklat itu. Aku rasa kau harus mengucapkan terima
kasih kepadanya secara langsung J
Teman-teman Stefani terus
mendorong Stefani agar bisa langsung bertemu dengan Alfa, hingga setelah
keduanya saling berhadapan, mereka semua meninggalkan Stefani hanya berdua
dengan Alfa. Keduanya tampak gugup dan terlihat malu.
“Emmm...
terimakasih ya atas coklat yang kamu berikan kemarin. So sweet deh. Aku suka.
Rasanya juga enak. Warnanya juga pink pula, warna kesukaanku, terimakasih ya.
Aku sangat senang”
“Oh iya sama-sama,
untung saja aku tidak salah meletakan coklat itu dimotor orang lain. Aku ikut
senang jika kau senang menerima coklatku itu”
Bel masuk berbunyi. Masih dengan
keadaan gugup dan malu, keduanya berpisah dan segera kembali ke kelas
masing-masing. Faris yang sebenarnya dari tadi melihat mereka berbincang,
datang menghampiri Alfa yang terlihat sangat senang dengan wajah yang memerah.
“Cieeeee yang lagi
seneng hahaha”
“Apa sih Ris ?”,
jawab Alfa masih tersipu malu.
“Jadi... kapan kau
akan mengatakan cinta kepadanya ?”
Alfa hanya diam
seribu bahasa. Mulutnya bungkam dan segera masuk ke kelasnya sambil mengatakan
“Biar waktu yang menjawabnya”
***
Setibanya di kelas, Stefani
hanya senyum-senyum sendirian. Cita, teman sebangkunya bahkan heran melihat
tingkahnya yang seperti ini. Bu Yuli –guru olah raga sekaligus panitia karya
wisata ke jogjakarta, datang ke kelasnya dan memberikan sedikit pengumuman
mengenai karya wisata tersebut.
Bu Yuli memberikan penjelasan
yang panjang lebar. Mulai dari jam keberangkatan pada pukul setengah 5 sore dan
harus sudah berkumpul di pure –beratus meter dari sekolah. Guru berkacamata ini
membagikan sebuah kertas yang berisi jadwal-jadwal kegiatan ketika ke Jogja
nanti kepada seluruh siswa disini.
“Oh iya, ada 1 info
lagi. Kelas kalian –XI-IPA 5 akan satu bus dengan kelas XI-IPS 1”
Stefani sangat senang mendengar
berita tersebut. Ini artinya ia bisa satu bus bersama Alfa ! saking senangnya,
ia berdiri dari tempat duduknya sambil berkata “Yes”. Bu Yuli beserta
teman-teman yang lain tentu heran dengan sikap Stefani yang seperti ini.
Stefani kembali duduk dengan perasaan malu.
***
Perpustakaan. Tempat inilah yang
menjadi penyalur kegalauan bagi kalangan remaja di sekolah ini –setidaknya
inilah pendapat Faris. Alfa yang dijuluki sebagai Master Galau dan Faris yang
mendapat julukan Mr. Galau selalu menyempatkan diri untuk datang ke perpustakaan
sekolah. Alasannya bermacam-macam. Mulai dari belajar bersama, meminjam buku
atau novel, dan yang paling sering dilakukan tentu pada sekmen
“Galau-Menggalau”
Biasanya mereka berdua sering
berbagi kisah mengenai kegundahan hati mereka masing-masing di tempat ini. Alfa
misalnya, ia selalu bercerita tentang perasaannya kepada Stefani yang belum
tersampaikan. Padahal ia sudah lama memendam perasaan ini.
“Al, mau sampai
kapan kamu diam seperti ini terus ? kalau kamu ga bilang sekarang, kapan lagi
coba ? nanti kalau Stafani jadian sama orang lain memang kamu rela ?”, tanya
Faris yang saat itu sedang duduk berhadapan dengan Alfa saat di perpustakaan.
“Kamu ga ngerti
situasinya Ris”, jawab Alfa sambil membenarkan kacamatanya.
“Ga ngerti gimana
sih ? kamu berfikir kalau Stefani itu ga suka sama kamu, gitu ? dan kamu jadi
bingung gara-gara ini ?”
“Nah, itu dia !
pasti selama ini Stefani hanya menganggap aku sebagai teman saja”
“Kamu tahu darimana
coba ? kamu pernah bilang kalau kamu suka sama dia ke orangnya langsung ? engga
kan ? terus darimana kamu tahu kalau dia cuma menganggap kamu teman ? siapa
tahu dia juga punya perasaan yang sama seperti kamu kan ?”
Alfa hanya terdiam mendengar
sahabatnya itu memberi nasehat yang panjang lebar. Ia memang belum pernah
mengungkapkan perasaannya secara langsung kepada Stefani, tapi entah mengapa ia
selalu yakin bahwa Stefani tak mempunyai perasaan yang lain terhadapnya
–kecuali hanya menganggap teman.
Bel berbunyi –waktu istirahat
pertama sudah habis, Alfa segera meninggalkan perpustakaan tapi Faris masih
tetap disana karena ia ingin memilih-milih dulu novel yang akan dia pinjam.
Setelah Alfa sudah mengilang dari pandangan Faris, ia mengeluarkan ponselnya
dan membaca isi sms dari Stefani yang diterimanya beberapa hari yang lalu.
Iya Ris, aku memang
suka sama Alfa. Sudah lama aku punya perasaan lain ke dia. Aku merasa nyaman
jika ada disampingnya, apalagi dulu waktu kelas X kita kan sekelas hehe. Tapi sepertinya dia hanya menganggap aku teman
saja. Jadi yasudah lah, jika aku melihat Alfa bahagia, aku juga akan bahagia.Eh
tapi kau jangan bilang tentang hal ini ke orangnya ya.
Andai kalian tahu bahwa sebenarnya kalian berdua
mempunyai perasaan yang sama. Tapi sayangnya diantara kalian belum ada yang
berani mengungkapkan perasaannya masing-masing...
Ekspresi wajah Faris menjadi
sedikit murung, mungkin ia juga merasakan bagaimana kegalauan yang sedang
menghampiri Alfa dan Stefani. Faris bangkit dari duduknya, berdiri sambil
memasukan ponselnya ke dalam saku celana dan pergi menuju rak khusus yang
menyimpan banyak novel.
***
Jum’at tanggal 17 Februari 2012.
Alfa melihat layar ponselnya, inilah hari dimana keberangkatannya –juga
angkatan kelas XI yang lain pergi berkarya wisata ke Jogjakarta. Hari ini semua
siswa –SMAN 2 Cimahi akan bersenang senang tanpa takut ada ancaman remedial
yang menjadi makanan sehari-hari mereka.
Alfa sudah berada di bus 4 –busnya
bersama kelas XI-IPA-5. Ia masih duduk sendirian di baris ketiga dari depan
sambil memandang ke luar jendela yang saat itu sedang gerimis. Tidak hanya sekedar gerimis, lama-lama tetesan
air lembut yang jatuh dari langit itu berubah menjadi hujan yang cukup deras.
Awan di langit begitu gelap, tapi ia tahu bahwa hatinya jauh lebih gelap
dibanding awan itu.
Orang-orang lebih sering
menyebut hal ini dengan sebutan “Galau”. Sebuah perasaan manusia dimana ia
merasakan sebuah kegundahan hati yang tak dapat diungkapkan oleh kata-kata dan
hanya bisa dirasakan saja. Perasaannya bingung, gundah gulana, sulit menentukan
pilihan, dan yang pasti hal ini akan berdampak pada batin orang yang terkena
kegalauan tersebut.
Ya, setidaknya hal ini sedang
dirasakan oleh Alfa. Sambil melihat tetesan air hujan yang mengalir di kaca
jendela bus, ia teringat kembali kata-kata yang diucapkan Faris di perpustakaan
beberapa hari yang lalu. Nanti jika
Stefani jadian sama orang lain memang kamu rela ?. Kata-kata itu terus
menghantui fikiran Alfa. Bagaimana jika hal itu akan terjadi ? bagaimana jika
perasaannya tidak pernah tersampaikan langsung kepada Stefani. “Ah”, Alfa
mengacak-acak rambutnya –menandakan ia masih bingung menentukan pilihan.
Stefani datang, ia masuk kedalam
bus bersama barang bawaannya yang sudah di kemas dalam sebuah ransel besar.
Alfa tersenyum, setidaknya kehadiran Stefani dapat mengurangi frekuensi
kegalauannya. Stefani juga tersenyum, bahkan senyumannya ditujukan khusus untuk
Alfa. Mereka saling memandang dan tersenyum hingga teman-teman Stefani segera
memanggilnya.
“Hei Stefani, sini
!”, Sita memanggil tidak jauh dari tempat Alfa duduk.
Stefani menedekat
ke arah Sita yang sedang duduk sendirian.
“Tumben Fan ga telat,
biasanya kan kamu paling rajin. Paling rajin ngaret hahaha”
“Untuk hal yang
menyenangkan seperti ini aku tidak akan terlambat lah”
“Oh iya Fan, kamu
duduk disini aja, sekalian bertiga sama Cita”
Alfa mengalihkan pandangannya ke
belakang –ke arah Stefani dan Sita, padahal ia berharap Stefani dapat duduk
bersamanya –kursi Alfa masih kosong. Stefani hanya mengaggukan kepalanya
sebagai isyarat bahwa ia setuju dengan ajakan Sita –meski sebenarnya ia juga
ingin duduk bersama Alfa. Alfa tampak sedikit kecewa, ia masih belum berani
untuk mengajak Stefani duduk bersamanya.
“Oh iya Sit, aku
keluar dulu sebentar ya. Aku mau pamit dulu ke orang tua”
Sita tersenyum dan
menganggukan kepalanya .
Stefani meninggalkan Sita dan
segera menuju ke arah luar untuk menemui orang tuanya –lebih tepat menemui
ibunya. Alfa melihat ke arah bawah jendela –memperhatikan Stefani dan ibunya
yang sedang berbincang-bincang. Disaat Stefani dan ibunya sedang ngobrol
–layaknya seorang wanita, para siswa yang akan mengisi bus 4 ini mulai
berdatangan. Alvis, Cita, Rena dan Raisa satu persatu datang dan manyapa
Stefani yang masih berbincang dengan ibunya. Bersamaan dengan itu pula, Bu
Endah –wali kelas Stefani datang masuk ke bus dan memberikan sedikit pengumuman
“Oh iya mah, aku
masuk ke bus dulu ya. Kayanya bentar lagi busnya akan berangkat”
“Iya sayang, jaga
diri kamu baik-baik ya”
“Iya mah, dadah
mamah”, jawab Stefani setelah mencium tangan ibunya
Dalam dirinya ia sudah bertekad
untuk tidak akan galau jika sudah berada di Jogja. Julukan Ratu Galau yang
diberikan oleh teman-temannya pun akan ia lepaskan jauh-jauh jika sudah berada
di Jogja nanti. Ia tidak ingin niatnya untuk bersenang-senang nanti akan
dirusak oleh kegalauan.
Tapi ternyata semua itu salah !
awalnya Stefani memang tersenyum dan tampak senang ketika ia masuk ke dalam
bus, sampai akhirnya perasaan dia bagai digores oleh oleh samurai panjang
ketika melihat Alfa duduk bersama orang lain. Ia duduk bersama Irma ! –teman
satu kelas Alfa. Stefani hanya tersenyum hambar ketika Alfa menyapanya, ia
segera menuju ke tempat dimana dia duduk.
Teman-temannya tentu sangat
mengerti bagaimana perasaan Stefani saat ini. Sita, Rena dan Raisa pura-pura
mengipas Stefani yang memang saat itu sedang emosi –juga galau. “Sabar Fan,
sabar...”, begitulah komentar teman-temannya.
“Kenapa Alfa bisa
duduk sama Irma sih ?”, tanya Stefani dengan mimik wajah yang serius dan dengan
intonasi nada yang tinggi.
“Tadi Irma datang
terlambat Fan, dan semua kursi sudah terisi kecuali kursi Alfa. Bu Endah tadi
yang nyuruh”
“Oh”, jawab Stefani
dengan tatapan sinis melihat ke arah mereka berdua.
Sementara itu di
kursi Alfa dan Irma...
“Al, tidak apa-apa
nih aku duduk disini ? jangan-jangan nanti ada yang cemburu”
“Entahlah. Tapi
kamu duduk saja disini, tenang saja hehe”. Padahal dalam hatinya ia berkata, Apa Stefani akan cemburu ?
***
5 rombongan bus SMAN 2 Cimahi
mulai berangkat satu persatu menuju Jogjakarta. Semua terlihat senang. Mulai
dari siswa-siswi yang ikut, guru-guru, bahkan pengemudi bus pun ikut terhanyut
dalam kesenangan mereka. Faris, yang berbeda bus dengan Alfa dan Stefani juga
terbawa hawa kesenangan saat ia bercanda tawa bersama teman-teman sekelasnya
–XI-IPS-2.
Tapi
Faris merupakan tipe orang yang mudah terbawa hanyut dalam perasaan orang lain.
Jika ia melihat orang lain senang, maka ia akan senang juga. Dan sebaliknya,
jika ia melihat seseorang sedih atau galau maka ia juga akan merasa seperti
itu. Setidaknya itulah yang dirasakan Faris ketika mendapatkan sms dari
Stefani.
*Fariisssss, aku
galaauuuu :’( kamu kenal Irma kan ?
Ia merasakan hawa
galau stadium akut ketika membaca pesan singkat itu –dan ia pun mulai terhanyut
dalam kegalauan.
#Galau kenapa Fan ?
:( jangan galau ah. Irma ? iya aku kenal kok,dia kan teman sekelasnya Alfa.
Memang kenapa ?
*Dia duduk sama
Alfa Ris !!! kamu pasti ngerti kan gimana perasaan aku sekarang ? :(
#APA ??? Alfa duduk
dengan Irma ??? Ya ampun Fan, aku ngerti banget gimana perasaan kamu sekarang.
Aku akan bicarakan tentang hal ini kepada Alfa ya ? biar ga salah paham
*Jangan Ris !
lagipula aku tidak berhak untuk cemburu kok :( lupakan saja, ini bukan hal
penting. Aku mohon jangan bicara apa-apa tentang hal ini ke Alfa.
#Tidak Fan. Ini
masalah penting. Alfa harus tahu bagaimana perasaan kamu sekarang !
*Aku mohon jangan
Ris, pliisss :’(
Faris terpaksa harus bungkam
tentang kejadian ini. Sebenarnya dia sangat ingin memberitahukan perasaan
Stefani ke Alfa, tapi ia sudah berjanji untuk tidak bicara apa-apa.
Sementara
itu suasana di bus 4 tampak meriah. Banyak yang bercanda, makan snack, bermain
gitar, bernyanyi, dan berfoto-foto. Tapi semua keceriaan itu tidak ditemukan
pada diri Stefani, ia masih terlihat murung dan galau gara-gara Alfa duduk
bersama wanita lain. Ia berfikir mengapa tidak dirinya saja yang dapat duduk
disebelahnya ? Ah lupakan saja ! daripada
galau aku lebih baik tidur. Stefani mencoba untuk memejamkan matanya dan
tidur.
Ketika
Stefani sudah memejamkan matanya, ketika itu pula Alfa mengirimkan sms Dibelakang
berisik banget ya ? pasti kamu susah untuk tidur ;)
1
menit, 3 menit, 5 menit, dan sampai 10 menit pun pesan singkat itu tidak
dibalas oleh Stefani –masih dalam keadaan tidur. Alfa yang sangat update di
jejaring sosial twitter, segera membuka akunnya dan menulis sebuah status : Kenapa
sms aku ga dibales sih ? apa dia sudah tidur :( hmm galau deh.
Alfa melihat ke arah belakang.
Ia melihat Stefani sudah tertidur pulas disana. Berarti dugaannya memang benar
bahwa Stefani sudah tidur. Ia segera membuka akun twitternya kembali dan
menulis status baru Meski sedang tidur, kamu terlihat manis :). Alvis yang saat itu
juga sedang membuka jejaring sosial twitter hanya bisa tersenyum jahil dan
berkata “Rasakan kau Alfa, makanya jangan sebangku sama cewe lain”
***
Sabtu, 18 Februari 2012. Sita
melihat layar ponselnya, sudah pagi ternyata –pukul 9 pagi. Ia segera
membangunkan Stefani dan Cita yang masih lelap tertidur. “Hei Stefani, Cita,
ayo bangun. Kita sudah sampai di rumah makan nih”, ucapnya sambil mengguncang
tubuh keduanya. Stefani bangun dengan wajah dan model rambut yang wow sambil
mengucek-ngucek matanya.
Stefani mengambil peralatan
mandi dan baju ganti dengan keadaan yang masih mengantuk. Bersama
teman-temannya ia turun dari bus dan bersiap-siap untuk mandi di toilet
restoran. Tapi ternyata disana banya juga orang-orang yang ingin mandi,
antreannya panjang —membuat Stefani dan kawan-kawan memilih untuk makan
terlebih dahulu.
“Gini kan jadinya.
Gara-gara macet nih, sampai berjam-jam lagi. Harusnya kan kita sampai disini
dari jam 6 pagi”, Sita tampak geram dengan keadaannya sekarang.
“Ya sudahlah.
Namanya juga macet. Siapa coba yang menyangka bahwa akan terjadi kemacetan
parah ? gara-gara longsor kan ? ini sebuah bencana yang tidak bisa dihindari Sit”,
Cita menjelaskan dengan panjang lebar.
“Iya sih”, jawab Sita singkat.
Sita dan Cita melihat ke arah
Stefani. Dia masih ngantuk rupanya. Wajahnya saja seperti orang yang sedang
begadang nonton bola semalaman. Dari kejauhan Stefani mellihat Alfa mendekat ke
arahnya bersama Irvan dan Faris.
“Boleh gabung ?”,
tanya Alfa.
“Boleh, boleh.
Gabung aja”, Cita tampak semangat melihat kehadiran mereka bertiga.
Faris mengisyaratkan Alfa agar
duduk disamping Stefani. Kali ini Alfa tidak menolak, ia segera menuruti
perintah Faris. Stefani tampak senang bisa duduk disamping orang yang
disukainya, begitu juga dengan Alfa, kedua-duanya tampak malu.
“Lho Stefani, kamu
kenapa ? wajahmu pucat, keliahatan lesu, gak bersemangat. Kamu sakit ya ?”
“Cieeee yang
perhatian”
“Apa sih Irvan,
sirik aja deh. Aku engga apa-apa kok Al, aku kan belum mandi hehe”
“Oh syukurlah jika
kamu tidak sakit. Aku sempat khawatir”
“Ehem... mending
kita makan dulu deh”, Irvan mulai mengomel lagi.
Stefani bersama kedua temannya
lebih duluan selesai makan. Mereka bertiga pamit dan segera meninggalkan Alfa,
Faris, dan Irvan. Setelah mereka bertiga pergi, Faris mengajak Alfa untuk
membicarakan sesuatu hal yang penting –mengenai perasaannya terhadap Stefani
pastinya.
“Jadi... bagaimana
dengan Stefani ? kapan kau akan menembaknya ?”
“Entahlah, aku juga
masih bingung. Di satu sisi aku sangat ingin melakukannya, tapi disisi lain aku
takut jika dia menolakku, lagipula sepertinya dia hanya menganggap aku teman
saja”
Tidak, kau salah Al. Kau salah ! Stefani juga punya
perasaan yang sama kepadamu.
“Aku rasa Stefani
akan menerimamu dengan baik. Aku yakin itu Al !”
“Nah, bener kata
Irvan tuh !”
“Aku masih bingung kawan. Aku butuh waktu
untuk memikirkan tentang hal ini”, jawab Alfa yang tampak tak bersemangat sambil
memainkan sendok di piringnya.
“Galau lagi deh...,
jangan galau terus dong sobat hahaha”
“Kita lihat nanti
saja deh, apa akan terjadi atau tidak”
***
Setelah melalui perjalanan
panjang, rombongan study tour SMAN 2 Cimahi telah sampai di objek wisata Candi
Borobudur. Hawa panas dan gerah disana tidak mengurangi keceriaan para
pengunjung disana termasuk Stefani dan kawan-kawannya. Alfa ingin sekali dapat
bergabung bersama mereka –sebenarnya hanya bersama Stefani saja. Tapi ia masih
terlalu malu untuk mendekati Stefani dengan alasan belum ada ikatan pasti.
“Makanya, apa aku
bilang. Kamu harus segera bicara ke dia tentang perasaanmu yang sebenarnya Al”,
Faris tak pernah bosan memberi masukan seperti ini kepada Alfa.
“Tapi Ris...”
“Terserah deh.
Kalau tiba-tiba Stefani jadian sama cowo lain sih aku cuma bilang kasihan ke
kamunya”, ucap Faris sambil mengambil pemandangan sekitar menggunakan kamera
digitalnya.
Alfa kembali terdiam. Rasa galau
mulai menyelimuti dirinya. Ia kembali bimbang jika memikirkan hal ini. Faris
sudah banyak memberinya motivasi dan dukungan, tapi rasa keraguan dalam hatinya
belum surut sepenuhnya hingga sekarang. Ia hanya bisa memandang Stefani dari
jauh yang sedang tertawa bersama teman-temannya, ia berharap suatu saat
dirinyalah yang mampu membuat Stefani tersenyum dan tertawa.
***
Waktu berjalan begitu cepat.
Beberapa objek wisata di daerah Jogjakarta sudah mereka kunjungi sampai sore
hari ini. Kini rombongan SMAN 2 Cimahi sudah cek-in di salah satu hotel bintang
3 di kota tersebut. Alfa, Faris dan Stefani –juga bersama kawan-kawan mereka
yang lain mulai mengemasi barang-barang mereka untuk di pindahkan ke kamar
hotel.
Kamar Stefani berada di lantai
dasar –kamar V-2, sedangkan kamar Alfa dan Faris berada di lantai dua –Faris
kamar 101, Alfa kamar 107. Meski Alfa dan Faris tidak berada dalam 1 kamar yang
sama, tapi kekompakan keduanya bisa terus dirasakan oleh teman-teman yang lain.
Faris tak henti-hentinya membujuk Alfa agar mau mengungkapkan isi hatinya
kepada Stefani. Tapi jawaban Alfa masih belum meyakinkan.
Stefani beristirahat dan segera
berbaring di kasur yang tersedia di hotel itu. Teman-temannya juga melakukan
hal yang sama. Mulai dari menyimpan barang, mengcharge ponsel, istirahat, mengobrol hingga mengantri untuk mandi
–kamar mandi disediakan 1 setiap kamar. Ini membuat Stefani harus bersabar
untuk mendapatkan giliran.
***
Pukul 19.30, Faris melihat layar
ponselnya. Seharusnya pada jam segini bus Alfa sudah berada di kawasan
Malioboro, seperti busnya yang sudah sampai dari tadi. Hingga setelah 5 menit
ia menunggu, bus 4 datang bersamaan dengan bus 3. Faris segera menunggu Alfa
yang akan turun dari bus. Tapi ternyata Stefani lah yang lebih dulu turun
dibanding Alfa.
“Hei Ris. Nunggu
Alfa ya ? tuh bentar lagi juga dia turun”
“Eh iya Fan hehe”
Bersama Sita dan Cita, Stefani
meninggalkan Faris yang sedang menunggu Alfa. Alfa turun dari bus dan segera
menemui Faris.
“Hei Al, gimana nih
rasanya seharian bisa satu bus dengan Stefani ?”
“Apa sih ? ga ada
yang spesial tuh. Eh minjem kamera kamu itu dong. Aku mau ngambil pemandangan
di sini”
Faris menyerahkan kamera
digitalnya kepada Alfa. Alfa mengambil beberapa gambar disekitar kawasan
malioboro dan mengambil gambar beberapa temannya. Faris melihat Stefani yang
ternyata masih belum jauh dari pandangannya. Ia mempunyai sedikit ide untuk
membuat Alfa sedikit senang.
“Oh iya Al, kamu
kan sedang memegang kameraku nih. Tuh disana ada Stefani, gimana kalau kamu
foto dia ? kan lumayan sebagai kenang-kenangan”
Alfa hanya tersenyum, ia setuju dengan
ide Faris. Diam-diam dia mulai mendekat ke arah Stefani dari samping. 1... 2...
3... Ya dapat ! ia berhasil mendapatkan satu gambar baru. Tapi tunggu, ini
bukan Stefani ! seseorang yang difotonya tadi bukanlah Stefani, ternyata Ade
–teman sekelasnya tanpa sengaja menghalangi lensa kamera yang membuat objek
gambar berubah seketika.
Wajah Alfa sedikit murung, ia
merasa gagal tidak mendapatkan foto Stefani. Tapi usahanya tidak hanya sampai
disana. Bersama Faris, ia menyebrang jalan untuk mengejar Stefani dan mengulang
usahanya yang belum berhasil tadi. Yap, wajah Stefani sudah di depan mata. Alfa
mulai mengambil posisi agar mendapatkan hasil yang bagus. 1... 2... 3...
seketika kamera itu hanya meninggalkan gambar hitam. Baterainya habis !
“Ah, kameranya mati
! baterainya habis ! kamu gimana sih ? harusnya di cek dulu dong”, Alfa sedikit
emosi.
“Sini aku lihat. Oh
iya benar. Aduh maaf ya Alfa, aku belum mengisi daya baterai ini lagi”
Alfa hanya mengangguk, ia
kembali melanjutkan perjalanannya untuk mengelilingi Malioboro ini bersama
Faris. Mereka berdua membeli banyak oleh-oleh untuk keluarga masing-masing.
Mulai dari baju, kemeja, miniatur candi borobudur, gantungan kunci dan
lain-lain. Bahkan saat keduanya sedang berkeliling Malioboro, mereka sempat bertemu
Stefani dan kawan-kawannya. Alfa hanya bisa tersenyum, padahal dalam hatinya ia
ingin berjalan-jalan berdua dengan Stefani.
“Al, aku punya
saran untuk kamu”
“Saran apa ?”,
jawab Alfa singkat.
“Bagaimana jika
kamu menembak Stefani malam ini juga ? saat di hotel misalnya. Ini kan bisa
jadi hal yang berkesan untuk kamu dan dia. Lagipula aku yakin kok Stefani punya
perasaan yang sama dengan kamu”
“Iya Ris aku tahu
itu. Ini memang bisa menjadi pengalaman yang berkesan bagi kita berdua, tapi...
aku masih bingung bagaimana cara bilang ke dianya”
Faris tersenyum. Ini artinya
Alfa benar-benar serius untuk mengungkapkan isi hatinya kepada Stefani. Ia
semakin bersemangat memberikan motivasi untuk Alfa.
“Tenang Al. Itu
semua gampang kok. Aku pasti akan bantu kamu, tenang aja. Yang penting sekarang
kamu harus optimis bahwa Stefani akan menerima cinta kamu. Oke ?”
“Iya Ris aku
ngerti. Makasih banyak ya kamu udah sering bantu aku. Tanpa kamu pasti aku udah
galau sejadi-jadinya deh”
“Santai saja Al.
Kita kan sahabat. Harus saling membantu hehe”
***
Pukul 22.00, Stefani melihat
layar ponselnya. Sudah selarut ini tapi Alfa belum ada di busnya, padahal
anak-anak yang lain sudah mulai berkumpul di bus 4 ini. Stefani mulai khawatir.
Ya, tentu saja Alfa belum kembali ke busnya, ia masih diluar bersama Faris
untuk mendiskusikan rencana untuk malam ini.
“Aduh Ris. Aku
sangat gugup nih. Bagaimana jika Stefani tidak menerimaku ? nanti dia pasti
menjauh dariku kan ? Aku takut sakit hati lagi seperti dulu bersama Marry”
“Tenang Al. Aku
yakin Stefani akan menerima cinta kamu kok, kamu harus optimis pokoknya. Oh ya,
ingat satu hal. Lihatlah kedepan, ada Stefani disana. Bukan kebelakang saat
kamu teringat pada Marry”
Alfa menganggukan kepalanya. Ia
mengerti dengan apa yang dikatakan Faris. Tekadnya sudah bulat untuk
mengungkapkan perasaannya kepada Stefani. Bahkan ia berlatih di depan Faris
agar nanti lancar untuk berbicara di depan Stefani. Tapi hasilnya sama aja, ia
masih terlihat sangat gugup bahkan sudah mulai frustasi.
“Siapkan diri kamu
ya Al. Aku yakin kamu bisa. Sekarang kita ke bus masing-masing, nanti di hotel
kita ketemu lagi, oke ?”
Faris dan Alfa
kembali ke busnya masing-masing...
***
Pukul 23.00, Alfa dan Faris
melihat jam bundar yang tersimpan di dinding lantai dua hotel mereka, ini
artinya sudah 30 menit mereka berdiam diri disini untuk memikirkan rencana yang
sudah disusun rapih saat di Malioboro tadi. Kini keduanya berada di lantai 2
sambil melihat pemandangan di bawah –melihat ke arah jalan raya juga pintu
gerbang hotel.
Faris menyarankan agar Alfa
menelefon Stefani terlebih dahulu, tapi Alfa benar-benar gugup saat itu. Faris
menenangkannya dan segera meminjam ponsel Alfa lalu mencari-cari nama Stefani
dalam kontaknya. Ketemu !, ia segera menelepon Stefani hingga sudah terdengar
suara delay panggilan.
“Halo”, terdengar suara lembut
Stefani disana. Faris segera menyerahkan ponsel itu kepada pemiliknya, tapi
Alfa begitu gugup sehingga tidak sadar malah menutup gerbang percakapannya
dengan Stefani.
Alfa ? meneleponku ? ada apa ya ?
“Kamu kenapa sih Al
? masih gugup ? simpan dulu dong rasa gugupmu itu ! ini kesempatan emas kawan
!”
“Tapi... tapi... ah
nanti saja deh menelepon Stefaninya. Aku masih galau, gugup, dilema, gundah, ah
campur aduk deh. Aku akan menelefonnya paling tidak sampai semua rasa gugup ini
hilang”
“Mau sampai kapan ?
besok ? seminggu ? sebulan ? bahkan sampai bertahun-tahun ?”
Penyataan Faris membuat semangat
Alfa kembali berkibar. Ia tidak akan pernah untuk menyia-nyiakan kesempatan
yang tidak akan datang dua kali ini. Ia kembali menelefon Stefani meski masih
dalam keadaan sangat gugup.
“Halo”, untuk kedua
kalinya Stefani menerima telepon dari Alfa.
“Ehmmm ha.. halo
Stefani..?”, Alfa tidak bisa menyembunyikan rasa gugupnya.
“Iya ? ada apa Al
?”
“Stefani, aku...
aku... ingin mengatakan sesuatu ke kamu. Boleh minta waktunya sebentar kan ?”
Apa ? mengatakan sesuatu ? sesuatu apa ?, Jantung Stefani mulai berdetak lebih kencang
dari biasanya. Jangan-jangan... ah tidak mungkin, Alfa tidak mungkin aka mengatakan
hal itu. Ia keluar kamar untuk mengindari teman-temannya –Stefani tidak ingin
pembicaraannya dengan Alfa di dengar oleh orang lain. Tapi sepertinya semua itu
percuma. Alvis bersama Sita, Raisa, Rena dan Cita mulai menguping pembicaraan
Stefani secara diam-diam.
“Boleh kok. Apa
yang ingin kamu tanyakan Al ?”, Stefani balik bertanya dengan perasaan yang
bercampur aduk –sama seperti Alfa.
“Emmm... begini
Fan. Kau tahu kan kita sudah cukup lama mengenal satu sama lain ? Selama ini
juga kita bersahabat kan ?”
“Iya aku tahu itu,
lalu ?”
“Dan... dan...
aku... aku sayang sama kamu Fan !”
Yeah ! akhirnya kata-kata itu keluar juga dari mulut Alfa. Ayo kawan
lanjutkan, lanjutkan !, Faris nampak tidak sabaran melihat percakapan Alfa
dan Stefani.
“Iya Fan, aku sayang
sama kamu. Dan rasa sayang ini bukan sebagai rasa sayang seorang teman atau
sahabat. Rasa sayang ini adalah cinta. Aku... em.. aku ingin hubungan kita
tidak hanya sekedar sahabat Fan, aku harap....”
Perasaan Stefani bagai diguncang
gempa berkekuatan belasan scala richter. Ia kaget, shock, tidak percaya, speechless,
gugup dan tentunya senang. Ternyata selama ini Alfa juga merasakan perasaan
yang sama dengan apa yang dirasakannya sejak dahulu. Ini membuat Stefani hampir
menangis, matanya sudah berkaca-kaca, ia tidak bisa bicara apa-apa lagi –saking
gugupnya.
“...aku harap , kau
punya perasaan yang sama denganku Fan. Sekarang aku ingin bertanya, apakah kau
punya perasaan yang sama denganku ?”
“Aku.. ehmmm.. aku
...” TUT TUT TUT, tiba-tiba sinyal
operator mereka hillang, semua jaringan menghilang !
“Halo ? Alfa ? kamu
masih di situ kan ? halo ? jawab aku Al !”
“Halo ? Stefani ?
kamu bisa denger aku ? Haloooo ? Ah ! sialan ! sinyalnya jelek, jadi terputus
deh”, Alfa benar-benar emosi, dia langsung membanting ponselnya ke lantai.
Stefani juga merasakan hal yang
sama dengan Alfa. Emosi. Mengapa disaat-saat penting seperti ini jaringannya
harus terputus ? sinyalnya sangat jelek !. Ia kembali masuk ke dalam kamar
dengan wajah kecewa dan perasaan galau, dan teman-teman sekamarnya tahu bahwa
tadi Alfa telah menelepon dirinya.
“Cieeeeee,
bagaimana kelanjutan kisah cinta kamu Fan ? Kita semua udah tahu lho apa yang
terjadi barusan !”
“Ah tidak tahu !
aku malas membahasnya !”, Stefani segera merebahkan diri di kasur dan menutup
wajahnya dengan bantal. Ia malu, kecewa, takut, dan tentunya galau.
“Biarkan Stefani
seperti itu dulu. Mungkin apa yang terjadi barusan tidak seperti yang ia
harapkan”, Sita menasehati Alvis, Cita, Rena dan Raisa.
Sementara itu suasana di lantai
dua mulai tegang. Alfa sudah terlanjur pesimis karena kejadian barusan. Ia
hanya menatap kosong pemandangan jalan raya kota Jogja pada malam hari yang
berada di hadapannya saat ini.
“Gagal ! semua
gagal ! sinyalnya putus ! mood aku
jadi rusak semua ! Aku akan membatalkan semua rencana ini Ris ! aku cape !
Semuanya sia-sia aja, Stefani ga akan suka sama aku. Apa aku bilang ? dia itu
hanya menganggap aku sebagai teman. Tidak lebih !”
“Oh,
jadi gini ? gara-gara sinyal terputus, lalu rencana yang sudah kita susun
dengan baiknya tiba-tiba kamu batalkan gitu ? Kamu merasa kamu sudah gagal ?
Belum Al belum ! kamu masih punya kesempatan. Perjuangan kamu ga sampai disini
aja. Ini sudah setengah jalan, tinggal sedikit lagi kamu pasti berhasil Al !
ingat kata pepatah deh. Selesaikan apa yang sudah kamu mulai. Aku yakin kamu
pasti bisa !” Faris benar-benar memberikan pidato yang panjang.
Alfa
hanya bisa memandang Faris yang semangatnya tak pernah pudar. Benar kata Faris,
perjuangannya tidak boleh hanya sampai disini, sebentar lagi ia pasti akan
berhasil !. Faris mengambil ponsel yang tergeetak di lantai dan segera
memberikannya kepada Alfa. “Kamu harus coba sekali lagi. Kesempatan tidak
datang dua kali. Ingat, selesaikan apa yang sudah kamu mulai”
Alfa
kembali bangkit. Ia segera menelepon Stefani sekali lagi. Ia tidak akan
menyerah sampai disini. Sementara itu suasana di kamar V-2, Stefani masih
berbaring di kamarnya dan mendengar ponselnya berdering, tapi ia sengaja untuk
tidak mengangkatnya –Stefani masih takut. Berkali-kali Alfa menelepon Stefani,
tapi berkali-kali pula Stefani tidak mengangkatnya.
“Fan, kalau kamu
ingin semuanya berjalan baik, angkat telefon itu. Setidaknya kamu memberikan
jawaban yang pasti kepada Alfa, bukan hanya memberikan harapan kosong”, Alvis
mulai menceramahinya.
Dengan keadaan yang masih tidak
bersemangat, akhirnya Stefani mengangkat telefon dari Alfa yang masih dalam
keadaan berbaring di kasur. Padahal saat itu Alfa hampir saja menutup
teleponnya.
“Halo”
“Stefani... bisa ga
kamu keluar sebentar ? ke halaman samping kamarmu, di bawah balkon lantai 2.
Aku ingin bicara langsung sama kamu”
“Baiklah. Aku akan
kesana”, itulah janji Stefani.
Diam-diam Cita dan Raisa pergi
keluar kamar dan ingin melihat bagaimana keadaan Alfa disana. Mereka berdua
menaiki tangga, mencari-cari Alfa, ketemu ! itu dia ! sedang bersama Faris
memandang ke arah bawah –menunggu Stefani.
“Hei Alfa, sedang
apa kamu disini ?”, tanya Cita yang berpura-pura tidak tahu.
“Sssst.. Alfa akan
menembak Stefani. Dia sedang menunggu Stefani di bawah”
“Bener Al ? bagus
tuh ! aku sarankan sih ya, kamu cepat-cepat nembak dianya. Kebetulan kan dia
juga masih jomblo. Tidak ada salahnya kan kalau kalian berpacaran.
Alfa hanya memberikan senyum
hambar kepada ketiga orang yang berada di hadapannya saat ini. Tujuan utamanya
sekarang adalah menunggu Stefani keluar dari kamarnya. Jika Stefani sudah
berada tepat di bawah balkon tempat dia berdiri saat ini, maka saat itu juga
dia akan mengungkapkan perasaannya secara langsung –itulah renacanya.
Tapi Alfa cenderung tidak
sabaran. Ia merasa bahwa Stefani tidak menghiraukan ajakannya. Ia terlanjur
pesimis (lagi) dan menganggap bahwa Stefani telah menolaknya secara tidak
langsung. Faris, Cita, dan Raisa sudah membujuknya agar menunggu sebentar lagi,
tapi Alfa masih tetap pada pendirian awalnya. Bahkan Alfa berniat untuk loncat
dari lantai 2 ini jika Stefani tak kunjung keluar dari kamarnya, tapi
untunglah, rencana itu hanya sebuah gurauan biasa.
“Mana ? kemana
Stefani ? kenapa dia ga muncul juga sih ?”
“Sabar dong Al,
mungkin dia masih dalam perjalanan”
“Sabar ? sabar
katamu ? Aku sudah cukup sabar dari tadi Ris ! Tapi nyatanya sekarang apa ?
Stefani ga kunjung datang kan ? ini artinya dia sudah menolak aku secara tidak
langsung ! aku menyerah, aku sudah tahu jawabannya. Dan ini semua sudah selesai
!!!. Kau mengerti kan ?”
Alfa segera meninggalkan mereka
bertiga dan segera menuju ke kamarnya. Faris mengejar Alfa dan mencoba untuk
menahannya, tapi Alfa tidak ingin ditahan –ia ingin segera tidur dan melupakan
kejadian ini.
“Udah deh Ris ! ga
usah nahan-nahan aku kaya gitu ! Semuanya cukup ! kamu juga sih, terlalu
terobsesi biar aku sama Stefani jadian. Tapi sekarang apa ? dia sudah menolaku
kan ? Ini semua udah berakhir ! cukup ! makasih banget buat semua bantuan kamu
yang ternyata sia-sia !!!”
“Al, kamu jangan
gitu dong. Al ! dengerin aku ! jangan tutup pintunya ! buka Al buka !”, Faris
mencoba memukul pintu tersebut agar Alfa mendengarnya. Tapi percuma, Alfa sudah
terlanjur sakit hati dan galau sambil berbaring di kasurnya.
Faris juga bisa merasakan apa
yang Alfa rasakan saat ini. Ia segera pergi dari depan kamar Alfa dan kembali
menuju balkon lantai 2 yang saat itu Cita dan Raisa sudah tidak berada disana
lagi –entah berada dimana. Faris melihat pemandangan malam hari ini. Indah,
meski tak seindah hati Alfa atau Stefani.
Angin malam mulai menusuk
kulitnya, bahkan rambut berponinya mulai tertiup angin tersebut –sehingga
poninya tampak sedang berkibar. Aku hanya
ingin sahabatku bahagia, tapi yang terjadi malah seperti ini... hmmm aku juga
merasa bersalah. Faris juga menyerah, ternyata Stefani benar-benar tidak
ada dibawah. Ia mulai melangkahkan kakinya dari balkon itu untuk segera menuju
ke kamar 101, tapi langkahnya terhenti ketika Stefani memanggilnya dari bawah.
Stefani datang !
“Fariissss. Mana
Alfa ? aku sudah berada disini sekarang !”
Tanpa menunggu waktu lama, Faris
segera berlari menuju kamar Alfa –yang untungnya pintu kamar Alfa sedang
dibuka. Ia segera memanggil Alfa dengan penuh semangat.
“Alfa ! itu Stefani
sudah berada di bawah. Cepat kamu temui dia dan katakan yang sesungguhnya”
“Sudahlah Ris, ga
usah bercanda kaya gitu. Ga lucu tahu”
“Apa wajahku
menunjukan aku sedang bercanda ?
“Kau yakin Stefani
ada dibawah ?”
“Yakin lah ! ayo
dong Al, masa kamu tega ngeliat cewe nunggu sendirian ?”
Setelah dibujuk dengan sagala
cara, akhirnya Alfa percaya pada omongan Faris dan segera mendekat ke arah
balkon dengan perasaan yang sangat gugup dan jantung berdetak lebih kencang
dari biasanya. Ternyata memang benar, ada Stefani disana. Tanpa menunggu waktu
lama, Alfa segera mengungapkan isi hatinya dari lantai dua.
“Stefaniiiii, Kamu
mau kan jadi pacar aku ?”, Alfa berteriak dari balkon lantai 2.
Stefani benar-benar tidak
percaya, ini semua seperti mimpi baginya. Alfa, seseorang yang dicintainya
ternyata mempunyai perasaan yang sama dengan apa yang dia rasakan. Alfa turun
ke lantai dasar untuk menemui Stefani, Faris ikut menyusulnya.
“Bagaimana Fan ?
apa kamu mau jadi pacar aku ?”, Alfa harap-harap cemas.
“Sebelumnya aku
ingin bertanya sama kamu. Dan aku ingin kamu jawab jujur ya”
Alfa mengangguk, ia
akan menjawab semua pertanyaan Stefani.
“Apa kamu yakin
dengan ini semua ? Kamu yakin tidak akan menyesal jika aku jadi pacar kamu ?”
“Aku sudah yakin
dan aku tidak akan menyesal”, Alfa menegaskan.
“Lalu... bagaimana
dengan Marry ? mantan kamu itu ? bagaimana jika dia sakit hati gara-gara ini ?”
“Itu sudah masa
lalu Fan. Biarkanlah itu berlalu. Lagipula, aku juga udah ga punya perasaan
apa-apa lagi sama dia”
“Oh iya. Satu lagi.
Kamu tahu kan dulu aku pernah disakiti ?. Aku tidak mau kejadian itu terulang
lagi Al. Dan aku percaya kamu tidak akan mengulang kesalahan orang itu lagi.
Bagaimana ?”
“Iya aku tahu itu.
Dan aku akan berusaha untuk tidak pernah menyakiti kamu. Aku janji Fan. Aku
juga akan berusaha untuk memegang janji ini”
Stefani tersenyum, sepertinya
Alfa memang benar-benar serius dan yakin dalam urusan ini. Dan Stefani siap
untuk memberikan jawaban yang akan segera merubah hidupnya juga hidup Alfa.
“Baiklah Alfa,
aku.. aku... emm... aku mau jadi jadi pacar kamu kok. Sejujurnya sudah cukup
lama juga aku merasakan perasaan ini. Hanya saja... aku malu untuk
mengungkapkannya, hehe”
Alfa tersenyum menerima jawaban
dari Stefani. Ini artinya hubungan mereka sudah bukan sekedar sahabat lagi.
Mereka berdua telah terikat oleh sebuah ikatan bernama cinta. Faris juga
merasakan hal yang sama dengan Alfa, dirinya senang karena telah berhasil
menyelesaikan tugasnya untuk menyatukan mereka berdua.
“Yeah, akhirnya
tugasku disini sudah selesai. Selamat ya kalian berduaaaaa. Aku harap hubungan
kalian berdua akan terus bertahan hingga tua nanti hehe”
“Terimakasih ya
Ris. Tanpa bantuanmu perasaanku pasti tidak bisa tersampaikan ke Stefani. Aku
sangat berterimakasih”
“Sama-sama kawan.
Jika aku melihat sahabatku bahagia, maka aku juga akan bahagia”
Stefani dan Alfa terlarut dalam
percakapan sederhana tapi bermakana. Kini keduanya sudah bisa bersama-sama
tanpa harus malu atau takut. Bahkan kini Alfa mulai belajar agar bisa membuat
Stefani tersenyum. Disaat kebersamaan itu sedang hangat-hangatnya, rombongan
teman-teman sekamarnya –bahkan siswa-siswi XI-IPA-5 datang menemui Stefani yang
saat itu masih bersama Alfa.
“Acieeeeee. Selamat
ya Stefani. Jangan lupa peje nya
hahahaha”
Bahkan tak sedikit ada orang
iseng yang sengaja mengambil foto mereka berdua menggunakan kamera yang
dibawanya. Lihat saja Alvis dan Ichsan –ketua kelas A5, mereka berdua secara
diam-diam mengambil foto kebersamaan Stefani dan Alfa. Dan hal ini pun ketahuan
oleh Stefani sehingga membuatnya harus mengejar-negejar Ichsan dan Alvis.
“Hei
Ichasan ! Alvis ! kembali kalian ! jangan sampai foto itu menyebar luas
yaaaaa”, Stefani terus mengejar-ngejar Alvis dan Ichsan, sedangkan Alfa dan
Faris hanya tersenyum saat melihat tingkah Stefani yang seperti itu
***
Minggu, 19 Februari 2012. Ya,
ditanggal itu lah hubungan Stefani dan Alfa diresmikan. Kini keduanya sudah
menjadi seorang kekasih yang akan ada disaat suka maupun duka. Bahkan saat
perjalanan pulang ke Bandung, Alfa dan Stefani duduk berdua bersama di bus.
Irma yang sebelumnya duduk bersama Alfa kini sudah duduk di tempat yang lain.
Mereka berdua tampak sangat senang sekali karena kini keduanya sudah saling
memiliki.
“Aku senang sekali
selama di Jogja kemarin. Ternyata ada seseorang yang memberiku sebuah kejutan
yang spesial. Terimakasih ya Al untuk semuanya. Terimakasih karena kamu sudah
membuatku senang dan tersenyum”
“Aku juga sangat
senang Fan. Ternyata selama ini kita berdua mempunyai perasaan yang sama. Oh
iya, mulai sekarang jika kita berdua mempunyai masalah, maka kita akan
menyelesaikan masalah itu bersama-sama. Kita kan sudah saling memiliki. Aku
akan terus berusaha untuk menjagamu sepenuh hatiku. Aku sayang kamu Fan...”
Bus terus melaju menuju Bandung.
Mereka berdua memebawa semua kenangan indah yang mereka dapatkan di kota
Jogjakarta. Berawal dari kejutan pada hari Valentine, hingga sampai sekarang
menjadi sepasang kekasih. Keduanya berharap agar semuanya bisa terus bahagia
seperti sekarang ini. Malam sudah tiba, seluruh penumpang bus 4 sudah terlelap.
Bahkan Stefani tertidur di bahu Alfa. Alfa tersenyum melihat wajah Stefani yang
terlelap ini. Ia juga mulai memejamkan matanya untuk tidur dan membawanya ke
dalam sebuah mimpi.
Bus melaju dengan cukup kencang dan
menembus pekatnya malam yang gelap ini. Semua penumpang benar-benar sudah
tertidur karena sudah lelah menjalani perjalanan di kota Jogjakarta ini. Kini
Alfa dan Stefani juga sudah tertidur lelap. Mereka berdua akan mengawali hari
baru ketika akan mebuka mata pada esok hari.
Tapi mereka tidak sadar bahwa di
ponsel mereka masing-masing ada satu pesan singkat dari pengirim yang sama.
Marry. Ya, dialah pengirim sms itu !
***
No comments:
Post a Comment