Light Fire in The Silence
Suasana
malam kota Jogja rasanya tidak pernah berubah di mata Clarisa. Ramai, bising, indah,
padat akan individu, dan… kesendirian. Ia sudah terbiasa mengasingkan diri dari
teman-temannya dan sengaja berkeliling Jalan Malioboro untuk sekadar
menghabiskan waktu setelah bermain biola saat di rumahnya tadi.
Dengan tanpa semangat, ia terus menggerakkan kaki di
tengah kerumunan individu yang semakin memadati trotoar jalan. Sesekali ia mendongak,
memperhatikan langit malam yang begitu pekat tanpa ada bintang yang melengkapi.
Seperti hatinya, begitu kosong dengan beban berat yang selalu menghantui
kehidupannya setiap hari.
Clarisa merapatkan jaketnya lebih erat. Entah
mengapa, suhu malam kota Jogja menjadi lebih dingin dari biasanya. Namun, ia
tak menyadari kotak kecil yang disimpan dalam saku jaketnya jatuh. Ia tidak
menghiraukan itu, tetap memandang lurus ke depan tanpa menghentikan langkahnya.
Ketika berjalan, ia melihat seorang laki-laki datang
dari arah berlawanan. Mata mereka sempat bertemu. Namun, sedetik kemudian keduanya
kembali pada pandangan masing-masing, berjalan ke arah berbeda dengan tempat
tujuan yang juga berbeda.
Clarisa menghentikan langkahnya sejenak, berpikir
sesaat untuk mengingat wajah laki-laki tadi. Rasanya ia pernah melihat sosok
itu, tapi ia tak mengingatnya lebih jauh lagi.
Ia kembali berjalan dengan langkah yang semakin
dipercepat. Ini bukan saatnya untuk memikirkan hal yang tidak penting.
***