Monday, July 30, 2012

Seseorang Dari Masa Lalu (Part 2)


Lanjut..... Seseorang Dari Masa Lalu Part 2 :)





Pukul 17.00 WIB, Faris melihat layar ponselnya, baru saja ia dan teman-teman sekelasnya di kelas XI-IPS-2 menyelesaikan anggenda rutin kelasnya, yaitu latihan paduan suara. Kini semua teman-temannya sudah bubar kecuali dirinya sendiri.  Faris akan menunggu Stefani dan Alfa selesai dari kegiatan ekstrakulikulernya.
                Sambil menunggu waktu, iseng-iseng Faris berjalan di koridor kelasnya untuk menuju kelas yang baru selesai dibangun yang dulunya merupakan kelasnya saat kelas X bersama Seila dan teman-temannya yang lain. Saat ia berjalan ke arah kelas tersebut, ia merasakan ada sesuatu yang aneh mengikuti dirinya. Tapi apa ?. Faris melihat ke belakangnya, tak ada siapa-siapa disana. Bahkan hanya ada dirinya saja. Suasana sekolah ini sudah sangat sepi.
                Faris melihat kelas yang dulunya merupakan kelasnya dahulu. Tapi kini semuanya telah berbeda, sangat berbeda. Warna dindingnya, luas kelasnya, posisi papan tulisnya, semua benar-benar berubah. Ia masuk ke kelas tersebut dan sejenak memandangi suasana disana. Dapat ia ingat betul bagaimana masa-masa indahnya bersama kelas X-8, tapi kini semuanya tinggal kenangan.
                BRAK !!! seseorang membanting dan menutup pintu kelas yang sedang dimasuki oleh Faris. Orang tersebut segera mengunci pintu tersebut dan berlari ke arah yang lebih jauh. Tentunya Faris sangat terkejut. Ada apa sebenarnya ini ? oh, atau jangan-jangan... gawat ini pertanda bahwa ancaman orang itu benar adanya. Faris panik. Ia segera memukul-mukul pintu tersebut sambil berteriak untuk mencari bantuan. Tapi tak ada satu orang pun yang mendengar teriakan Faris. “Buka hei buka !!! siapa sih kamu ?? Tolong !!!”
                Tapi percuma saja, sekeras apapun dia berteriak tidak akan ada yang mendengar suaranya. Suasana sekolah sudah benar-benar sepi dan tak ada seorang pun di sekitar kelas itu. Faris mulai ketakutan, ia benar-benar takut akan terjadi sesuatu pada dirinya ataupun Alfa dan Stefani. Alfa ? Stefani ? dimana mereka ? oh iya, mereka sedang mengikuti kegiatan ekskul mereka. Aku harap tidak ada sesuatu yang terjadi kepada mereka berdua.


                Faris menyerah, ia hanya menunggu akan ada seseorang lewat di depan kelas ini dan segera menolongnya. Ia berbalik arah, menatap ke arah jendela yang tertuju langsung pada sebuah bangunan Sekolah Dasar. CLAK, suatu benda cair menetes dari arah langit-langit kelas mengenai batang hidung Faris. Ia meletakan telunjuk jarinya di hidungnya, dan segera memperhatikan cairan apa yang menetes tersebut. Merah. Cairan merah ? Apa ? tanpa berfikir panjang, ia menganggap bahwa cairan itu merupakan suatu cairan yang selalu ada pada diri manusia. DARAH ! ya cairan itu adalah setetes darah segar yang baru terjatuh dari arah langit-langit kelas itu.
                Jantung Faris berdetak lebih kencang dari biasanya. Kenapa bisa ada darah disini  ? Apa ini darah manusia ? Kini ia benar-benar tidak bisa berfikir jernih. Nyawanya sudah mulai terancam. Dengan perlahan, Faris mulai memberanikan diri untuk melihat ke arah langit langit kelas tersebut. Dan ternyata ada sesuatu terjadi disana. Banyak cairan darah yang dibentuk menjadi sebuah kata-kata. MATI ! itulah kata-kata di yang dituliskan oleh darah tersebut.
Faris ingin berteriak, tapi sayangnya dia tak mampu lagi mengeluarkan kata-kata lagi. Ia hanya menutup mulutnya dengan ekspresi kaget dan hanya duduk lemas di lantai yang dingin itu. Perlahan, cairan darah itu mulai menetes lagi dan lagi yang membuat warna lantai yang semula berwarna putih menjadi dihiasi oleh warna merah segar.
©©©
                Pukul 18.50 WIB. Alfa melihat jam yang dikenakan di tangan kirinya. Sudah malam ternyata. Ia tak menyangka harus membereskan ruang UKS itu seorang diri saat semuanya telah bubar. Kini ditengah gelapnya malam dan hanya diterangi oleh lampu yang tidak terlalu terang, Alfa mengunci ruangan UKS tersebut dan melangkah sendirian menuju laboratorium Kimia –tempat Stefani mengikuti kegiatan KIR.
                Hening, sepi, gelap, tak ada seorang pun di ruangan ini. Kemana Stefani ? Apa dia sudah pulang duluan?  Fikir Alfa. Ia merasa heran, jika Stefani memang telah pulang duluan seharusnya memberi kabar kepada Alfa, bukannya pergi tanpa pamit seperti ini. Tapi Alfa berfikir positif, mungkin Stefani lupa bahwa sebenarnya dia harus pulang bersama Alfa dan Faris.
                Faris ? oh ya dimana dia ? dia juga belum memberiku kabar. Hmmm aku sms dia saja deh.
*Ris dimana ? aku udah pulang nih. Ada di depan lab kimia. Kesini dong. Ga ada siapa-siapa
                Faris merasakan ada getaran dalam saku baju seragamnya. Getaran tersebut membuat dirinya sadar dari tidur singkatnya. Ia mulai membuka matanya perlahan. Tapi meski ia sudah membuka mata, Faris belum bisa melihat jelas apa  yang sedang dilihatnya saat ini. Semuanya gelap, benar-benar gelap, ia tak bisa melihat apa-apa. Ada yang janggal. Mengapa ia duduk di kursi ? bukankah tadi ia tertidur di atas lantai. Tunggu, bukan hanya posisi duduknya saja yang salah. Tangan dan kakinya terikat oleh tali yang dieratkan di bagian badan dan kaki kursi kayu ini. Ada apa ini ? Faris disekap ! tapi oleh siapa ?
                Seseorang mulai mendekat ke arahnya dan mengambil ponsel Faris dari saku seragamnya. Orang tersebut membaca baik-baik isi sms yang dikirimkan Alfa beberapa menit yang lalu. “Oh, ternyata Alfa ada disana sekarang”, orang tersebut berbicara tanpa ada alat pengubah suara apapun, tapi Faris tak mengenali suara ini.
“Siapa kamu ? tunjukan diri kamu pengecut !”
                Orang itu tak terima dengan apa yang dikatakan oleh Faris. Ia segera mengeluarkan sebuah pisau lipat dan segera mendekatkan mata pisau itu ke leher Faris. “Siapa yang kamu bilang pengecut hah ? HAH ? SIAPA ?”. Faris hanya terdiam, orang ini ternyata benar-benar serius dalam ucapannya dan tidak main-main. Sayangnya Faris tidak bisa melihat jelas ke arah orang itu. Pandangannya sangat gelap. Tak ada setitik sinar pun disana.
                Orang itu mulai menggoreskan pisau itu di leher Faris. Perlahan dari goresan kasar itu membuat sebuah cairan berwarna merah segar keluar dari lehernya. 1 cm, 2cm, 3cm, semakin lama luka yang diberikan oleh orang itu semakin panjang. Darah yang menetes pun semakin jelas mengalir seperti keringat seseorang yang baru berolahraga. Faris hanya meringis kesakitan diiringi dengan beberapa teriakan kecil “Aaaaaaaaaaaa, sakiiiitttt. Aaaaaaaa siapa sih lo ?!? kalau berani tunjukin diri LO ! aaaaaa periihhh”
                Disaat Faris masih sibuk dengan menahan rasa sakit dan perih akibat luka di lehernya tersebut, orang itu menghubungi Alfa menggunakan ponsel Faris. Alfa yang saat itu sedang duduk di tangga depan ruangan lab kimia dengan sigap mengangkat panggilan yang disangkanya dari Faris itu.
“Halo Ris ! kamu dimana sih ? aku sendirian disini”
“Selamat malam Alfa... Sayang sekali, sahabatmu ini sekarang hanya bisa meringis kesakitan akibat luka kecil yang ada di lehernya. Jika kamu lihat, ia sangat tersiksa sekali. Ia sangat ingin bisa memegang lukanya, tapi sayang, kedua tangan Faris sudah kuikat rapat di kursi ini hahaha”
“Heh ! siapa lo ? Lo apain si Faris hah ?”
“Alfa, aku tidak bohong kan ? ini semua gara-gara kamu yang sampai saat ini tidak memutuskan hubunganmu dengan Stefani !”
“Ini semua ga logis. Kalau lo emang ga suka sama hubungan gue dan Stefani. Kenapa lo nyerang Faris hah ? ini ga adil ! Gue minta sekarang juga lo bebasin Faris”
“What ? bebasin ? semudah itukah ? Tapi... baiklah, aku beri kamu kesempatan untuk dapat melihat Faris bebas dan selamat....”
“Alfaaaaaaa, pergi dari sini !!! tempat ini terlalu berbahaya bagi kamu !”, tiba-tiba Faris berteriak karena tak ingin Alfa terjebak dalam permainan orang jahat ini. Orang tersebut tidak menanggapi apa yang dikatakan oleh Faris, ia hanya tetap fokus berbicara dengan Alfa.
“Faris, kamu ada disana ? kamu gapapa kan ? halo Faris ?”
“Dengar Alfa. Jika kamu ingin Faris selamat, maka kamu sendirilah yang bisa menyelamatkannya. Dia ada di salah satu ruangan kelas di sekolah ini. Waktu kamu tak lebih dari 5 menit. Aku akan menaruh sebuah gas beracun di ruangan ini, dan jika Faris menghirup racun ini lebih dari 5 menit, maka aku yakinkan dari sekarang bahwa nyawanya akan hilang untuk selamanya ! Ingat, waktu kamu ga lebih dari 5 menit. Mau tak mau, kamu harus bisa memilih satu dari puluhan kelas disini yang menjadi tempat disekapnya Faris. Goodbye Alfa.... selamat menjalankan tugasmu hahaha”, orang itu langsung menutup percakapannya bersama Alfa.
                Orang itu keluar melalui jendela, melemparkan sesuatu yang dikemas dalam sebuah botol beling. Botol itu pecah dan cairan di dalamnya mulai mengalir entah ke arah mana. Tapi ternyata cairan tersebut menghasilkan suatu bau yang tidak enak untuk dihirup. Aromanya sangat aneh sekali. Setiap Faris mencium bau ini, pasti ia merasa sesak nafas, batuk-batuk, dan daya tahan tubuhnya semakin lama semakin melemah. Ini membuatnya tampak lemas. “Tolooooongggg, siapapun tolong akuuuuu”, Faris terus berteriak  meski teriakannya tersebut tidak didengar oleh siapa-siapa, termasuk Alfa. Tapi suaranya semakin lama semakin melemah dan membuatnya hampir habisa kehabisan suara.


“Tolong”, kesadaran Faris mulai berkurang, ia sangat pusing sekali.
                Sementara itu, Alfa terus berlari-lari di daerah koridor kelas XI IPA. Mulai dari IPA 1, IPA 2, sampai ke IPA 5, ia tidak menemukan ada jejak Faris disana. Ditelusurinya kelas XI IPA 6, IPA 7, hingga kini ia sampai di kelas baru yang belum ditempati oleh para siswa di sekolah ini. Alfa melihat ke dalam kelas itu melalui jendela kaca. Gelap, sangat gelap. Ia tak bisa melihat apapun disana. Semula ia tak yakin bahwa Faris ada disana, tapi ketika ia mendengar suara rintihan minta tolong dari ruangan tersebut, maka ia langsung yakin bahwa Faris memang benar disekap disana.
                Alfa mencoba mendobrak pintu kelas tersebut, tapi percuma saja. Tenaganya tak cukup kuat untuk dapat membuka pintu ini secara paksa. “Faris... Faris... kamu ada di dalem kan ?”
Alfa ? dia ada diluar ? Alfa... tolong aku Al... tolong...
Alfa mencari ide lain. Ia mengambil sebuah pot bunga kecil yang berada di depan kelas tersebut. Tanpa menunggu waktu lama, pot bunga tersebut ia gunakan untuk memecahkan kaca jendela di kelas tersebut. PRANG, pecahan beling jatuh dimana-mana saat Alfa berhasil memecahkan kaca itu.
                Alfa segera masuk ke dalam dan melihat Faris yang duduk lesu dalam keadaan terikat, lemah tak berdaya. Kesadarannya sudah dibawah 50%. Bau gas racun ini membuat Alfa juga batuk-batuk. Pasti Faris sangat merasa tersiksa berada lama di ruangan ini dengan bau yang tak sedap. Alfa melepaskan ikatan tali yang menjerat tubuh Faris, kini Faris sudah bisa berdiri meski dengan keadaan yang masih lemah, ia butuh udara segar.
                Keduanya keluar melalui jendela yang dipecahkan oleh Alfa tadi. Dengan keadaan yang masih setengah sadar, Faris mencoba berhati-hati dengan langkahnya saat melewati jendela tersebut karena masih ada serpihan-serpihan pecahan beling yang tergeletak dimana-mana. Kini mereka berhasil keluar dari ruangan beracun itu. Namun saat keduanya hendak berjalan, Alfa tergelincir sehingga terjatuh ke bawah lantai yang saat itu juga penuh dengan serpihan beling kaca tersebut. Telapak tangannya secara tak sengaja mengenai serpihan beling yang berbentuk runcing itu. Darah mulai menetes segar dari bagian tubuhnya itu.
“Kamu ga kenapa-kenapa Al ?”, tanya Faris yang mulai pulih dari kesadarannya.
“Aw, cuma luka sedikit kok. Oh iya leher kamu tuh banyak darahnya, sampai kena ke kerah baju lagi. Kita ke UKS dulu yuk bentar. Nanti kita baru pulang”
“Oh iya, Stefani mana ?”, tiba-tiba Faris panik.
“Aku juga ga tahu Ris. Tapi kayanya dia udah pulang deh. Aku harap ga terjadi sesuatu yang aneh terhadap dia”
“Semoga ya”, jawab Faris sambil melangkah pergi menuju UKS bersama Alfa.
©©©
                Malam itu, pukul 19.30 WIB. Stefani membuka matanya. Gelap, benar-benar gelap. Ada dimana dia sekarang ? Yang ia ingat adalah saat ia sendirian pergi ke toilet, tiba-tiba seseorang dari belakang datang menyergapnya. Orang itu memberikan obat bius yang di sisipkan pada sebuah sapu tangannya dan memaksa Stefani untuk menghirup obat bius tersebut. Mulanya Stefani kaget dan sudah siap-siap memberontak, tapi kenyataan berkata lain, ia tidak sanggup harus melawan orang tersebut. Tanpa ia sadari dirinya telah dibuat tertidur oleh orang tersebut.
                Kini saat ia sadar, ia sudah berada disebuah ruangan yang gelap. Matanya tak mampu melihat apapun yang sedang ada di depan matanya saat ini. Semuanya sama, sama-sama gelap, sama-sama hitam. Ia sungguh tak mampu melihat keadaan sekitar. Ada apa ini ? Tubuh Stefani ternyata terikat pada sebuah kursi kayu –sama seperti keadaan Faris beberapa saat yang lalu. Stefani kaget, mengapa tiba-tiba ia merasa disini ? Tubuhnya tidak bisa digerakan sama sekali. Beberapa kali ia mencoba untuk membuka ikatan talinya tersebut, tapi untuk bergerak saja sudah susah sekali. Ini membuat Stefani cukup takut. Alfa... tolong aku... aku disekap...
 ©©©
                Setelah 10 menit Alfa dan Faris selesai mengobati luka pada tubuhnya masing-masing, kini keduanya segera meninggalkan ruangan UKS ini dan ingin segera keluar dari sekolah ini. Leher Faris kini ditutupi perban sebagai penutup atas luka yang ia dapatkan tadi. Begitu pula dengan Alfa, telapak tangannya sudah diobati dan sudah ditutupi oleh dua buah plester kecil.
                Mereka berjalan melewati laboratorim Kimia, laboratorium biologi dan akhirnya sampai di dekat ruangan osis. Pagar hitam tinggi yang ada disana sudah dikunci rapat, mereka terpaksa harus memutar ke arah toilet wanita agar bisa sampai di gerbang. Alfa dan Faris nampak kaget saat melihat gerbang sekolah yang ternyata sudah ditutup bahkan dikunci gembok. Jika begini, bagaimana mereka bisa keluar dan pulang ke rumah masing-masing ?
“Kenapa gerbangnya udah dikunci sih ?”, Faris bertanya dengan nada yang tinggi.
“Aku juga ga tahu Ris. Gimana dong ? masa kita harus nginep disini sih ?”
“Kita cari bantuan aja. Siapa tahu masih ada orang disini. Aku takut banget Al, tadi nyawa aku tuh udah di ambang batas banget. Untung kamu cepat nyelamatin aku”
                Alfa menyetujui ajakan Faris. Keduanya berbalik arah dan akan segera kembali ke dalam sekolah itu. Lampu-lampu yang berada disana benar-benar membantu mereka untuk melihat arah. Jika saja semua lampu tersebut redup bahkan padam, entah apa yang akan terjadi pada penerangan disana. Sudah sangat gelap pastinya. Tapi semuanya diluar dugaan, lampu-lampu tersebut tiba-tiba mati. Suasana semakin mencekam. Pandangan keduanya benar-benar terbatas. Gelap, sangat gelap. Entah apa yang kini harus mereka lakukan.
                Faris mulai ketakutan, wajahnya panik, ia takut sesuatu yang terjadi pada dirinya akan datang dua kali. Alfa mencoba menenangkannya, tapi Faris masih belum bisa menyembunyikan rasa ketakutannya saat ini. Semua penerangan disana sudah benar-benar mati, tapi ada satu benda yang masih memakai tenaga listrik. Benda itu adalah sebuah speaker. Dapat mereka dengar jelas seseorang sedang mengetuk sebuah mic yang suaranya langsung terhubung ke speaker sekolah.
“Ada orang lain disini Ris”
“Udah aku sangka Al, nyawa kita itu udah benar-benar terancam. Aku takut”
                “Selamat malam saudara Alfa Lesmana dan saudara Faris Ramadhan...”, akhirnya orang itu mulai menampakan suaranya pada pengeras suara disana. Suaranya masih memakai alat pengubah suara, jadi masih belum nampak jelas apakah dia seorang laki-laki atau seorang perempuan. Tapi Faris dan Alfa yakin bahwa orang yang sedang berbicara ini merupakan orang yang sama yang menjadi peneror mereka di telepon. Faris dan Alfa sebenarnya telah mengetahui suara asli peneror ini beberapa saat yang lalu, tapi keduanya masih belum yakin siapakah “dia” sebenarnya.
“Siapa kamu ? Apa mau kamu HAH ?”
“Identitasku tidak penting saat ini. Yang penting sekarang adalah bagaimana cara kalian untuk menyelamatkan nyawa Stefani !”
                Apa ? Stefani ? bukankah dia sudah pulang ?, begitulah pendapat yang sama-sama difikirkan oleh Alfa dan Faris. “Memang saat ini Stefani ada dimana ?”, Alfa tampak cemas dan khawatir. Sementara Faris masih terlalu shock atas kejadian yang melibatkan nyawanya tadi. Hal ini membuat nafasnya tidak teratur, tubuhnya dipenuhi oleh keringat dingin, wajahnya pun pucat saking ketakutannya.
“ALFA.........!!! TOLONG AKUUUUU !!!”, tiba-tiba suara Stefani terdengar dari pengeras suara itu.
“Stefani ? apa itu kamu ? jawab aku Stefani ! kamu tidak apa-apa kan ?”
“Percuma saja Alfa, mulut Stefani telah aku tutup dengan lakban. Kini ia sudah tidak bisa berbicara apa-apa lagi hahaha. Jika kau ingin melihat keadaan Stefani saat ini, lihatlah ke monitor absen dekat ruang osis ! kau dapat melihatnya secara jelas”
                Tanpa membuang waktu lama, Faris dan Alfa segera berlari menuju tempat yang diminta orang itu. Dan benar saja, saat keduanya melihat layar LCD tempat mereka melakukan absen, ada gambar Stefani disana. Di layar tersebut dapat terlihat jelas bagaimana keadaan Stefani yang sangat memprihatinkan. Tangannya dan kakinya terikat di kursi kayu, mulutnya di tutup oleh sebuah lakban hitam, kondisinya benar-benar lemah dan tak berdaya.
“Itu Stefani Al !!!”
“Stefani ! kau bisa dengar aku ?? Stefani, kau ada dimana sekarang ?”
                Di layar monitor tersebut Alfa bisa menyaksikan Stefani yang mencoba untuk berbicara, tapi Stefani tidak bisa mengeluarkan suara sepatah kata pun. Ia juga terus mencoba untuk bergerak, tapi gerakannya benar-benar terbatas. Stefani benar-benar tidak bisa berbuat apa-apa saat ini. Alfa... tolong aku AL... ternyata selama ini orang itu benar-benar berbahaya.
©©©
                Ia mematikan handycam yang saat itu sedang merekam bagaimana tersiksanya Stefani yang sedang disekap lengkap dengan seragam putih abu-abunya. Ia hanya tersenyum sinis penuh kemenangan melihat semua orang yang dibencinya kini sudah benar-benar menderita.
“Stefani, sudah aku peringatkan berapa kali sih untuk mengakhiri hubunganmu dengan Alfa ?”, tanya orang itu sambil membuka lakban pada mulut Stefani.
“Aku sayang banget sama Alfa. Tidak semudah itu akan melepaskannya. Aku yakin dia akan datang kesini untuk menyelamatkaku ! Kamu itu bener-bener jahat ! Kamu itu bukan manusia ! kamu itu sama aja seperti iblis !”, Stefani tidak bisa menyembunyikan bagaimana rasa bencinya terhadap orang itu.
                Ya, orang itu. Kini Stefani tahu siapakah sebenarnya orang yang selama ini meneror dirinya, Alfa, dan Faris. Orang itu benar-benar menampakan dirinya di depan Stefani. Tapi Stefani sudah tidak terkejut lagi saat mengetahui identitas pelaku ini karena orang ini mempunyai peranan penting di masa lalunya dahulu. Masa lalu yang membuatnya mempunyai trauma dalam menghadapi perasaan cintanya kepada seseorang.
                Ia sama sekali tidak menerima ucapan Stefani tadi. Dengan spontan, ia mengambil sebuah silet kecil namun mempunyai ketajaman yang luar biasa pada saku baju seragamnya.Silet tersebut mulanya diletakan di lengan Stefani. Tapi perlahan benda itu digoreskan secara perlahan pada lengan Stefani dan membuatnya tampak meringis kesakitan. Dapat Stefani lihat jelas bagaimana luka tersebut membuat darahnya mengalir deras dan menetes dengan segarnya. “Aaaaaa cukup ! sakittttt”. Tapi orang itu tidak mempedulikan ucapan Stefani, ia terus saja menambah panjang luka yang ada di lengan Stefani.
                Stefani hanya bisa menahan rasa sakit itu. Luka yang digoreskan orang itu kian lama semakin panjang –mungkin sekitar 6 cm. Stefani tidak dapat menahan air mata yang mulai menetes dari matanya.
“Cukup !!!”, tiba-tiba seseorang datang melihat orang itu yang sedang melukai Stefani.
“Kamu toh. Kenapa sih ? kamu ga suka kalau aku menyakiti pujaan hati kamu ini ? hah ?”
“Cukup ! kamu tidak boleh menyakiti Stefani lebih dari ini !”
“Okay. Enough. Puas ?”, jawab orang itu sambil membuang siletnya jauh-jauh.
                “Stefani, kamu ga apa-apa kan ? sini aku obatin luka kamu ya”, pria itu nampak peduli dengan keadaan Stefani. Wajah Stefani sangat menampakan bagaimana bencinya dia dengan kedua orang yang telah menyekapnya ini. Sudah cukup rasanya dahulu dia pernah disiksa secara batin oleh mereka berdua, dan sekarang keduanya malah menyiksa dia secara fisik. Ia merasa bahwa kedua orang ini merupakan orang paling jahat sedunia yang tak pernah merelakan dirinya untuk merasakan bagaimana indahnya kebahagiaan. “Aku ga pernah sudi ditolong sama orang jahat seperti kamu ! camkan itu !”
©©©
                “Sekarang kita harus bisa cari dimana keberadaan Stefani. Orang itu bilang, jika dalam waktu 30 menit kita tidak berhasil mencari dirinya. Ancaman nyawa Stefani akan melayang benar-benar bisa terjadi ! aku takut dia akan merasakan hal yang kau rasakan tadi Ris ! tadi saja kau dua kali dibuat tersiksa oleh orang itu kan ?”, Alfa berlari di lantai 2 –koridor kelas X. Dengan ditemani oleh kegelapan, ia menyempatkan diri untuk melihat satu persatu ruangan yang ada disana, meski hasilnya sama saja. Sama-sama gelap dan tak terlihat. Benar-benar tak ada penerangan disini.
                “Yang jelas kita harus cepat menemukan keberadaan Stefani Al. Nyawa dia saat ini pasti terancam ! aku ga mau dia merasakan apa yang aku rasakan tadi”
                Keduanya terus berlari mengitari seisi sekolah. Semua ruangan disana sudah dikunci dan digembok. Mereka hanya bisa melihat melalui jendela kaca dengan penerangan yang sangat minim sekali, bahkan tidak ada penerangan sama sekali. Ini membuat keduanya kesulitan untuk mencari keberadaan Stefani, ditambah lagi mulut Stefani ditutup dan tidak akan bisa mengeluarkan suara.
                Mereka terus berlari tanpa henti di lantai 2 ini. Faris mulai kelelahan dan mengajak Alfa untuk beristirahat terlebih dahulu. Namun Alfa menolak, ia tak ingin waktu terbuang percuma hanya demi istirahat yang akan mengulurnya untuk menyelamatkan Stefani. Alfa berlari kesana kemari, disusul oleh Faris dibelakangnya. Tapi keadaan Faris sudah sangat lelah. Nampaknya kondisi Faris masih belum stabil akibat kejadian yang dialaminya beberapa saat yang lalu.
                Kini Alfa sudah berada jauh di depan Faris. Faris hanya berjalan tanpa semangat untuk mengejar ketertinggalannya. Alfa sudah menghilang dari pandangannya. Dimana Alfa ? Faris benar-benar sudah kehilangan jejak Alfa . Dimana Alfa ? kenapa dia pergi meninggalkan Faris sendirian ? Faris hanya bisa melihat sekelilingnya yang sangat gelap, ia juga tak mengetahui kini ada dimana dia sekarang. Fikirannya sudah benar-benar kacau.
                Tanpa ia sadari, ada seseorang di belakangnya datang mendekat. Ya, orang itu adalah orang yang sama yang menyerang dirinya beberapa jam yang lalu. Nampaknya orang ini belum cukup puas untuk menyiksa Faris. Perlahan orang itu mulai mendekat, dekat, dan semakin dekat. Orang itu mendekati Faris bukan dengan tangan hampa, ia membawa sebuah pisau lipat yang tadi digunakannya untuk melukai leher Faris.
“Alfaaaaa, kamu dimana Al ?”, Faris berjalan pelan menelusuri sekolah ini.
                Ia masih tak menyadari saat langkahnya maju, maka orang itu akan maju juga. Dan saat dirinya berhenti, orang itu akan berhenti dari langkahnya. Namun perlahan Faris mulai menyadari ada hal janggal yang mengikuti dirinya. Ia mencoba untuk melihat ke arah sekelilingnya, namun tak ada siapa-siapa disana. “Alfa, apa itu kamu ?”
BRUG !! suara itu nampak begitu jelas saat orang misterius itu memukul kepala Faris dari belakang menggunakan tongkat basseball yang terbuat dari besi. Seketika keadaan Faris langsung tak sadarkan diri dan terjatuh lemah di lantai ini. Mungkin karena akibat pukulan hebat itu, darah dari kepala Faris mulai mengalir perlahan di belahan rambutnya yang semula hitam kini berubah menjadi merah segar.
Sementara itu Alfa yang jaraknya jauh dari lokasi Faris mulai menyadari bahwa Faris telah hilang dari pandangannya. Kemana anak itu ? atau jangan-jangan... tidak semoga Faris tidak tertangkap kembali oleh orang itu. “Fariiisss, dimana kamu ? jawab aku Ris !”, Alfa benar-benar cemas, kini fikirannya bertambah rumit. Di satu sisi ia khawatir karena nyawa kekasihnya sedang terancam –waktu tinggal 18 menit lagi. Sedangkan di sisi lain ia juga dibuat tak tenang karena sahabat yang dari tadi menemaninya tiba-tiba menghilang entah kemana.
Alfa berlari, terus berlari. Entah kemana arah tujuannya saat ini. Apakah dia harus fokus untuk menyelamatkan nyawa Stefani ? atau justru dia lebih memilih mencari keberadaan Faris terlebih dahulu. Semua situasi ini membuatnya bimbang disertai galau. Ia memilih untuk beristirahat di depan ruang SSB dan duduk tak berdaya di atas lantai yang dingin itu.
                Ia mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan segera membuka galeri gambar. Ada banyak foto disana, namun foto yang ingin ia lihat adalah fotonya saat berada di Jogjakarta 6 hari yang lalu. Di foto tersebut dapat ia jelas bagaimana kebahagiaan yang didapatinya bersama Faris dan Stefani. Ya, saat itu tanggal 19 Februari 2012, saat dimana Alfa dan Stefani resmi menjadikan hubungan mereka sebagai sepasang kekasih. Kejadian itu tak akan pernah dilupakan olehnya...
©©©
Stefani dan Alfa terlarut dalam percakapan sederhana tapi bermakana. Kini keduanya sudah bisa bersama-sama tanpa harus malu atau takut. Bahkan kini Alfa mulai belajar agar bisa membuat Stefani tersenyum. Disaat kebersamaan itu sedang hangat-hangatnya, rombongan teman-teman sekamarnya –bahkan siswa-siswi XI-IPA-5 datang menemui Stefani yang saat itu masih bersama Alfa.
“Acieeeeee. Selamat ya Stefani. Jangan lupa peje nya hahahaha”
                Bahkan tak sedikit ada orang iseng yang sengaja mengambil foto mereka berdua menggunakan kamera yang dibawanya. Lihat saja Alvis dan Ichsan –ketua kelas A5, mereka berdua secara diam-diam mengambil foto kebersamaan Stefani dan Alfa. Dan hal ini pun ketahuan oleh Stefani sehingga membuatnya harus mengejar-negejar Ichsan dan Alvis.
“Hei Ichasan ! Alvis ! kembali kalian ! jangan sampai foto itu menyebar luas yaaaaa”, Stefani terus mengejar-ngejar Alvis dan Ichsan, sedangkan Alfa dan Faris hanya tersenyum saat melihat tingkah Stefani yang seperti itu.
“Oh iya Ris aku tahu tadi kamu mengambil gambarku dengan Stefani tadi kan ? hayo ngaku !”, ternyata Alfa menyadari bahwa sahabatnya itu memfoto dirinya bersama Stefani saat keduanya sedang lengah. “Hehe, iya Al. Lihat deh, bagus kan ?”, Faris menyerahkan ponsel yang digunakan olehnya untuk mengambil gambar tadi kepada Alfa.
“Oh iya bagus Ris ! keren ! aku minta dong. Via bluetooth ya !”
©©©
                Stefani terbangun dari tidurnya. Sudah pukul berapa ini ? Ah, bagaimana mau melihat jam ? melihat keadaan sekitarnya pun masih terlalu sulit untuknya. Sepertinya dia masih berada di tempat yang sama –tempat dimana dirinya disekap. Tunggu, sepertinya tadi ia memimpikan sesuatu. Ya benar ! tadi ia memimpikan sebuah kejadian yang telah dialaminya di Jogjakarta. Saat-saat itu merupakan saat-saat yang menyenangkan bagi Stefani. Bagaimana tidak ? Kota Jogjakarta menjadi saksi berseminya kisah cinta antara dirinya dan Alfa, seseorang yang telah lama dicintainya.
                Stefani tak mampu menahan air matanya. Tetesan air bening itu mulai mengalir dari mata indahnya. Air itu mengalir melalui pipinya kemudian turun dan jatuh ke tangannya yang terluka tadi. Dari tangan Stefani, air mata itu kembali mengalir ke jari mungilnya yang masih terikat di kedua sisi bangku kayu ini. Air mata itu kini telah jatuh ke lantai dan mengalir lagi entah kemana.


                Sementara itu suasana di depan ruang SSB masih sama. Alfa masih memandang fotonya bersama Stefani di layar ponsel itu. Ia rindu masa-masa itu, masa-masa dimana hubungannya dengan Stefani masih harmonis, bukan seperti ini yang mengancam hidup mereka berdua. CLAK !, ada setetes air bening jatuh tepat dibawah matanya. Ia mengusap bagian bawah matanya itu dan memerhatikan air itu. Air apa ini ? fikir Alfa. Tidak, tidak ada waktu lagi untuk memikirkan hal yang tak penting ini. Ia segera berdiri dan beranjak dari depan ruangan itu menuju ke arah lain.
                Saat itu juga Stefani baru sadar ada yang janggal dari tempat disekapnya saat ini. Suasana disini menjadi sangat dingin. Benar-benar menusuk kulit. Apa yang terjadi ? Sepertinya ada AC yang dinyalakan dengan temperatur rendah disini. Soal masalah suhu masih bisa ia maklumi, mungkin saja orang itu tak sengaja mengatur temperatur disini. Tapi ada satu hal yang membuat dirinya takut dan cemas. Tiba-tiba ia bisa melihat secara jelas apa yang ada di depannya saat ini. Ada sebuah cahaya lampu yang membantunya melihat benda ini.
                Kaca ! ya tiba-tiba ia bisa merasakan bahwa dirinya ada di dalam sebuah kaca yang telah disusun seperti balok. Stefani ada di dalam sana ! Ia terperangkap dalam sebuah box kaca bening. Stefani melihat ke atas, ada jarak sekitar setengah meter dari kepalanya menuju puncak box tersebut. Ada apa ini ? mengapa tiba-tiba ia bisa berada disini ?, untung saja ada sedikit lubang yang berada di sekitar box tersebut untuk membantunya bernafas. Berkali-kali Stefani berteriak untuk meminta tolong, tapi percuma. Suaranya tak terdengar selain di dalam kaca tersebut.
©©©
                Faris terbangun. Tiba-tiba ia mengingat sebuah kenangan indah yang ia lalui bersama Alfa dan Stefani. Masa-masa dimana ia terus berusaha untuk menyatukan keduanya yang sedang dimabuk asmara. Kenangan indah saat ia melihat tingkah Alfa yang nyaris bunuh diri saat di hotel Jogjakarta. Ia juga tak dapat melupakan bagaimana kegalauan yang dirasakan Stefani saat melihat Alfa yang terpaksa harus duduk bersama Irma.
                Tapi mengapa semua kebahagiaan itu kini berubah menjadi penderitaan. Semua penyiksaan harus dirasakan dirinya saat ini. Mengapa ada orang yang tega-teganya memperlakukan dirinya seperti ini ? Tunggu, ada yang aneh. Mengapa kini Faris terbangun dengan posisi tengkurap ? apa yang terjadi ?
                Semula ia ingin membenarkan posisinya saat ini. Tapi ia sadar, dirinya ternyata berada di atas sebuah meja. Tidak hanya itu, tangan dan kakinya pun diikat oleh sebuah tali yang masing-masing dilitkan pada kaki meja tersebut. Ada apa ini ? Aw, Faris merasakan ada sebuah tusukan kecil di bagian punggunggnya. Tapi apa ini ? Sebelum ia ingin berfikir tentang apa yang sedang menusuknya itu, tiba-tiba seseorang datang mendekat kearah dirinya.
“Hei Faris, selamat malam. Bagaimana keadaan kepalamu ? masih sakit ?”
“Siapa kamu ?”, Faris malah balik bertanya.
                Orang itu tidak menjawab pertanyaan Faris. Ia malah mendekat ke arah Faris dan sengaja memperlihatkan jati dirinya sendiri. Perlahan Faris mulai memerhatikan wajah itu baik-baik. Dia seorang pria ! wajahnya nampak tak asing dimata Faris. Dia... kalau tidak salah...
“Bagaimana? dengan melihat wajahku dan tanpa alat pengubah suara, apakah kau sudah mengenali identitasku?”
“Ya, aku tahu kamu! kamu adalah mantan kekasih Stefani kan ? kau ANDREAN !”
                Ya, dialah Andrean. Siswa kelas XI-IPA-2  yang dulunya pernah mengisi hati Stefani. Dan ternyata memang dia lah otak dari semua kekacauan ini. Andrean lah yang selama ini meneror Faris baik melalui sms ataupun telepon. Dan dia jugalah orang yang selama ini mengintip secara diam-diam percakapan Faris bersama Alfa dan Stefani di perpustakaan sekolah. Dan dialah pelaku dari semua permasalahan yang terjadi saat ini.
“Kau tahu Faris ? apa yang ada di punggungmu itu ? kau merasa kesakitan bukan ?”
                Faris tidak menjawab pertanyaan Andrean, ia hanya mengangguk bahwa yang dikatakan oleh orang jahat ini memang benar adanya. “Di balik punggungmu itu ada 50 buah jarum Faris. Jarum itu aku tusukan menembus baju seragammu dan sekarang telah menyentuh kulitmu hahaha”, pria berkacamata ini tertawa puas dan kembali melanjutkan ucapannya tadi, “Dan apa kau tahu ? jika ada sebuah benda jatuh tepat di atas jarum ini, apa yang akan terjadi ? ya benar, mungkin tubuhmu akan hancur ! hahaha.
                Memang benar, kondisi Faris saat ini benar-benar memperihatinkan. Banyak sekali jarum-jarum tajam hampir menusuk dirinya. Ia tak bisa berbuat apa-apa. Jika ia memaksakan diri untuk pergi dari sana, ada kemungkinan ia akan jatuh dengan keadaan terlentang dan sesuatu hal yang tak diinginkan akan terjadi.
                Andrean memandang keadaan Faris yang benar-benar lemah itu. Ia menyentuh salah satu jarum di punggung itu dan tanpa basa basi ia langsung menekan jarum itu dengan tangannya. Jarum itu masuk  beberapa milimeter kedalam tubuh Faris. Dengan refleks Faris berteriak cukup kencang, hanya saja teriakannya tersebut tak di dengar oleh Alfa yang berada jauh dari tempat Faris disekap. Andran hanya tertawa penuh kemenangan sambil memandang Faris yang masih menahan rasa sakitnya.
©©©
                Sudah 10 menit Alfa berlari kasana kemari untuk mencari keberadaan Stefani dan Faris. Tapi hasilnya tetap saja nihil, padahal tinggal 8 menit waktu yang tersisa yang disediakan oleh Andrean. Alfa kini benar-benar bingung. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Dan ditengah kebingungannya saat ini, dari arah pengeras suara sekolah ini ada seseorang yang akan berbicara lagi. Namun kali ini berbeda, orang itu tidak memakai alat pengubah suara. Dan ia adalah seorang wanita!
“Suara ini... kamu... kamu... kamu pasti Marry kan?”
“Hei Alfa, lama tak jumpa. Ya, aku Marry. Bagaimana kabarmu? pasti kau bingung mencari keberadaan Stefani dan Faris kan ?”
                Ya, dia adalah Marry. Orang yang selama ini memberikan teror berupa sms maupun telepon kepada Alfa dan Stefani. Dia lah orang yang bekerja sama dengan Andrean untuk menghancurkan Alfa dan Stefani. Pada pukul 5 sore tadi, Marry datang menyusup ke sekolah ini –dibantu oleh Andrean dan menyusun sebuah rencana yang sudah dijalankan saat ini.
“Marry ! dimana kamu ? Keluar ! dimana Stefani dan Faris ? selamatkan mereka berdua !”
“Sebelum itu, aku perintahkan kau untuk melihat kembali layar monitor absen di depan lab bahasa !”
                Tanpa mengulur waktu lebih lama lagi, Alfa segera berlari menuju tempat yang dimaksud Marry. Dan saat ia sampai disana, ia melihat sesuatu pada monitor itu yang memperlihatkan bagaimana keadaan Stefani dan Faris saat itu.
                Dengan keadaan sadar, Stefani masih terdiam di dalam box kaca tersebut. Ia benar-benar tak bisa berbuat apa-apa, kaki dan tangannya masih terikat disana. Ada yang aneh disana. Dari atas terebut perlahan mengalirlah sebuah air dari suatu selang yang langsung masuk ke dalam box kaca Stefani. Ada apa ini ?
                Pada layar tersebut Alfa dapat melihat secara langsung keadaan Faris dan Stefani yang terjadi saat itu juga. Dan saat ia melihat keadaan Faris, dapat terlihat jelas bagaimana menderitanya Faris yang sedang ditusuki 50 buah jarum di bagian punggungnya.
Ia merasa miris melihat keadaan sahabat yang telah banyak membantu banyak dirinya. Ada yang aneh. Meja yang sedang ditempati oleh Faris jika dilihat baik-baik menjadi semakin condong dan cenderung akan jatuh. Tunggu, jika hal ini dibiarkan maka.... Faris akan jatuh terlentang dan semua jarum itu akan benar-benar menusuk dirinya ! ini tidak bisa dibiarkan !
“Marry ! apa yang kau lakukan pada mereka berdua?”
                “Dengarkan aku baik-baik Alfa ! mereka berdua berada di ruangan yang hampir sama. Akan kuberi tahu sekarang juga. Mereka berdua ada di ruang Lab. Komputer. Faris berada di Lab 1, sedangkan Stefani berada di lab 2. Peraturannya begini, kau lihat keadaan Stefani kan ? ada air yang mengalir di atas box kacanya kan ? jika dibiarkan selama 5 menit, maka air itu akan memenuhi box itu dan akan membuatnya mati tenggelam !”
“Jahatnya kamu Marry ! lepaskan Stefani !”
                “Dengarkan penjelasanku selanjutnya ! dalam waktu 5 menit juga Faris akan terjatuh dari meja itu. Dan kau tentu tahu bukan bagaimana konsekuensinya ? semua jarum itu akan menusuk punggung Faris !. Permainan dimulai Alfa. Jika kau membuka pintu untuk Stefani, maka Faris akan langung terjatuh. Dan jika kau membuka pintu Faris, maka debit air yang akan memenuhi box Stefani akan bertambah 10x lipat ! kau harus memilih salah satu diantara mereka ! kau tidak bisa berdiam diri Alfa ! cepat, waktumu terbatas hahahaha”
                Alfa berlari menuju lantai 2 dan segera berhenti tepat di depan lab komputer. Stefani ? Faris ? benarkah mereka ada disini ? Perlahan Alfa mencoba untuk membuka pintu lab kedua yang berada di sebelah ruangan SSB itu. Ia memegang gagang pintu itu dan ternyata tidak dikunci. Ya, dia bisa merasakanya. Ia membuka pintu itu –hanya mengintip dan melihat ada seseorang  dalam sebuah box kaca. Stefani ! Stefani benar ada disana dengan keadaan yang tak berdaya.
“Alfa, pergi dari sini ! selamatkan Faris !”, Stefani berteriak sekencang mungkin karena suaranya akan sulit terdengar. Tapi meski begitu, Alfa bisa mendengar secara jelas apa yang dikatakan oleh Stefani. Alfa juga belum berani membuka pintu itu secara lebar bahkan masuk ke ruangan ini. Ia takut nyawa Faris langsung melayang gara-gara dia.
Sementara itu air yang berada di dalam box Stefani telah mencapai lutut kakinya yang sedang duduk. “Alfa, aku janji aku tidak akan kenapa-kenapa ! tolong kamu selamatkan Faris, sekarang !”. Alfa menutup pintu itu dan beralih ke ruang lab komputer yang sama. Ia membuka pintu itu perlahan dan tidak berani membukanya secara lebar. Faris ! ada Faris juga disana ! keadaannya sungguh lebih memprihatinkan dibanding dengan Stefani. Faris terbaring tak berdaya diatas meja dengan penuh jarum tajam diatasnya.
“Alfa? Apa yang kamu lakukan disini? Jangan pedulikan aku! Aku akan bak-baik saja”, seru Faris masih dengan keadaan terlentang pada sebuah meja yang semakin condong akan jatuh ke bawah. Alfa hanya terdiam memandang kondisi Faris yang seperti itu. Matanya melotot nampak tak percaya. Mengapa ini semua bisa terjadi? Terjadi kepada 2 orang penting dihidupnya. Ia masih terdiam tak berdaya dan  menutup pintu itu untuk segera menenangkan diri diluar ruangan penuh misteri itu.
Kini Alfa benar-benar dihadapi oleh kebimbangan. Siapa yang harus dia selamatkan? Sahabat? Atau kekasih? Kedua orang itu mempunyai pengaruh yang cukup besar bagi hidupnya. Ah! Alfa mengacak-acak rambutnya. Apa yang harus dilakukannya saat ini? Tiba-tiba ia mengingat kembali masa-masa indahnya bersama kedua orang itu. Ya, Stefani dan Faris....
©©©
“Bagaimana jika kamu menembak Stefani malam ini juga ? saat di hotel misalnya. Ini kan bisa jadi hal yang berkesan untuk kamu dan dia. Lagipula aku yakin kok Stefani punya perasaan yang sama dengan kamu”
 “Santai saja Al. Kita kan sahabat. Harus saling membantu hehe”
“Oh, jadi gini ? gara-gara sinyal terputus, lalu rencana yang sudah kita susun dengan baiknya tiba-tiba kamu batalkan gitu ? Kamu merasa kamu sudah gagal ? Belum Al belum ! kamu masih punya kesempatan. Perjuangan kamu ga sampai disini aja. Ini sudah setengah jalan, tinggal sedikit lagi kamu pasti berhasil Al ! ingat kata pepatah deh. Selesaikan apa yang sudah kamu mulai. Aku yakin kamu pasti bisa !”
“Yeah, akhirnya tugasku disini sudah selesai. Selamat ya kalian berduaaaaa. Aku harap hubungan kalian berdua akan terus bertahan hingga tua nanti hehe”
“Sama-sama kawan. Jika aku melihat sahabatku bahagia, maka aku juga akan bahagia”
©©©
“Emmm... terimakasih ya atas coklat yang kamu berikan kemarin. So sweet deh. Aku suka. Rasanya juga enak. Warnanya juga pink pula, warna kesukaanku, terimakasih ya. Aku sangat senang”
“Baiklah Alfa, aku.. aku... emm... aku mau jadi jadi pacar kamu kok. Sejujurnya sudah cukup lama juga aku merasakan perasaan ini. Hanya saja... aku malu untuk mengungkapkannya, hehe”
“Aku senang sekali selama di Jogja kemarin. Ternyata ada seseorang yang memberiku sebuah kejutan yang spesial. Terimakasih ya Al untuk semuanya. Terimakasih karena kamu sudah membuatku senang dan tersenyum”
“Jujur ya, aku sakit hati banget sama Marry, Al. Kenapa dia selalu bikin aku gak tenang? Mau dia apa sih? Apa salah kalo aku jadi pacar kamu? Aku cuma ingin bahagia, Al. Itu aja kok, gak lebih….”
“Tapi aku sakit hati sama, Al. Dia udah pernah ngehancurin hubungan aku dulu, masa dia mau ngehancurin juga kali ini? Lagian kan sekarang dia udah gak punya hak lagi buat ngelarang semua yang kita lakuin. Ngapain sih dia masih ikut campur urusan kita? Dia kan cuma mantan kamu, Al!”
©©©
                Kenangan indah saat mereka semua berada di Jogjakarta masih membekas di hati Alfa. Ia benar-benar ingat bagaimana ngototnya Faris yang ingin melihatnya dengan Stefani menjadi sepasang kekasih. Ia ingat bagaimana saat-saat menegangkan menunggu Stefani dari lantai 2. Ia tak pernah lupa saat dimana Stefani menerima cintanya. Dan kejadian manis yang paling diingat olehnya adalah saat Stefani tertidur pulas di bahunya saat perjalanan menuju Bandung. Itu semua tak bisa dilupakan olehnya.
                Tapi apa yang terjadi sekarang? Semua itu hanya tinggal kenangan dan tak akan pernah bisa diulangi kembali. Masa-masa indah itu berubah menjadi kenyataan pahit yang terpaksa harus dilalui olehnya. Kenyataan ini membuatnya sedih. Tanpa terasa air bening menetes dari kelopak matanya. Ia benar-benar takut jika harus kehilangan kedua orang itu. Alfa melepas kacamatanya dan segera mengusap bagian bawah matanya itu. Tidak, ia tidak boleh menangis! Ia harus kuat! Ya, kini dia sudah mempunyai pilihan.
                Alfa menatap kedua pintu itu dengan serius. Ia sudah menentukan siapakah orang yang akan diselamatkannya kini. Stefani atau Faris? Entahlah, sebenarnya Alfa juga masih belum terlalu yakin tentang hal ini. Ia mendekati pintu dimana Faris disekap.Perlahan membukanya. Sedikit celah mulai terlihat hingga akhirnya pintu tersebut terbuka sepenuhnya. Dapat ia lihat jelas bagaimana keadaan Faris yang sangat memprihatinkan. Meja itu kian condong dan sebentar lagi akan jatuh.
                Faris. Ya, dialah orang yang akan diselamatkan oleh Alfa. Ia lebih memilih sahabatnya ini. Entah apa alasan Alfa memutuskan untuk menyelamatkan Faris. Alfa segera masuk ke ruangan itu. Komputer-komputer yang biasanya berada ditengah-tengah ruangan itu kini berada di pinggir. Hal ini membuat posisi Faris tepat berada ditengah.
                Sementara itu keadaan Stefani juga tak kalah memprihatinkannya. Air yang berada di boxnya tersebut dengan sekejap mengalir beberapa kali lebih cepat. Air tersebut kini sudah menenggelamkan Stefani yang masih dalam posisi duduk dan terikat. Ia mulai kesulitan untuk bernapas ditengah-tengah air yang sudah melebihi kepalanya itu.
                “Alfa? Kenapa kamu disini? Seharusnya kamu menyelamatkan Stefani!”, Faris tampak terkejut melihat Alfa yang tiba-tiba muncul mulai dihadapannya. “Stop Al! Stop! Jika kamu sampai mendekat kearahku bahkan sampai menyelamatkanku, aku tidak mau menganggap kamu sebagai sahabat lagi! Tolong Al, selamatkan Stefani! Dia lebih penting dibanding aku. Aku mohon...”
                “Tapi Ris....”
                “Cepat Al! Keadaan Stefani pasti jauh lebih kritis dibanding dengan keadaanku sekarang!”
                Tanpa basa-basi Alfa segera meninggalkan Faris dan segera menuju ke ruang sebelah untuk menemui dan menyelamatkan Stefani. Ia membuka pintu itu dengan sekencang mungkin. Stefani! Ia benar-benar sudah tenggelam. Alfa segera mendekat ke tempat box Stefani dan memukul-mukul kaca yang cukup tebal itu.
“Stefani! Stefani!”
                Tidak ada waktu lagi. Alfa segera mencari suatu benda yang bisa ia gunakan untuk memecahkan box kaca ini. Tapi apa? Ia melihat ke arah sekeliling ruangan itu. Tapi ruangan ini kosong, tidak terdapat apa-apa kecuali box kaca ini. Ruangan ini benar-benar bersih. Ia juga bingung mengenai letak komputer yang biasanya ada disini itu. Apa Marry memindahkannya? Ah, sekarang bukan saatnya untuk memikirkan hal yang tak penting itu.
                Beruntung, ternyata ada sebuah kursi kayu yang berada di ruangan itu. Alfa segera mengambil kursi tersebut dan mengarahkannya ke box kaca itu. Sekali ia memukul benda itu, tapi belum berhasil. Dua kali, kaca tersebut mulai retak. Barulah saat yang ketiga kalinya, Alfa berhasil membuat kaca itu pecah. Berliter-liter air yang ada di kaca tersebut dengan cepat mengalir dengan derasnya membasahi ruangan tersebut. Alfa mendekat ke arah Stefani yang sudah tak sadarkan diri masih dengan posisi terikat dikursi itu.
                Alfa segera membuka tali yang masih mengikat Stefani. Stefani masih tak sadarkan diri. Apa yang harus dilakukannya saat ini? Ia menepuk halus pipi Stefani untuk menyadarkannya, tapi ternyata belum berhasil. Alfa mengguncang bahu Stefani berkali-kali, tapi Stefani masih belum tersadar dari pingsannya. Faris? Tiba-tiba bayangan Faris yang jatuh dari meja tersebut mulai terlintas di benak Alfa. Bagaimana Keadaan Faris?
                Ia menginggalkan Stefani sejenak dan segera pergi ke ruangan sebelah untuk memeriksa bagaimana keadaan Faris. Semoga saja hal buruk tidak terjadi kepadanya. Tidak, semuanya terlambat. Meja yang tadi berada tepat dibawah Faris kini telah jatuh. Tapi, dimana Faris? Mengapa ia tidak ada disini? Alfa memerhatikan sekeliling ruangan itu dan mencari-cari dimana Faris.Tidak ada. Dimana dia? Alfa melihat ke arah bawah, apa ini? Merah? Darah? Ya, ini darah! Banyak bercak darah di daerah meja yang jatuh ini. Jangan-jangan.... tidak ini tidak mungkin.
                “Faris! Dimana kamu? Jawab aku Ris!”, seru Alfa sambil keluar dari ruangan itu. Darah lagi. Ya, ia melihat beberapa tetesan darah yang jatuh di luar ruangan itu. Apakah Faris telah pergi dari ruangan ini? Jarum! Ia juga melihat beberapa jarum terjatuh tak jauh dari tempat bedirinya saat ini. Ia mengambil jarum tersebut dan memerhatikannya sejenak. Ada darah di ujung jarum itu. Faris, dimana kamu? Ah!
                Alfa mengikuti jejak tetesan darah itu yang mengantarkannya ke sebuah tempat yang masih dibangun. Ya, rencananya di tempat ini akan dibangun menjadi sebuah aula yang berada di lantai dua ini. Gelap. Ruangan ini lebih gelap dibanding ruangan lainnya. Bangungan ini masih setengah jadi dan temboknya masih berupa semen yang belum di cat. Batu bata yang belum terpakai pun sudah bukan pemandangan asing disini. Debu-debu di bawah kaki Alfa melayang dengan ringannya saat ia melangkahkan kakinya disini. Apa Faris benar ada disini? Tetesan darah itu sudah tak nampak lagi.
                “AH!”, Alfa terjatuh. Ia merasakan punggungnya sangat perih. Seseorang telah menggoreskan benda tajam di punggung itu. Mungkin sebuah pisau. Alfa hanya bisa meringis kesakitan. Lukanya pasti sangat panjang, fikirnya. Pisau itu pasti sangat tajam. Jelas saja, bahkan baju seragamnya bisa ditembus oleh pisau itu sehingga melukai kulit punggungnya.
                Orang itu hanya tersenyum licik melihat keadaan Alfa yang seperti ini. Ia dapat melihat jelas bagaimana segarnya darah merah yang membasahi punggung Alfa. Baju seragamnya yang berwarna putih mulai berubah warna akibat darah yang mengalir itu. “Rasakan kau Alfa! Aku tak akan pernah membiarkan kamu bahagia jika aku juga tak bahagia hahaha”
                Marry! Ya, suara itu adalah suara Marry! Ternyata orang yang melukainya dari belakang itu adalah Marry. Kenapa? Kenapa Marry sejahat ini? Padahal dulu ia bukanlah wanita yang seperti sekarang. Apa dia masih tidak menerima bahwa Alfa sudah mendapatkan kekasih lain setelah putus darinya?
                Alfa mulai bangkit dari posisinya. Ia hanya bisa berdiri dengan keadaan setengah membungkuk. Ia masih terus merasakan bagaimana perihnya luka dipunggungnya itu. Tapi sayang, ia tak bisa menyentuh luka tersebut. Padahal ia berharap jika luka itu disentuh olehnya, maka rasa perih itu akan mulai memudar. “Apa yang kamu mau Marry?”, tanya Alfa dengan desah napas yang tidak teratur. Ia mencoba bertahan dengan menahan luka itu.
                “Mauku? Apa mauku? Yang aku mau kamu bisa bersikap adil! Itu saja Al!”, jawab Marry yang saat itu tidak menampakkan wajah liciknya. Ia terlihat sedih dan kembali meneruskan ucapannya, “Kamu jadian sama Stefani setelah 5 hari kita baru putus! Apa maksudnya hah? Aku bisa saja menerima kanyataan jika kamu memang menyukai Stefani, tapi bukan begini caranya Al! Ini semua terlalu cepat! Aku juga butuh waktu!”
                Alfa hanya menatap Marry dengan tatapan kosong. Apa katanya tadi? 5 hari? Mengapa begini? Bukankah... bukankah.... “Dengar Marry! Bukankah saat akhir tahun 2011 aku sudah memutuskan hubungan kita?”
                “Akhir tahun? Apa maksudmu? Jelas-jelas kau memutuskan hubunganku saat tanggal 14 Februari! Akhir tahun kan saat kau bilang bahwa hubungan kita di break dahulu! Tolong jangan memutar balikan fakta Al!”
                “Aku tidak memutar balikan fakta! Itu memang benar! Saat aku bilang break maka saat itu juga hubungan kita sudah berakhir! Saat tanggal 14 Februari itu adalah saat aku menganggap kamu sebagai adik. Tolong jangan salah presepsi”
                Marry terdiam mendengarkan penjelasan Alfa. Apa yang dikatakan Alfa itu benar? Atau hanya sebatas alibi saja? Entahlah, yang jelas dia tidak peduli dengan penjelasan itu. Menurutnya perasaan sakit hatinya jauh lebih penting. Alfa tidak akan pernah tahu bagaimana rasanya saat ia tahu bahwa mantan kekasihnya itu telah bersama orang lain tak lama setelah keduanya putus.
                “Terserah! Terserah kamu mau bilang apa! Aku ga peduli sekarang! Aku udah cukup sakit hati Al! Dan aku mau kamu juga bisa merasakan sakit hati aku ini! Kalau perlu kamu mati saat ini juga!”, Marry segera mengeluarkan sebuah pistol dari rok rampel seragamnya dan mengarahkan mulut pistol itu ke arah Alfa. Mata Alfa melotot saat melihat pistol itu yang mengarah kepadanya. “Marry, apa maksudnya ini?”
                “Aku pingin kamu mati Al! Anggap saja ini sebagai karma! Hahahaha”, seru Marry yang saat itu menampakan wajah sedihnya. Alfa hanya terdiam. Ia tidak bisa berbuat apa-apa. Luka dipunggungnya membuat dirinya tak bisa bergerak kemana-mana.
                “Satu......”, Marry mulai menyentuh pelatuk pistol itu.
                “Marry aku mohon! Jangan!”
                “Dua.....”, pelatuk itu mulai ditekan perlahan olehnya.
                “Marry aku minta maaf! Tolong jangan!”
                “TIGA!”
DORRR!!!
©©©
                “Alfa? Kenapa kamu disini? Seharusnya kamu menyelamatkan Stefani!”, Faris tampak terkejut melihat Alfa yang tiba-tiba muncul mulai dihadapannya. “Stop Al! Stop! Jika kamu sampai mendekat kearahku bahkan sampai menyelamatkanku, aku tidak mau menganggap kamu sebagai sahabat lagi! Tolong Al, selamatkan Stefani! Dia lebih penting dibanding aku. Aku mohon...”
                “Tapi Ris....”
                “Cepat Al! Keadaan Stefani pasti jauh lebih kritis dibanding dengan keadaanku sekarang!”
                Tanpa basa-basi Alfa segera meninggalkan Faris dan segera menuju ke ruang sebelah untuk menemui dan menyelamatkan Stefani. Saat Alfa keluar dan telah menutup ruangan itu, saat itu juga ada seseorang yang semula bersembunyi di dekat meja komputer muncul dan mulai mendekati Faris. Orang itu mendekati Faris. Dekat, dan semakin dekat. Ia membenarkan posisi meja itu agar kembali ke posisi yang sewajarnya. Dan saat itu pula terdengar suara kaca pecah yang diiringi oleh suara air yang mengalir deras. Orang itu hanya tersenyum mendengar sesuatu itu.
                Ia mengeluarkan sebuah sapu tangan dari saku celananya yang sebelumnya sudah diberi obat bius. Sapu tangan itu didekatkan dan ditempel ke arah hidung Faris. Dalam sekejap kesadaran Faris mulai memudar hingga akhirnya hilang sepenuhnya. Faris tertidur saat ini. Orang itu melepaskan ikatan tali yang mengikat Faris. Posisi Faris ditegakan, ia memindahkan tangan lengan Faris ke pundaknya, begitu pula sebaliknya. Faris dipindahkan ke suatu tempat oleh orang itu.
                Setelah ia menempatkan Faris ditempat yang lain, orang itu kembali ke ruangan tadi. Ia mengambil sebuah silet dari saku celananya dan meletakan bagian yang tajam itu di telapak tangannya. Dengan cepat ia segera menggoreskan silet itu ke talapak tangannya. Luka itu segera mengalirkan darah yang segar. Ia meringis, tapi tetap terus melanjutkan membuat lukanya tersebut hingga luka itu sepanjang 5 cm secara diagonal.
                Darah begitu jelas terlihat oleh matanya. Ia sengaja melukai dirinya sendiri agar bisa menghasilkan darah yang nantinya akan diteteskan ke ruangan itu bahkan sampai keluar ruangan. Tetesan darah itu menetes dengan derasnya dan  menodai lantai disana. Ia segera keluar ruangan itu dan menjatuhkan beberapa buah jarum disana. Setelah itu, ia membuat sebuah jejak agar ada orang yang mengikuti tetesan darahnya tersebut.
                Ia terus berjalan sambil terus melukai telapak tangannya agar tetesan darahnya tidak berhenti mengalir. Ia terus berjalan hingga sampai di bangunan yang belum selesai dibangun ini. Rencananya tempat ini akan dijadikan sebuah aula oleh pihak sekolah. Orang itu berbalik arah dan melihat Alfa yang akan menuju kesini. Ia segera bersembunyi di tengahnya kegelapan bangunan penuh debu itu. Ia tak bisa melihat keadaan disana. Serba gelap. Tapi ia bisa mendengar ada 2 orang yang  sedang beradu mulut. Ia yakin kedua orang itu adalah Alfa dan Marry. DORR!!!, suara itu tiba-tiba mengagetkannya. Tunggu, pistol! Dimana pistolnya? Apa terjatuh?
©©©
                Stefani membuka matanya. Ada dimana dia? Oh ya, dia ingat. Ia berada di lab komputer dan disekap dalam sebuah box kaca hingga ia pingsan karena tenggelam oleh air yang dialirkannya di dalam box itu. Stefani menggigil, mungkin ia merasa kedinginan akibat tenggelam tadi. Ia bangkit dari duduknya dengan keadaan yang cukup lemas, lalu melihat ke arah sekeliling ruangan itu. Mengapa ia bisa bebas dari box itu? Kacanya sudah pecah. Bahkan ikatan talinya pun sudah lepas. Pasti ada seseorang yang menyelamatkan dia.
                Stefani mulai melangkah meninggalkan ruangan itu. Dari kejauhan ia bisa mendengar ada dua orang yang sedang berselisih. Suara itu tidak begitu asing baginya. Alfa! Ya suara itu adalah suara Alfa. Alfa ada disana! Dengan kondisi yang masih belum begitu pulih, Stefani memaksakan dirinya untuk berjalan dengan langkah yang tak sempurna mendekati sumber suara Alfa itu. Ya, ketemu! Itu dia Alfa. Dia ada diujung sana. Tapi... dengan siapa dia? Marry! Itu Marry!
                Pistol? Pistol siapa ini? Stefani menemukan sebuah pistol berada di bawahnya saat ini. Ia mengambil pistol tersebut dan memerhatikannya baik-baik. Berat, itulah yang ia rasakan. Tunggu, ia melihat Marry menodongkan pistol tersebut ke arah Alfa. Ada apa ini? Atau jangan-jangan.... tidak, ini tidak boleh terjadi, fikir Stefani.
                “Satu...”, ia mendengar suara Marry dan mulai mendekat ke arahnya dengan perlahan. “Marry aku mohon! Jangan!”, itu suara Alfa! Alfa pasti akan ditembak oleh pistol yang digenggam Marry. Stefani semakin mendekat ke arah mereka berdua dan menggengam pistol yang dipegangnya dengan gaya ala film action. Ya, Stefani pun mengarahkan mulut pistol itu ke arah Marry di belakang.
                “Dua...”
                “Marry aku minta maaf! Tolong jangan!”
                “TIGA!”
DORRR!!!
                Suara itu membuat Alfa sangat terkejut. Nafasnya semakin tidak beraturan. Ia melihat dengan jelas bagaimana kepala Marry pecah dan memancarkan banyak darah. Seseorang telah menembak kepala Marry dengan sebuah pistol. Seketika tubuh Marry langsung terjatuh dihadapannya dengan posisi tengkurap. Saat gadis berambut pirang itu terjatuh, Alfa melihat Stefani berada tak jauh dari lokasi itu dengan memegang pistol dan tampak cemas disertai menggigil. Ia segera mendekat ke arah Stefani.
                “Stefani? Kenapa kamu bisa ada disini?”
                “A..a...a..aku..aku..”, Stefani menjatuhkan pistol yang digenggamnya dan menutup mulutnya dengan keadaan yang sangat shock.
                “Stefani? Kau tidak apa-apa kan?”, Alfa mengguncang kedua bahu Stefani dan memandang matanya dengan tajam.
                “Apa yang telah ku lakukan? Aku telah membunuh seseorang! Aku seorang pembunuh! Aaaaaaaa”, Stefani segera pergi dari lokasi itu. Ia benar-benar kaget ketika tahu bahwa dirinya telah membunuh seorang manusia. Dia belum bisa menerima kenyataan itu. Kenyataan yang mengatakan bahwa dirinya adalah seorang pembunuh. Stefani berlari dari pandangan Alfa dan segera menjauh dari sana. Ia tak bisa berfikiran jernih saat itu kecuali untuk melarikan diri.
                “Stefani, tunggu! Kamu mau kemana?”, Alfa berteriak memanggil Stefani, tapi Stefani tak menghiraukannya. Sebenarnya Alfa ingin mengejar Stefani, namun ia ingin melihat terlebih dahulu bagaimana keadaan Marry saat ini. Apakah Marry sudah... Ah, ia tak sanggup jika harus memikirkannya. Alfa mendekat ke arah wanita yang terbaring itu dan mulai melihat keadaannya. Oh, sangat mengerikan. Kepalanya telah berlubang. Stefani benar-benar tepat mengenai sasaran saat menembak Marry. Banyak sekali darah yang mengalir dari kepala Marry, bahkan Alfa saja tak sanggup jika harus melihat hal ini.
                Alfa berbalik arah dan segera mengejar Stefani. Aw, luka dipunggungnya ternyata masih terasa hingga sekarang. Ia berjalan dengan langkah seperti orang pincang. Luka itu benar-benar membuatnya tak bisa berbuat apa-apa. Ya, Luka. Luka itu memang masih membekas, bahkan darahnya pun belum berhenti mengalir. Darah itu masih terus membasahi baju seragam Alfa. Jika dilihat dari arah belakang, warna baju seragamnya lebih dominan berwarna merah dibanding putih. Darahnya benar-benar sudah terkuras. Alfa juga meninggalkan sebuah jejak di lantai berwarna putih ini. Darah di punggungnya terus menetes dan terjatuh ke bawah hingga menimbulkan sebuah bercak.
©©©
                Faris membuka matanya. Ada dimana dia? Disini sangat gelap. Apa aku sudah mati? Fikirnya. Tidak, ia belum mati. Ia masih hidup. Faris bangkit dari posisi tidurnya yang tengkurap. Aw, ia masih bisa merasakan bagaimana sakit dipunggungnya akibat jarum-jarum itu. Ya, jarum itu masih berada di bagian punggungnya. Tunggu, bukankah tadi dia berada di atas sebuah meja bahkan terikat oleh tali? Mengapa kini ia sudah terbebas dari ikatan tali itu? Apakah seseorang telah menyelamatkannya? Lagipula, ini bukan tempat sekapannya tadi.
                DORRR!!!, suara apa itu? Seperti ledakan pistol. Apa yang sedang terjadi? Faris melangkahkan kakinya dan mencari sebuah pintu untuk mengeluarkannya dari ruangan ini. Ia mencari-cari dimanakah letak pintu keluar itu. Nah, itu dia! Ketemu! Ia berjalan menuju pintu tersebut dan mulai menyentuh gagang pintu itu yang ternyata tidak dikunci. Ia membuka pintu itu secara perlahan dan akhirnya bisa terbebas dari ruangan ini.
                Ia melihat masjid berada di depannya saat ini. Ini berarti tadi dia disekap di ruangan sanggar seni budaya. Ruangan yang terletak disebelah lab komputer. Siapa yang memindahkannya hingga berada disini? Entahlah, Faris tidak ingin memikirkan hal itu terlebih dahulu. Ia lebih memikirkan rasa sakit akibat jarum yang masih menusuk punggungnya itu. Jarum itu masih banyak tertancap di punggungnya dan belum terlepas satu pun. Ia takut jika harus melepaskan semua jarum itu sendirian. Ia takut salah mengambil langkah yang nantinya malah akan melukai dirinya sendiri. Faris ingin meminta bantuan kepada seseorang. Tapi siapa?
                Terdengar suara langkah orang yang berlari mendekat ke arahnya. Siapa itu? Lho, bukankah itu Stefani? Mengapa ia berlari dengan wajah yang ketakutan? Ada apa ini? Stefani terus berlari tanpa menghiraukan Faris yang saat itu sedang dilewatinya. “Stefani, tunggu!”, Faris mengejar Stefani yang berlari ke arah lab fisika. Stefani langsung teridam melihat dan menghentikan langkahnya di depan pintu laboratorium tersebut. “Stefani, apa yang terjadi?”, tanya Faris heran.
                “Faris, tolong aku! Aku seorang pembunuh! Marry... Marry...”
                “Pembunuh? Marry? Ada apa? Apa yang terjadi dengan Marry? Dimana Alfa?”, Faris terus bertanya sambil mengguncang tubuh Stefani.
                “Alfa... Alfa... Marry... Aku...”, Stefani benar-benar masih shock atas kejadian yang menimpanya beberapa menit yang lalu. Desah nafasnya tak beraturan seperti seseorang yang telah berlari berkeliling 5 kali lapangan brigif.
                “Stefani! Jawab aku! Apa yang sebenarnya terjadi?”, Faris terus mengulang pertanyaannya itu tanpa melepaskan genggaman tangannya di bahu Stefani.
                “Faris... aku takut...”
                “Jawab aku Fan!”
                “Aku ga sengaja menembak kepala Marry dengan pistol Ris! Aku seorang pembunuh!”
                Apa? Apa kata Stefani tadi? Dia membunuh Marry? Jadi suara ledakan itu... Ah, Faris benar-benar tak percaya mendengar hal ini. Ia melepaskan genggaman tangannya dari bahu Stefani dan perlahan berjalan mundur menjauhi wanita itu. “Ga mungkin... ini ga mungkin... jangan dekat-dekat ke arahku!”
                “Ris, jangan gitu dong. Aku ga akan membunuh kamu!”
                “Diam! Diam! Aku ga mau dekat-dekat dengan seorang pembunuh! Pergi kamu!”, Faris mulai merasa ketakutan.
                “Faris, dengarkan penjelasan aku dulu!”
                Faris tak menghiraukan apa yang dikatakan oleh Stefani. Faris semakin menjauhi Stefani. Ia tak ingin nyawanya juga ikut terancam seperti yang dilakukan Stefani kepada Marry. Meski Faris terus menjauh, tapi Stefani mencoba mendekat ke arahnya. Percuma saja, Faris terus menjauh dari hadapan Stefani, bahkan ia menaiki tembok pembatas yang berada di lantai dua itu. “Faris, apa-apaan kamu? Turun dari sana! Nanti kamu jatuh!”
                Faris mulai melangkahkan kakinya di tembok pembatas tersebut. Ia berjalan secara perlahan. Satu langkah, bisa ia lewati. Langkah kedua juga sama baiknya. Hingga saat langkah ketiganya, kaki Faris tergelincir sehingga membuat dirinya hilang ke seimbangan dan terjatuh ke lantai satu dengan posisi terlentang. Semua jarum yang berada di punggungnya tersebut dengan mudahnya tertusuk semua ke dalam bagian tubuhnya itu.
                BUG!!! Suara itu nampak terdengar jelas sekali oleh telinga Stefani. Ia melihat ke arah bawah dan melihat bagaiman keadaan Faris yang penuh oleh darah tersebut. Alfa juga mendengar suara itu dan mendekati Stefani yang terlihat terkejut. “Stefani, apa yang terjadi? Suara apa itu?”, tanya Alfa. Stefani tidak menjawab pertanyaan Alfa dan tetap terus memandang ke arah bawah. Alfa segera mengarahkan pandangannya ke arah bawah dan melihat keadaan Faris yang sangat memprihatinkan itu.
                “Faris? Apa yang terjadi? Kenapa dia.... Stefani, ayo kita ke bawah melihat keadaan Faris”, Alfa langsung menggenggam tangan Stefani dan membawa dirinya menuruni tangga dan mendekat ke arah Faris yang berada tepat di dekat mading sekolah. Alfa melihat banyak sekali darah yang mengalir dari punggung Faris. Ia membalikan posisi Faris yang semula terlentang menjadi tengkurap. Oh, benar-benar pemandangan yang mengenaskan. Jarum-jarum itu benar-benar telah tertusuk kedalam tubuh Faris. Alfa dan Stefani tidak tega melihat situasi seperti ini.
                “Tempat ini benar-benar sudah tidak aman Fan! Kita harus segera pergi dari sini!”
                “Apa? Pergi? Lalu bagaimana dengan Marry dan Faris? Apa kita harus meninggalkan mereka disini sendirian?”
                “Itu masalah nanti saja. Kita bisa mengubungi polisi kan? Biar polisi yang menangani semuanya!”
                “Tapi, bukankah gerbang sekolah kita ini telah ditutup? Bagaimana caranya kita bisa keluar dari sini?”
                “Itu masalah gampang. Kita bisa memanjat gerbang tersebut kan?”
                Stefani hanya menganggukan kepalanya. Ia setuju dengan ide Alfa. Keduanya segera bangkit dan mulai berjalan menuju gerbang sekolah. “Apa kau kedinginan Stefani?”, Alfa memerhatikan keadaan Stefani yang sedang menggigil itu. “Ya, aku cukup kedinginan Al. Kau lihat kan tubuhku masih basah kuyup? Hehe”, jawab Stefani ringan. “Tunggu sebentar disini. Aku akan kembali”
                Alfa pergi sejenak dari pandangan Stefani menuju ke ruang UKS dan segera kembali dengan membawa jaket berwarna merah.
                “Tadi jaketku ketinggalan di depan ruang UKS. Ini, pakailah”, Alfa segera memakaikan jaket itu ke tubuh Stefani. Stefani memasukan tangannya ke dalam lengan jaket itu hingga semua tubuhnya telah tertutup oleh jaket itu. Sejanak keduanya saling menatap mata pasangannya masing-masing dengan tatapan yang tajam.
                “Bagaimana? Hangat?”
                “Entahlah, aku masih merasa kedinginan saat ini”
                Alfa kembali menatap Stefani dalam-dalam. Kini keduanya saling berhadapan. Mata Alfa mulai berkaca-kaca hingga air mata pun tak kuasa ditahan olehnya. Stefani menyelipkan satu jarinya di balik kacamata Alfa dan segera mengusapnya. “Kamu kenapa Al? Kenapa kamu nangis?”
                “Maafkan aku ya Stefani. Aku belum bisa menjaga diri kamu baik-baik. Bahkan nyawamu saja hampir terancam kan?”
                “Sudahlah Al, jangan dipikirkan lagi. Sekarang aku tidak kenapa-kenapa kan?”
                “Tapi aku merasa telah menjadi pacar yang buruk bagi kamu Fan!”
                “Sssttt, jangan bilang gitu lagi ya. Justru aku merasa terlindungi kok saat ada kamu disisi aku”, jawab Stefani sambil meletakan jari telunjuknya dibibir Alfa.
                “Aku sayang kamu Fan”
                “Aku juga sayang kamu Al”
                Keduanya saling berpelukan erat sesaat, lalu melangkahkan kaki mereka masing-masing hingga sampai di depan gerbang sekolah itu. Aneh sekali, mengapa sekarang gerbang ini tidak dikunci? Gerbang ini sudah bisa dibuka! Tapi siapa yang membukanya? Ah, hal ini tidak perlu dipikirkan! Yang jelas sekarang keduanya harus bisa keluar dari sekolah ini. Alfa membuka gerbang itu dan keluar bersama Stefani. Alfa menyadari tali sepatunya lepas. Ia segera berhenti untuk membenarkannya, sementara Stefani masih terus berjalan sampai berada di jalanan utama komplek sekolahnya tersebut.
                Ia tak menyadari ada sebuah mobil yang melaju dengan kencang dari arah sampingnya tersebut. Terlambat, Stefani terlambat menyadari itu. Kecelakaan tak dapat dihindari. Stefani tertabrak mobil tersebut. Tubuhnya terbanting dan kepalanya terbentur aspal jalanan sehingga membuat kepalanya itu berdarah. Mobil itu langsung pergi tanpa bertanggung jawab sedikit pun. Sedangkan Alfa nampak sangat terkejut dengan apa yang dilihatnya saat ini. Ia mendekati Stefani yang sudah tidak bergerak itu.
                “Stefani! Kau masih hidup kan?”, Alfa memandang keadaan Stefani yang berlumuran darah itu. Sebenarnya ia tak yakin Stefani bisa menjawab pertanyaannya tersebut, tapi ia berharap akan ada keajaiban yang datang kepada diri kekasihnya saat itu. “Stefani! Jawab aku Fan!”, tanpa disadarinya, air mata Alfa mulai mengalir diiringi dengan tetesan air yang turun dari langit. Tiba-tiba saja hujan turun ditengah-tengah kesedihan Alfa. “Stefani!!!!!”
©©©





Bersambung....

No comments:

Post a Comment